.
.
.
Kuarahkan juniorku ke intimnya, kulesakkan pelan sampai ujung kepala juniorku masuk. Kulihat dia mulai panik, kembali kubungkam mulutnya dengan bibirku. Sedikit kukeluar-masukkan kepala juniorku. Hingga dalam sekali hentakkan, kudorong juniorku hingga masuk seluruhnya ke dalam Apsa. Saat ini aku dan Apsa telah menjadi satu, kudengar pekikan tertahan ditengah lumatanku. Aku memang sedikit merasakan hambatan saat memasukkan juniorku. Apa dia? Shit! Aku langsung melepas bungkamanku dan melihat ke bawah. Tak ada darah. Lalu? Ah
Fucking Care About it!
Aku melanjutkan aktifitasku, kuhentakan secara kasar intimnya. Kuhujam berkali-kali dengan kasar dan tanpa ampun. Apsa? Dia hanya menangis dan mendesah di bawahku. Aku tak peduli, selagi dia tak berteriak. Terkadang kukecup kedua matanya yang terus memejam seakan tak mau melihat kejadian ini. Aku semakin menghentakan, menghujam, dan menusuk intinya secara kasar dan cepat. Aku tak peduli rintihannya, aku tak peduli kesakitannya ataupun desahannya. Lama aku mengaduk intimnya hingga aku merasakan sesuatu memberontak ingin keluar. Atas keinginanku hasratku ingin mendengar suaranya dan ingin dia menyaksikan pemerkosaan ini di dalamnya, aku membisikinya hal yang membuatnya takhluk padaku.
"Jika kamu tak ingin aku mengeluarkannya di dalam, moan Apsa..buka matamu, serukan namaku, mendesahlah, buat aku puas, maka aku tak akan mengeluarkannya di dalammu", kataku dengan suara yang sudah rendah menandakan aku sudah dipenghujung batasku.
Kulihat Apsa membuka matanya, tatapan kita saling beradu. Dia kembali menutup matanya saat mendesah dan memanggil namaku.
"Ah emh dokteerrhhh"
"Ah Ah emh ahhhh"
"Steve panggil ah aku Steve Honey", pintaku sudah di ujung tanduk.
"Ah ah aghh Steveee"
"Aggghhh Steve aku ah ah ahhh hampir keluar ah"
"Buka matamu Apsa!", kataku yang sudah tak tahan ingin keluar.
"AH!"
"AHHH"
"STEVE! AH AKU"
"AH STEVE AKU AH KELUAR"
"AKU AH STEVVEEEEEE!!!!!!!"
"FUCK YOU APSAA ARRRGGHHHHHH", kuhentakkan kuhujamkan juniorku dalam-dalam ke intimnya.
Semburan panas tercampur menjadi satu dariku dan milik Apsa bersamaan. Kudorong semakin dalam juniorku ke intinya, menikmati sensasi yang tersalurkan secara alami. Tak hentinya semburanku di dalamnya, hingga akhirnya aku jatuhkan tubuhku menindihnya.
Setelah cukup mengatur nafas dan kesadaran kembali normal Apsa tersadar akan sesuatu begitu juga aku. Aku melihat ke arah bawah ke intim kita berdua. Aku sedikit mengeluarkan juniorku dari rumahnya, kudengar Apsa sedikit mendesah. Cairan cintaku dengan Apsa mulai keluar seiring bersama juniorku yang kukeluarkan walaupun tak sepenuhnya. Ada sedikit warna kemerahan di cairan cinta kita berdua. Darah? Dia masih virgin? Saking tak menyangka dan menolak untuk percaya, aku langsung melesakkan kembali juniorku membuat Apsa sepenuhnya tersadar."KAU!", bentaknya. Akupun secepat kilat mengecupnya, entah dorongan darimana.
"Kamu masih virgin?", tanyaku tak ada jawaban darinya. Tak lama dalam keheningan dia kembali membentakku marah.
"KAU! Kau bilang tak akan mengeluarkannya di dalam jika aku membuka mataku dan menyebut namamu! Kau pembohong!", hardiknya.
Sementara aku masih di atasnya, menindihnya, bahkan juniorku masih ada di dalamnya tak mau keluar. Tetap gagah siap berperang. Ketika dia mulai sadar aku sudah memundurkan kepalaku dari samping lehernya. Aku terkekeh mendengar kemarahannya.
"Heh, kau yang tak mendengarkanku Apsa. Aku mengatakan puaskan aku", kataku.
"KAU! A-h", ucapannya terhenti ketika aku kembali memompa di bawah sana.
"A-apa yang kau lakukan! Berhenti brengsek!", umpatnya.
Ah entahlah, mendengarnya marah dan mengumpatiku membuatku semakin terangsang. Teriakannya membuatku semakin bernafsu menggagahinya hingga dia tak lagi bersuara. Kupastikan akan membuatnya pasrah di bawahku dan terjerat denganku sampai kapanpun. Aku mengagahinya berulang-ulang, 2 kali keluar di dalamnya belum membuatku puas. Aku pun tak tau berapa kali aku mengeluarkan spermaku di dalamnya. Dengan sadar aku hanya menjadikannya boneka pemuas nafsuku saat itu. Membolak-balikkan tubuhnya sesukaku sampai dia tak sadarkan diri.
Aku tak tau dia pingsan atau tertidur akibat kelelahan. Yang jelas, kita dia tak sadar pun aku tetap menggagahinya yang kutelentangkan hingga alarm di samping ranjangnya menyadarkanku jika ini sudah jam setengah 7 pagi. Terkahir kali aku tak menyianyiakan pelepasanku, kudorong juniorku sampai ujung rahimnya dan cairanku memenuhinya di dalam hingga meluber keluar. Ah puas rasanya dendamku bisa terbalaskan, aku sangat menantikan reaksinya ketika tersadar.
Sebelum beranjak tidur, aku beranjak ke dapur untuk mengambil minum. Kulihat apartemennya rapi dan wangi, berarti Apsa tergolong orang yang rajin. Kubuka satu persatu ruangan, tak ada yang spesial bagiku. Hanya membuatku dapat menyimpulkan bahwa dia orang yang rapi dan mandiri. Setelah puas melihat-lihat aku kembali ke kamar Apsa yang terlihat berantakan karena ulahku. Kupungut baju-baju yang berceceran di lantai dan langung kucuci di mesin cuci. Tak lama aku menjemur pakaianku dan Apsa, kemudian beranjak ke kembali ke kamar Apsa memindahkannya ketempat yang agak bersih.
Aku mengambil sprei dan selimut bersih dilemari kemudian kugunakan untuk menutupi bekas percintaanku dengan Apsa. Dengan masih sama-sama telanjang aku mengangkat Apsa yang tertidur, merebahkannya di sampingku dengan dadaku sebagai bantalnya, menyelimutinya, memeluknya dan tertidur.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa Tuhan Pertemukan
Cerita Pendek18+++ 21++++++++++++++ (Mohon jika belum berumur 18+ jangan baca yang bertanda 🔞) Dipertemukan kembali setelah beberapa tahun putus komunikasi di acara reuni seangkatan SMA membuat hati Apsa/Auris bergetar. Kenangan pahit-manis saat bersama dengan...