"Untuk pertama kalinya aku memohon, tolong, tolong, dengarkan aku sekali ini saja. Bawa aku pergi."___
Malam yang seharusnya waktu untuk beristirahat malah dijadikan ajang menambah penat. Dunia malam diisi oleh manusia pengangguran di luar sana. Mencari nafkah dengan cara instan.
"Gilang bukan?" tunjuk Felly pada seorang yang melajukan motornya menuju WC SPBU, dan memarkirkan asal di sana.
Tidak asing laki-laki itu berada di luar, kehidupan malam yang sudah biasa. Mega keluar dari antrian, dan memarkirkan mobilnya tepat di samping motor milik Gilang.
Entah apa yang dilakukan Gilang hingga ia menjadi langganan diburu oleh geng liar, termasuk saat Mega membantunya waktu itu.
Senyumnya mengambang saat melihat mobil yang ada di sebelah motornya. Gilang mengetuk jendela mobil itu, dan mengisyaratkan untuk membukakan pintunya.
"Gue ikut!" kata Gilang saat tangannya menutup pintu mobil. "Kalau masalah gak mau bagi hasil. Gue gak perlu digaji," sambungnya saat Mega menatap tidak setuju.
Mega keluar, berniat menyuruh Gilang pergi, tapi saat itu Gilang pindah ke kursi kendali dan ia langsung menghidupkan mesin mobil itu. Saat membuka pintu belakang, Mega mendapati kursi belakang kosong dan berdecak kesal melihat senyum Gilang di depan.
"Mau naik apa gue tinggal?" tanya Gilang.
Mega tidak bisa berkata apa-apa, selain duduk di kursi belakang. Laju mobil yang berusaha mendahului mobil yang ada di depannya, berpacu padahal memiliki tujuan yang berbeda, memang aneh.
"Jadi, target kita apa?" Felly menoleh ke belakang, melihat Mega yang fokus dengan ponselnya.
Wanita itu merangkak ke kursi belakang. "Liatin apa, sih?" dan langsung duduk di sebelah Mega. Ikut memperhatikan apa yang dilihat oleh Mega.
Mobil berbelok pada persimpangan. Ternyata kehadiran Gilang tidak merugikan mereka.
"Jadi, gini. Kita harus ngebunuh 10 orang." Kalimat Mega terjeda. "Dengan waktu tiga hari," sambungnya.
"Ngebunuh? Alasan?" tanya Felly. Membuat Mega tergelak.
"Sejak kapan kita diberi alasan?" Mega malah balik bertanya.
"Tapi ini nyawa, Me," timpal Gilang dari depan. "Dan, 10 orang itu gak sedikit," lanjutnya.
Gilang menepikan mobil tepat di depan deretan toko yang sudah tutup, lalu menghadap kebelakang menatap Mega.
"Jadi, lo emang gak tau alasan kenapa mereka harus dibunuh?" tanya Gilang lagi.
Mega memberikan ponselnya pada Felly yang memperlihatkan senyum-senyum pria tua yang gila akan uang. Sudah jelas dari mata mereka semua. Bagi Felly pun, ia tidak segan menggantikan malaikat untuk merenggut nyawa-nyawa mereka yang tidak peduli akan dosa, karena dendam masa lalunya masih ada.
Masih teringat saat ia diadopsi menjadi anak dari sepasang pejabat tinggi, laki-laki yang selalu berdasi dengan perut yang penuh gizi. Ia pikir akan merasakan hidup yang berhagia, tapi ternyata laki-laki tua itu hampir merebut masa depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH ME? || Ryujin ✔️
Mystery / ThrillerJuara 2 dalam kompetisi Writing With Shana Publisher 🥈 Ding... Dong... Suara bel yang tak henti berirama, nyatanya rumah ini sama sekali tidak dipasang bel yang nyata. Namun, suara itu seakan nyata sampai ke telinga. Boleh berterima kasih akan ha...