Bagian_39

33 5 0
                                    


"Jaja udah janji!! Yaudah cepetan cerita tentang Meiza, Abel pengen denger. Dari A sampai Z pokonya," ucap Abel yang kini tampak berusaha menghilangkan kecanggungan nya terhadap Jaja.

Entahlah perasaan gugupnya belum menghilang sampai saat ini.

Diruang tamu kini Jaja hanya tersenyum hangat ke arah Abel. Bolehkah... dia hidup lebih lama, melihat Abel yang selalu membuat hatinya bahagia, Jaja ingin itu selamanya.

"Tapi gue juga ada permintaan bolehkan?" balas Jaja yang diangguki Abel.

"Iyaa Abel janji!"

Jaja membenarkan posisi duduknya. Lalu kini menepuk sebelah kiri tempat duduknya yang terlihat masih kosong. "Sini Bel, jangan jauh-jauh," ucap Jaja sambil melirik ke arah Abel.

"Hm," balas Abel yang kini menggeser tubuhnya. Namun masih ada ruang kosong ditengah-tengah mereka.

"Emangnya tentang Meiza penting banget ya Bel? Meiza itu temen lama gue yaa bisa dibilang kita sahabatan, gue sama dia udah dari Paud, pas SMP gue, Meiza, Maul, sama Iki kita satu kelas, pas SMA kita nambah satu orang yaitu Aden. Tapi Meiza saat kelas sepuluh harus pindah keluar negeri ikut Mamahnya- karena keluarga Meiza dari pas dia kecil udah gak utuh, hal itu juga ngebuat gue sama temen-temen yang lainya selalu gak mau ada orang yang usik hidupnya dan sekarang pas kelas dua belas dia pindah lagi kesini. Gue belum ketemu juga sama dia. Satu hal lagi, kalo ada yang bilang gue sama Meiza ada hubungan lebih, jangan dipercaya cowok nakal kaya gue juga, cuman pengen punya satu cewek."

Jaja sengaja menjeda kalimatnya hanya untuk melihat rona merah yang ada di pipi Abel. Ya, itu membuatnya candu.

"Gue juga pengen cerita, tentang Radzo tapi nanti aja," lanjut ucap Jaja yang membuat Abel bersemangat namun kecewa kembali.

"Sekarang aja Ja!! Ayolah," balas Abel yang menatap memohon ke arah Jaja.

"Satu. Permintaan gak lebih kan?" tanya Jaja dengan alisnya yang terangkat.

"Yaudah dua permintaan!!" balas Abel.

"Itu namanya gak konsisten Bel. Gak boleh gitu nanti malah kebiasaan," kata Jaja yang membuat Abel cemberut.

Tiba-tiba suara notifikasi sebuah pesan dari handphone Jaja yang berada di atas meja, membuat fokus keduanya teralihkan ke arah handphone.

Abel sempat melirik ke arah layar handphone Jaja, ternyata notifikasi pesan dari Meiza. Membuat Abel jadi penasaran apa isi pesan tersebut.

Jaja mengambil handphonenya lalu mengetikan sesuatu membuat Abel semakin ingin tau apa yang sedang mereka bahas.

"Abel pergi duluan ke kamar," kata Abel dengan nada juteknya, ya Abel sangat kesal sekarang.

Saat Abel berdiri Jaja memegang sebelah tangan Abel. "Gue kan belum nyampein permintaan gue Bel, kok lo malah mau pergi?" ucap Jaja yang kini berhasil membuat Abel terduduk kembali.

"Gue minta izin sama Meiza buat ceritain tentangnya ke lo, biar kita gak disangka ngomongin orang Bel," lanjut ucap Jaja yang kini memperhatikan layar handphonenya pada Abel. Abel hanya tersenyum kaku.

"Yaudah permintaan Jaja apa! Cepet! Abel udah ngantuk," balas Abel.

Abel memperhatikan gerak-gerik Jaja yang kini mengambil sesuatu dikolong meja. Terlihat sebuah kardus yang dikeluarkan dari paper bag berwarna putih itu.

"Ini, gue harap lo pake ini. Kalo bisa besok harus pakai ini ya Bel?" tanya Jaja yang membuat Abel ingin segera tau apa isi dari kardus itu.

"Nih lo buka di kamar aja, langsung tidur! Gak boleh main handphone. Biar pagi jadi gak ngantuk," lanjut ucap Jaja yang membuat Abel berlari ke kamarnya dengan perasaan yang penasaran.

***

Kini di kelas XII IPS 7 mereka dikejutkan dengan sesuatu yang tak pernah mereka perkirakan sebelumnya. Tatapan-tatapan itu seolah membuat mereka terkejut.

