11

25 4 0
                                    

Biru hendak pergi keluar ketika bel istirahat berbunyi. Namun, Raka mencegahnya "Mau kemana, