Bagian_29

70 11 0
                                    


Memahami atau mencintai keduanya adalah hal yang sangat berarti. Karena manusia mana yang mampu menolak untuk dipahami dan dicintai?

🪐🤍

***


"Tapi bener Mah. Abel pergi sama Jaja," ucap Abel yang baru saja menjelaskan, mengapa dirinya pulang selarut ini.

"Ya kalo sama Jaja kamu pasti dianterin. Ini kamu malah pulang sendiri, Mamah curiga jangan-jangan kamu selingkuh? Hah iya!" balas Mamahnya Abel dengan wajah yang kini sedang menahan amarahnya.

"Abel gak mungkin selingkuh mah. Itu hal yang gak pernah Abel pikirin dan itu gak akan pernah terjadi. Mamah harus percaya sama Abel," ucap Abel yang kini tampak menatap Mamahnya dengan tatapan sendu, karena dia tidak pernah menyangka Mamahnya mengatakan hal itu.

"Oh ya?? Terus pernah ada tuh yang kirim paket, pengirimnya namanya Koko. Itu nama laki-laki kan Bell?? Pasti kamu pergi tadi, sama cowok itu kan mikir dong!! Kamu ini emang gak pernah tau malu, gimana sama Jaja dia itu tunangan kamu!!"

"Mah Abel harus gimana buat Mamah percaya, Abel tadi pergi emang sama Jaja. Tapi, Jaja dia gak bisa anterin Abel karena dia ada keperluan mendesak dan gak bisa ditunda, jadinya Abel pulang sendiri," kata Abel yang kini menatap Mamahnya dengan tatapan lelah. Iya dia lelah. Sangat lelah, lelah dengan hatinya.

Karena faktanya dia ditinggalkan sendiri oleh Jaja. Tapi bercerita hal yang sebenarnya, tidak akan membuat Mamahnya percaya padanya.

"Bel! Dengerin Mamah, jangan coba lakuin hal apapun yang bisa ngerusak hubungan kamu sama Jaja, ngerti!"

"Emangnya kenapa kalau rusak Mah? Apa itu karena uang?" tanya Abel yang kini sudah berani menatap Mamahnya dengan percaya diri.

Plakk

"Berani kamu ngomong gitu sama Mamah?" balas Mamah Abel sesudah menampar.

"Kenapa? Kenapa sekarang semua hal yang Mamah sama Papah lakuin ke Abel itu bikin sakit hati. Abel selalu sakit Mah. Abel rindu Mamah sama Papah yang dulu, Abel rindu. Sederhana tapi Abel bahagia, apa Abel bisa kembali ke masa itu?" kata Abel yang kini sedang memegang pipinya yang memerah karena tamparan yang diterimanya, tak ada air mata mungkin sudah kebal.

Untuk hari ini, keduakalinya tamparan itu ia terima.

"Stop! Kamu gak inget apa kata Mamah. Jangan pernah ungkit hal itu!!" balas Mamah Abel yang kini amarahnya sudah diubun- ubun.

"Tapi tenang Mah. Apapun itu, Abel selalu dan akan selalu sayang Mamah sama Papah, gak akan pernah berubah."

Mungkin sampai mati.

***

Didepan gerbang hitam yang cukup besar terlihat seorang gadis yang sedang mengatur napasnya, karena kendaraan yang dia tumpangi terjebak macet al hasil dia memutuskan untuk berlari, apalagi dia memang telat bangun.

"Eh Abel ya? Kenapa telat tumben," ucap satpam penjaga sekolahnya itu.

"Hehe anu Pak- Abel kejebak macet terus-" ucapnya terpotong oleh seseorang yang memanggil dibelakang.

"Bell!"

"Koko? Kok ada disini, maksudnya Koko kesiangan juga?"

"Iya Bell," Sebenarnya gue nunggu lo.

"Eh si Aa ini mah dari tadi juga udah disini tapi gak mau ke dalem, katanya nunggu seseorang," balas Pak satpam yang menyahut

"Nungguin siapa Ko?" tanya Abel penasaran karena Koko dia anak baru, apa mungkin Koko sudah punya teman dekat?

"Eh- Nungguin Abel hhe," balas Koko dengan menggaruk kepalanya yang mungkin tidak gatal sama sekali.

