Jangan pernah berbagi luka dengan orang yang ada di sekitar. Karena itu hanya akan membuat terlihat menyedihkan.
______Regan______
Panggilan diputuskan sepihak, Mega menggigiti kukunya sambil berpikir apa yang harus dia lakukan. Seharusnya mereka pergi besok atau lusa, agar bisa menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.Telinganya masih hangat karena teriakan Regan dari balik ponselnya. Sejuta kata kasar keluar dari mulut karena adiknya mengambil langkah sendiri.
“Bodoh!”
“Mau apa lo sampai di sana? Lo pikir semudah itu nemuin mereka?!”
“Apa yang kalian punya? Gak ada! Dan jika kalian tertangkap, habis kita semua!”
Helaan napas terus keluar dari mulut Mega, suara Regan memang tidak terdengar di telinga lagi, tapi masih terngiang di kepalanya.
“Tindakan sekarang, sama aja kalian nyerahin diri ke polisi!”
Satu sisi, dia takut dengan Regan. Tapi di sisi lain, ia lelah dengan semuanya.
Mega melirik alat yang melingkar di tangannya. 01:25. Angka yang terlihat di layar membawanya kembali pada masa yang sangat ingin ia lupakan. Namun sayang, itu akan selalu teringat saat ia menghabisi nyawa seseorang.
“Tidak sulit. Cukup bayangin mereka itu orang yang ngebunuh papa.” Begitulah Regan mengatakan kepada Mega, agar ia tidak ragu.
Kepalanya mendadak merasakan panas, dan sakit diwaktu yang bersamaan. Mega keluar berniat untuk mendinginkan kepalanya. Tidak ada yang berkeliaran di larut malam seperti ini. Kecuali para burung hantu yang meramaikan keheningan malam, dan sesekali kelelawar melewatinya, hanya untuk menyapa.
“Jika pun gagal, terus gue berakhir di balik jeruji atau bisa saja mati. It’s not bad.” Seketika senyumnya mengambang.
“Pa, Mega pengen ketemu.”
Wanita itu mendongakkan kepalanya, dan mata yang mulai berkaca-kaca. Tanpa ia sadari air mata mengalir begitu saja dari sudut mata.
Berdiri di tepi jalan sepi dengan tubuh yang bersandar di samping mobil, sekilas ia melihat wanita yang sedang terlelap di dalam sana. Wajah bayi, tapi pemikiran dewasa. Sosok sahabat yang sudah seperti kakak, dan adik dalam hidupnya.
“Kalau Mega mau ketemu Papa, Felly gimana? Dia sama siapa?”
Suara yang tidak pernah terlupakan di telinganya, si pemilik suara dengan paras tak jauh beda dari Regan. Mega tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya. Hari sudah terlalu larut, mungkin saat ini ia sedang terlarut dalam halusinasi.
Senyum mengambang di wajah yang mulai berkerut, namun laki-laki itu masih terlihat tampan. Tapi sayang, Umurnya tidak setua wajah yang ia miliki. Ia terlalu keras bekerja demi menghidupi ke dua anaknya.
“Bukannya udah janji gak bakal nangis?” Laki-laki itu bersandar di pintu mobil sambil menatapnya.
Seharusnya Mega merasakan kebahagiaan, tapi ia malah berdecak kesal, menyuruh laki-laki itu pergi. Mega menghapus air matanya, dan kembali mendongakkan kepala menatap langit kelam di atas sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH ME? || Ryujin ✔️
Mystery / ThrillerJuara 2 dalam kompetisi Writing With Shana Publisher 🥈 Ding... Dong... Suara bel yang tak henti berirama, nyatanya rumah ini sama sekali tidak dipasang bel yang nyata. Namun, suara itu seakan nyata sampai ke telinga. Boleh berterima kasih akan ha...