"Kenapa sih? Apa salah ya?" tanya Abel pada teman-temannya. Rasanya ditatap seperti itu membuat Abel sedikit canggung.

Semua teman-temannya menggeleng. "Ini beneran Abel?" tanya Safa ngawur.

"Bukan! Ini Ibu tirinya Cinderella," balas Abel terlihat kesal lalu langsung duduk di bangkunya.

Safa, Sinta dan Dea langsung menghampiri Abel. Mereka butuh penjelasan.

"Tapi Abel cantik banget pake hijab kaya gini, auranya beda adem banget Bel!" ucap Sinta saat mereka sudah berkumpul.

Ya permintaan Jaja pada Abel saat malam itu, adalah sebuah seragam sekolah yang semuanya sudah tergantikan dengan yang panjang, tidak lupa juga dengan sebuah hijab yang membuat pagi hari ini orang-orang terlihat terkejut.

"Safa perhatiin ya Abel tuh dari minggu-minggu kemarin bawaannya happy banget! Apalagi sekarang Safa baru sadar Abel jadi tambah gembil. Pasti ada sesuatu kan? Kan?" tanya Safa yang membuat Abel memegang kedua pipinya.

"Apapun alasannya semoga Istiqomah Bel. Hal ini baik, baik banget. Gue dukung," kata Dea yang diangguki oleh Safa dan Sinta.

Dey atau Dea memang memiliki sikap jutek parah. Jikapun sedang tertawa pasti waktunya hanya sekejap. Tapi- ucapannya mampu menembus relung hati yang paling dalam.

"Makasih Dey makasih semuanya. Abel ini juga lagi belajar kok," balas Abel yang kini tersenyum tipis, lalu menunduk karena malah teringat seseorang yang membuat hatinya tak karuan.

***

Di kelas XII IPA 5 yang kini tampak gaduh, karena jam kos membuat penghuninya semakin brutal. Masih jadi pertanyaan kenapa akhir-akhir sebelum perpisahan sekolah, mengapa malah menjadi semakin seru?

"Pokoknya kita pulang sekolah harus bikin hahu hoheng, gak mau tau!! Nih lihat beranda Instagram gue penuh banget sama hahu hoheng gue kan jadi ngiler," kata Aden yang kini semangat memperlihatkan layar gawainya kepada Jaja, Iki dan Maul.

"Lebay banget si kek cewek aja Den, ngidam lo?" balas Iki yang membuat Aden cemberut lucu.

"Mau gue pukul tuh muka? Geli banget pengen gue tonjok," kata Maul yang kini malah membuat Aden semakin memajukan bibirnya.

Semua dikelas jika dihadapkan dengan jam kos selalu membuat kelompok berkubu-kubu, berbagai macam topik membuat dikelas rasanya seperti pasar. Ada para perempuan yang tak pernah kehabisan topik untuk mengobrol, laki-laki yang selalu heboh ketika main game dan ada juga yang jail, entah perempuan atau laki-laki.

"Gue mau ngomong serius. Ini tentang Radzo," ucap Jaja yang kini membuat Aden, Iki dan Maul terdiam dan menatap serius ke arah Jaja.

"Pulang sekolah kita kumpul ya?" tanya Jaja yang diangguki oleh mereka.

"Kumpul nya sambil bikin hahu hoheng ya?" ucap Aden yang kini masih teringat dengan hahu hoheng makanan yang sedang viral itu.

"Serius Den? Sepengen itu?" tanya Maul membuat Aden berdiri dan mengangguk semangat.

"Yaudah lah Ja gak papa kan sambil bikin hahu hoheng? Umur gak ada yang tau," balas Iki.

Perkataan Iki membuat Jaja menoleh sempurna ke arahnya. Lalu Jaja tersenyum tipis dan mengangguk dengan pelan.

Sementara Iki dia baru sadar tidak seharusnya dia bicara seperti itu. Iki tidak bermaksud ke arah sana.

"Iya Den nih beli yang banyak biar semua anggota kebagian," balas Jaja yang kini menyodorkan sebuah kartu ke arah Aden.

"Makasih Ja lo itu Kakak pertama gue yang paling baik!!! Mimpi apa si gue punya tiga Abang kaya kalian?" balas Aden yang sedang mencoba mencairkan suasana, lalu menatap teman-temannya dengan jenaka.

Sementara Iki dan Maul hanya menatap tak terima.

"Mimpi!!" balas Iki dan Maul bersamaan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RAJABEL ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang