Bagian_20

89 13 0
                                    

"Ini gue bawaiin makanan dari Mamah gue. Katanya buat lo."

Abel hanya menatap seseorang dihadapannya ini dengan tampang malas.

"Gue gak mau. Berapa kali gue bilang Ja. Gue gak mau liat wajah lo lagi. Gak ngerti juga?"

Namun Jaja hanya tersenyum. Dan sialnya senyum itu terlihat tulus, membuat Abel merasa bersalah. Namun sedetik kemudian Abel sadar, faktanya Jaja membencinya.

Namun mengapa sikapnya seolah tak membenci?

"Nih. Lo makan ya. Itu dari Mamah gue bukan dari gue," ucap Jaja sambil meletakkan tote bag di atas meja Abel. Lalu melangkah pergi ke luar kelas.

Untung saja pagi ini baru ada beberapa siswa di kelasnya, jadi Abel merasa tenang.

"Hai, Bell," ujar Safa

"Hai Saf."

"Tumben bawa bekel Bell," kata Safa sambil melirik ke arah tote bag di meja Abel.

"Em.. iya gapapa aja."

Lebih baik Safa gak tau ini dari Raja.

"Oh iya tadi Safa liat kayanya.. Jaja habis di kelas ini. Habis nemuin Abel ya?"

"Iya."

"Dan sebenarnya ini bungkusan dari Jaja juga?"

"Em"

"Kenapa gak bilang aja. Abel lagi ada masalah apa si sama Jaja, cerita sama Safa Bel. Siapa tau Safa bisa bantu."

"Apa boleh ya.. Saf Abel benci sama Jaja?"

"Ya.. benci boleh tapi, harus ada alasannya Bel."

"Safa dengerin ini deh," kata Abel sambil mendekatkan spek dari Handphone Abel.

"Hah! Itu.. suara Jaja bener kan?"

"Tapi gak mungkin. Ini tuh aneh banget tau gak," lanjut Safa sambil menatap Abel dengan tampang terkejut.

"Gak aneh Saf, dari awal kan Jaja emang kesel ya karena Abel disuruh sama Pak Maman, jadi apa yang aneh?"

"Abel jangan dulu percaya! Ada yang aneh Bel dari nadanya kaya biasa aja. Kita harus tunjukkin ini ke Jaja."

"Kita liat ekspresi dia," lanjut Safa.

***

"Waw ada yang lagi sakit hati ini," ucap Iki sambil tersenyum jahil kearah Aden.

Yap. Sekarang mereka sedang berkumpul karena memang waktunya istirahat dan mereka berada di kantin.

"Sakit hati. Sakit hati. Gue itu sakit gigi ya lo jangan berisik deh, makin cenat cenut nih," balas Aden sewot.

"Yaelah makanya lo kurangin dong makan yang manis-manis mau tidur tuh gosok gigi dulu.. kambuh lagi kan tuh sakit Gigi, bikin repot aja," kata Maul menimpali.

"Diem lo! Kek emak gue aja, lagian gue ngerepotin apa sama lo?"

"Ya repot lah nih.. kalo yang laen mah mereka curhat karena patah hati, lah kalo si Aden mah malah curhat sakit gigi dan itu tuh gak cuman sekali. Bener gak Ki?"

"Iya tuh bener," ucap Iki menimpali.

"Udahlah kita unpren. Lagi sakit gigi malah dibikin emosi!"

"Ya.. gapapa deh lo berdua udah gak peduli, yang penting Jaja masih ada. Iya gak Ja?" Lanjut Aden.

"Ja!"

"Jaja!"

"RAJA!" Teriak Aden tepat di samping telinga Jaja.

"Awss.. lo apasi kalo gue bonge gimana?"

"Ya.. lo bengong aja, mikirin apasi. Lo masih peduli kan sama gue?"

"Peduli maskud lo? Gue gak ngerti apa yang kalian bicarain.."