"Hah? Nungguin Abel kenapa? Mau Apa? Padahal Koko masuk aja jadi gak kesiangan gini kan. Ntar di kelas juga bisa Ko."

"Gapapa Bell lo kan jadi ada temen kesiangan."

Abel udah tau, Ko. Koko nama aslinya Ziko, kapan Koko mau jujur? Rasanya aneh. Karena Ziko sama Koko apa mereka punya sifat yang sama?

"Gak usahlah Ko. Jangan gini lagi ya... Abel ngerasa bersalah."

"Loh kok gitu jangan ngerasa bersalah kan Koko yang mau, bukan Abel yang minta."

"Makasih ya... Ko." Entahlah rasanya dipedulikan memang bukan hal biasa bagi Abel. Dan ini membuat hatinya berdesir hangat.

"Yaudah atuh sok sekarang Mah masuk cepet ntar ketinggalan pelajaran lagi," kata Pak satpam pada mereka berdua.

"Iya Pak," Jawab keduanya.

***

Baru saja langkah mereka menjauh dari gerbang, ada seseorang yang kini menatap mereka dengan tatapan tajam.

"Kenapa Jaa?" tanya Koko yang kini tengah tersenyum penuh kemenangan, karena mungkin telah berhasil membuat Jaja cemburu, terbukti raut muka Jaja yang sangat terlihat sekali berbeda.

"Jaja? Ngapain disini?" kata Abel merasa aneh dengan keberadaan Jaja di tempat ini Apa dia menunggunya? Apa dia memperhatikannya karena belum ada di kelas? Apa... sudahlah jangan terlalu berharap tidak baik untuk hati.

"Bagus ya. Serasi banget. Kesiangan aja barengan," jawab Jaja, dengan nada dingin.

"Sebenarnya Koko gak kesiangan tapi dia nungguin Abel, jadinya dia ikut kesiangan," ucap Abel. Maksud Abel bukan seperti itu, dia hanya ingin menjelaskan bahwa Koko tidak kesiangan.

"Wow romantis ya Bell?" tanya Jaja pada Abel, sambil menatap penuh arti.

"Maksud nya apa Ja?" balas Koko seolah mencoba memanas-manasi.

"Kalian! Kenapa disini? Pelajaran sudah dimulai malah ngobrol kalian ini, ini juga Abel dan Koko kenapa masih pake tas kesiangan. Jam berapa ini," ucap Pak Maman yang tiba-tiba saja datang lalu melihat pergelangan tangannya untuk melihat jam berapa sekarang.

"Sudah hampir pelajaran pertama kalian mau ketinggalan, ini terlambat pake banget. Nanti waktu istirahat Koko dan Abel bantu Bu Aini ya buat beres-beres buku di perpustakaan, ngerti?"

"Iya Pak." jawab Abel.

"Yasudah cepat ke kelas." Perintah Pak Maman.

***

"Bell!!"

Lalu Abel berbalik badan menatap seseorang itu, ya dia yang sekarang membuat hatinya selalu merasa kacau.

"Ada apa Ja?"

"Ada apa? Lo udah tau kan gimana sifat asli dia? Lo lupa atau pura-pura lupa?"

"Apasih Ja aku sama Koko kan cuman kesiangan, itupun gak disengaja," balas Abel dengan nada pelan.

"Mungkin itu cuman jadi alasan karena dia pengen dihukum bareng sama lo, genit banget lo."

"Kok jadi Abel?"

"Iya lo genit."

"Genit dari mananya? Abel gak tau tuh, iya si cewek genit kebanyakan diajak jalan terus ditinggalin malam-malam lagi. Kaya cewek apaan aja," ucap Abel mengingat perlakuan Jaja padanya waktu itu.

Bel mau gue, lo benci sama gue. Karena cinta sama sesuatu yang sebentar lagi hilang itu menyakitkan.

"Abel gak pernah tau apa alasan Jaja jadi berubah kaya gini, kata-kata Jaja berubah sangat berubah. Apa Abel boleh ngira kalo ini cuman pura-pura?"

"Gue gak berubah! Ini gue yang sebenarnya."

"Gue mau lo jauhin Koko," lanjut Jaja.

"Kenapa harus dijauhin? Setidaknya Koko gak pernah bikin hati ini sakit, meskipun menurut Jaja Koko itu jahat tapi nyatanya Jaja yang lebih jahat."














Bersambung...












RAJABEL ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang