"Mampu atau tidak, tidak ada yang tau kecuali diri kita sendiri."____
“Dapet!” teriak Felly. “Tapi di gedung sebelah,” sambungnya.
Mereka bersiap-siap berjalan menuju gedung sebelah, sambil melesatkan tembakan ke arah panah yang mengarah pada mereka.
“Duluan.” Mega memberi jalan untuk Felly.
Mereka berjalan di balik tembok agar tidak terdeteksi oleh orang lain, sesekali Mega memegangi kepalanya yang semakin terasa sakit.
“Ruangan F51, lantai tiga,” ujar Felly saat mereka menginjakkan kaki di dalam gedung.
Mereka berjalan dengan tenang, karena tidak ada tanda-tanda serangan yang datang. Felly melepaskan alat yang terpasang di telinganya, alat yang digunakan sebagai penghubung mereka dengan Regan.
“Capek gak, sih?” Felly melirik ke arah Mega, ia sibuk mengisi ulang pistolnya yang berukuran kecil itu. Wanita itu hanya tersenyum sambil menaikkan alisnya.
Bagaimana bisa dia mengatakan lelah dengan ini semua, sedangkan dalang dari semuanya adalah keluarganya sendiri. Jika ia mengatakan lelah atau tidak sanggup dengan semua ini, nyawanya akan hilang saat itu juga.
“Yes, i know your position.” Felly tersenyum dan memasangkan alat itu ke telinganya lagi.
Tangga terakhir yang mereka naiki langsung menunjuk pada ruangan yang mereka tuju. Serangan memang sudah berakhir, namun masih ada yang membuat mereka pusing. Bahkan, lebih baik bertarung fisik dari pada bertarung dengan otak seperti ini.
“Fell.” Mega menatap pasrah.
Mega menunjuk dinding yang diukir oleh deretan huruf kapital yang tidak beraturan. Sudah jelas itu adalah petunjuk, karena ruangan yang mereka masuki tidak berisi apa pun di sana.
GL – EBOLN – SZMFFZ
< - <
< - < - >
< - <“Berdua!” Felly menatap sinis pada Mega yang langsung dibalas dengan senyum tak bersalah. Di antara mereka, otak Felly lah yang bisa diandalkan.
Mega menyembunyikan rasa sakitnya, ia berpura-pura fokus agar Felly tidak marah padanya.
Akhirnya setelah hampir 15 menit melihat huruf yang tidak berarturan itu, Mega pasrah dan membiarkan Felly berpikir sendiri. Ia mengitari seluruh ruangan dan memperhatikan setiap sudut yang ada. Barang yang mereka cari sama sekali tidak ada di sana.
“Gue dapat!” Felly berteriak senang membuat Mega berlari ke arahanya.
“Gimana-gimana?” Mega mendekatkan dirinya pada Felly. “Otaknya encer banget.”
“Hemeh.” Felly menatap sinis pada temannya itu.
“Jadi gini, panahnya ada tiga, dan ngarah ke kiri. Ini tanda pisah kita anggap spasi. Coba ambil huruf ketiga sebelum ini.” Felly menunjuk kode yang ada di hadapan mereka.
“G, E, D.” Mega mengeja huruf satu persatu. “D?” Lalu ia menatap Felly dan disambut dengan anggukan.
“I?” lanjut Mega sambil memastikan.
“Di balik?”
Setelah menghitung mundur tiga huruf sebelumnya, Mega berhenti di kata ketiga.
“Tandanya ke kanan, dan cuma ada satu panah.” Felly mencoba mengarahkan Mega, agar suatu hari nanti temannya bisa membantu untuk memecahkan masalah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH ME? || Ryujin ✔️
Mistero / ThrillerJuara 2 dalam kompetisi Writing With Shana Publisher 🥈 Ding... Dong... Suara bel yang tak henti berirama, nyatanya rumah ini sama sekali tidak dipasang bel yang nyata. Namun, suara itu seakan nyata sampai ke telinga. Boleh berterima kasih akan ha...