Sementara Iki dan Maul mereka berusaha menahan tawa. Sementara Aden menatap wajah Jaja dengan datar.

"Gue sekarang lagi sakit gigi. Tapi tidak ada yang peduli rasanya sungguh menyayat hati," ucap Aden puitis.

"Ya.. kalo lo sakit kenapa sekolah?" tanya Jaja.

"Lucu juga ya anak SMA gak sekolah.. karena sakit gigi. Kek Adek gue yang SD aja," kata Maul.

"Dih kalian denger ya anak SMA juga manusia kali, yang bisa sakit gigi. Emang ada ya sejarahnya.. kalo sakit gigi tuh harus anak kecil, kalo kalian mau tau nih ya mungkin di sudut dunia ini tuh ada yang lebih tua dari gue yang sakit gigi.. kalian tuh gimana.. si," cerocos Aden.

"Sudut bumi? Bumi kan lingkaran. Emang lingkaran ada sudutnya?" tanya Iki.

"Astaghfirullah, subhanallah, ini lagi sakit gigi harus sabar Aden. Oke Den semangat dan tersenyum." Walau pedih.

"Eh iya gue lupa. Pak Maman tadi nitip kopi ke gue," ucap Jaja sambil melihat jam ditangan kirinya.

"Hah terus kenapa tadi lo malah nyamperin kita terus duduk malah bengong lagi, duh Pak Maman pasti lagi ngedumel tuh. Parah emang lo Ja."

"Ya kalo lupa. Mau gimana."

"Astaghfirullah.. Jaja, ternyata kamu disini kamu ini gimana si, Bapak nitip kopi ke kamu loh malah asik nongki disini," ucap Pak Herman yang baru saja datang.

"Duh maaf pak Jaja lupa. Yaudah deh sebagai permintaan maaf sekarang saya teraktir Bapak."

"Dih kamu nyogok saya?"

"Lah kok nyogok si, yaudah kalo gak mau. Gapapa juga."

"Bapak pengen kopi?" tanya Aden yang tadi hanya melihat perdebatan Jaja dan pak Herman.

"Bukan! Ya iyalah kamu denger tadi saya ngomong apa."

"Ouh.. kopi tuh yang kalo upacara harus ada ya?" tanya Maul absurd.

"Itu topi."

"Ouh topi tuh kalo ngetik salah ya?"

"Itu typo!"

"Ouh typo yang suka ada di tubuh preman?"

"Itu tato!"

"Ouh tato jajanan yang itu kan?" ucap Maul sambil menunjuk ke arah snak yang ada di kantin.

"Itu taro!"

"Ouh..taro it-"

"DIAMMM!!!!!."

"Maranehmah ngarieutken Bapak wae."

Kalian tuh bikin pusing Bapak aja.

***

"Loh kalian mau apa?" ucap Jaja kepada Safa dan Abel yang menunggu di depan kelas Jaja.

"Ada hal yang mau kita tunjukkin," balas Abel.

"Tunjukkin apa?"

"Eh eh.. ada neng Safa nih.. bentar gue panggil si Aden nya dulu," ucap Iki yang baru saja ingin keluar kelas, namun kembali lagi ke dalam untuk memanggil Aden.

"Dih.. siapa juga yang nyari Aden," ujar Safa setengah teriak.

"Gue rasa jangan disini, mau mampir dikantin dulu?"

"Gimana Saf?" Tanya Abel.

"Iya boleh aja Bel."

"ABEL!!" Teriak Sinta sambil berlari ke arah Abel dan disisinya ada Dea juga.

"Tenang tarik nafas buang.." ujar Safa pada Sinta dan Dea yang terlihat engos-engosan.

"Bel bel lo tau gak.. anak baru itu siapa tuh.. eh..namanya Dey?"

"Si Koko Bell dia dikeroyok, sama anak sekolah sebelah."























Bersambung....












🤍

RAJABEL ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang