.
.
.
"Apa masih sakit?", tanyanya saat diatasku. Akupun menoleh ke arahnya.
"Sedikit, tapi tak seperih tadi", kataku.
"Intimmu agak bengkak, aku sedikit membantumu mengeluarkan cairan kita yang berada di dalam. Apa kah sakit?", tanyanya lagi dan kujawab gelengan.
"Tidak, malah itu membuatku lupa akan rasa sakitnya", jawabku jujur.
Lagi-lagi kulihat dia terdiam kemudian mencium dahiku dan bergerak turun ke bawah seperti mau kembali duduk. Kurasakan sekali lagi dia menyentuh pinggiran intimku dan duduk lebih dekat. Aku melihat segala hal yang dia lakukan sampai kurasakan jemarinya kembali menekan intimku. Jari yang dia gunakan untuk menekan intimku ia pindahkan ke perutku. Saat ini satu tangannya berada di perutku dan dia menatapku. Aku membalas tatapannya dan kurasakan sesuatu hal yang aneh mencoba mendorong masuk ke dalam intiku bersamaan dengan Steve yang kembali merangkak ke atasku. Pergerakannya sangat cepat dan tak terbaca, bahkan aku masih saja terdiam saat dia sudah mulai memompa di bawah sana. Kesadaranku kembali.
"Steve kau gila! Ini sakit Steve, berhentilah! Ah!", kataku yang tak diperdulikannya.
Dia tetap memompa di bawah sana dengan cepat dan sesekali mencium rambutku. Aku yang kesakitan dan masih lelah karena pemerkosaan semalam memilih diam. Aku pasrah.
"Ah Steve, ah berhentilah"
.
"Steve..ah"
.
"Mmh"
.
"Steveee"
.
"Yes, moan Honey ahh moannn", desahnya.
"Ahhh"
.
"Ah"
.
"Sakit..Steve, ahh"
.
"Yes baby, ah just it no more ahh"
.
"Steve ah, pelannn emmhhh"
.
"Steve I cum ahhh"
.
"Together Honey, ah ah ah ah"
.
"Emhhh..ARGHHH", akhirnya aku dan Steve keluar bersamaan. Lagi-lagi, dia mengeluarkannya di dalam.
Steve langsung ambruk menindihku setelah dia menuntaskan pelepasannya. Gajahnya masih ada di dalamku. Dia berbisik mengajakku mandi bersama, tolakanku berubah menjadi suatu keharusan olehnya setelah tenaganya mulai kembali. Diangkatnya aku dan digendong seperti koala. Yup, dengan gajah yang tak keluar dari rumahnya.
Saat mandi di dalam bath up, dia kembali memaksaku untuk berhubungan dengannya. Ancamannya adalah menyebarkan foto telanjangku. Dia tetap mengeluarkan cairannya di dalamku hingga 2 kali. Alasannya, toh nanti aku akan minum pil darinya. Jadi kemungkinan hamil sangat kecil, hampir tak ada. Aku tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengizinkannya, kutolak pun dia pasti bisa memaksaku. Kita melakukannya hingga 2 kali dikamar mandi sampai membuat kulit tanganku berkeriput.
Puas dengan tindakannya, dia menggendongku ke sofa kamarku. Kenapa digendong? Karna berdiri saja aku lemas, apalagi jalan. Tulangku serasa remuk, bahkan badanku seperti tak bertulang saking lemasnya. Dia mengeringkan badanku, memakaikan aku baju, mengeringkan rambutku dan merapikannya. Setelah aku sudah rapi, dia berjalan ke arah ranjang dan melucuti semua seprei, selimut, dan sarung bantal guling.
Dengan menggunakan bathrobe dia keluar membawa kain kotor itu. Aku masih terdiam tanpa sepatah katapun, lelah rasanya. Aku hanya bersandar di sofa kemudian merebahkan diri. Sekitar setengah jam setelahnya dia kembali dengan menggunakan bajunya semalam. Dia menggendongku membawaku ke sofa ruang tamu dan menyalakan TV. Dia kembali ke kamar dan kemudian membawa handphoneku juga barang-barangnya.
"Saya akan pergi mengambil mobil dan membeli makan untuk kita. Aku akan sekalian mampir ke apotek membeli pil untukmu. Jadi beristirahatlah", ucapnya lalu mengecup dahiku dan berjalan ke arah pintu keluar.
Saat sampai di depan pintu, dia menoleh ke arahku dan berkata:
"Ah, dan bilang ke sekretarismu untuk menunda jadwal keberangkatanmu menjadi esok hari. Aku akan membuatkanmu surat dokter, agar kau mendapat izin. Aku pergi".
Aku cukup malas menanggapinya karna aku benar-benar sudah lemas. Aku juga sudah berfikir untuk menghubungi sekretarisku untuk merubah jadwal. Tak mungkin dengan kondisiku seperti ini, aku berangkat beberapa jam lagi. Tubuhku benar-benar butuh istirahat total, perutku juga sudah kelaparan. Walaupun di kulkas ada makanan, tapi sakit di intimku membuatku mengurungkan niatku ke dapur. Lebih baik aku menunggu dokter Steve datang membawa makanan.
Kira-kira 1 setengah jam hingga dia kembali. Saat kembali, banyak makan yang dia bawa. Bahkan ada 1 kantong yang isinya segala jenis obat, p3k, dan testpack. Selesai makan, dia langsung memberiku sebuah pil yang entah apa namanya. Yang jelas itu pasti pil pencegah kehamilan. Selanjutnya dia merebahkanku dan memberikan salep di sekitar daerah intimku mengurangi nyeri dan pembengkakkan.
Huh untung dia dokter, jadi setidaknya dia lebih bisa diandalkan. Tak ada pembicaraan diantara kita. Masing-masing sibuk dengan urusannya. 1 jam berlalu dan dia langsung mengajakku untuk tidur. Ternyata ranjangnya telah ia benahi dengan rapi. Ia merebahkanku disampingnya.
"Kau tak pergi?"
"Tidak, besok pagi aku akan mengantarmu ke bandara. Aku juga telah menukar jadwal shiftku menjadi sore hari. Jadi kau tak perlu khawatir", jelasnya tanpa mau aku balas.
Aku sudah malas dengannya. Itu kesimpulan mutlak yang kufikiran. Tentang kondisiku saat ini yang kotor, aku memutuskan untuk melupakannya. Semua terjadi atas ketidaksadaranku, sadar dan menolak pun aku akan tetap gagal. Yang kufikirkan saat ini adalah aku harus benar-benar mengikhlaskan hal ini. Jangan sampai aku terpuruk dan berlarut-larut. Jangan sampai aku hamil, jangan sampai aku berhenti ditempatku saat ini. Karna aku saat ini adalah bagaimana aku esok. Bagaimana aku bisa bahagia di masa depan. Jika aku berhenti disini karena terpuruk, aku akan menambah kehancuran hidupku dimasa depan. Biarlah semua ini menjadi rahasiaku dan dia. Tentang fotoku? Aku akan berusaha menghapusnya tanpa dia tau.
Aku telah mengurus semua dokumen keberangkatan dan perjalananku besok pagi. Setelah makan, aku melemparkan semua hal ke sekretarisku dan asistenku. Aku juga membatalkan niatku untuk membawa salah satu dari mereka. Alasanku adalah meminta Megan untuk mengurus kasus dokter Steve ke kejaksaan dan pengadilan. Sedangkan Chelsea, dia kuminta untuk tetap stay di meja sekretaris. Berjaga jika ada laporan masuk atau pekerjaan yang harus segera kukerjakan.
Awalnya mereka ingin menjengukku dan memaksa salah satu dari mereka ikut dalam perjalananku. Tapi aku bersikukuh untuk menolaknya. Aku takut tak bisa menutupi perubahanku saat ini. Apalagi bercak merah yang ditinggalkannya begitu banyak. Aku takut mereka curiga dengan alasanku menunda keberangkatan, sakit, dan bercak merah yang mereka lihat. Ditambah Steve yang sampai saat ini masih di apartemenku tak kunjung pergi. Seakan dia sedang menghabiskan waktu bersama kekasihnya.
Tidurnya yang sangat pulas disampingku membuatku juga tak enak untuk mengusirnya. Terlebih dia memaksa tidur sambil, errr huh..bayangkan bayi jika hendak tidur dia harus menyesap apa. Ya, itu yang dilakukannya saat ini. Risih pastinya, tapi aku tak bisa berbuat banyak saat ini mengingat dia memiliki fotoku. Aku tak mungkin menghancurkan karirku, ditengah aku yang sedang melarikan diri dari masa maluku. Bertahun-tahun aku menghindar untuk pulang ke tanah airku. Pulang pun hanya saat libur natal, musim dingin, atau panas.
Ah, hal ini mengingatkanku dengan kejadian dulu walaupun banyak perbedaan yang cukup terlihat dengan mata. Berbeda dengan dulu, tak ada kata cinta saat ini yang mendasari hubunganku dengan Steve. Tapi hubungan kita mengalir begitu saja. Dibalik ini semua akupun tak tau apa yang direncanakan Steve kepadaku. Hanya saja apapun itu aku akan tetap menghadapinya. Aku sekali lagi tak mau untuk lagi-lagi pergi mencari negara baru untuk kutinggali membuka lembar baru disana. Semoga Spanyol lebih dari cukup untukku sampai aku menua nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa Tuhan Pertemukan
Historia Corta18+++ 21++++++++++++++ (Mohon jika belum berumur 18+ jangan baca yang bertanda 🔞) Dipertemukan kembali setelah beberapa tahun putus komunikasi di acara reuni seangkatan SMA membuat hati Apsa/Auris bergetar. Kenangan pahit-manis saat bersama dengan...