Bagian_22

89 12 0
                                    


Cinta? Apa itu?

"Lo siapanya Jaja? Temen atau pacar," tanya Dea.

Amira tersenyum tipis. Seperti ada hal yang gadis itu pikirkan.

"Iya. Gue pacarnya."

Ouh ini wanita spesial yang Jaja maksud. Udah Bel jangan berharap lebih. Loh kok berharap si. Maksudnya tuh aggrhh bingung.

Abel yang sedang berperang dengan hati dan otaknya.

Sinta dan Safa yang menampilkan muka terkejut.

Serta Dea yang biasa-biasa saja.

Dan tiba-tiba... Amira yang tertawa.

"Hahahh ya ampun kalian mukanya gitu banget. Gak percaya ya? Kalo seorang Raja Pridja punya cewek. Sama kok gue juga," ucap Amira yang terus tertawa.

"Maksudnya apa?" tanya Abel.

"Gue sepupunya. Bukan pacarnya, maaf ya udah boong," kata Amira yang menetralkan tawanya.

"Seorang Jaja. Raja Pridja, yang nyebelin tapi percaya deh dia itu baik. Tapi ya emang jutek," lanjut kata Amira.

***

"Baru pulang? Jam berapa ini!" Pernyataan dari Papahnya Abel membuatnya sedikit terkejut.

Ya Abel baru saja pulang namun belum sampai melangkah ke arah pintu, sudah disediakan pemandangan yang menakutkan.

Tampak Papah Abel yang sedang menahan amarahnya, dengan wajah yang tak bersahabat.

"Maaf Pah."

"Kamu itu harusnya kalo pulang sekolah, ya pulang ke rumah langsung, bukan malah main-main. Dasar anak bandel."

"Maaf Abel mau izin tapi hp Abel lowbat."

"Ya terus kamu mau nyalahin Papah iya?"

"Gak Pah."

"Sekali lagi kamu ngulangin hal ini. Papah bakal lakuin sesuatu. Yang bikin kamu nyesel. Ngerti?"

Ternyata dari tadi ada seseorang yang mendengar perkataan antara Abel dan papahnya.

Ternyata lo juga sama Bel kaya gue. Gak pernah diperlakukan baik sama keluarga. Apa gue tega harus terus nyakitin lo?

***

Aku tak pernah lagi merasakan hangatnya ketulusan dari Mamah dan Papah.

Semenjak saat itu. Saat dimana Papah bertengkar dengan Om Rudi.

Flash back

Saat aku masih berumur tujuh tahun saat aku di peluk oleh Mamah.

Aku tak mengerti perdebatan antara Papah dan Om Rudi. Hanya saja yang aku dengar, disebut namaku dan juga Lala (anak Om Rudi)

"Yasudah kita buktikan."

"Kamu memang selalu dapat juara Rudi. Aku akui bodoh, tapi aku tidak akan pernah membiarkan anakku juga merasakan hinaan karena kebodohan."

"Aku rasa buah tidak akan jatuh jauh dari pohonya."

Sejak saat itu aku terus didesak untuk selalu belajar.

Mamah dan Papah mereka terlalu ambius akan sebuah pujian.

Hingga makin lama aku merasa tertekan.

Kapan semuanya akan berubah, aku sudah muak dengan semuanya.

Aku rindu. Rindu dimana saat semuanya belum seperti ini.

RAJABEL ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang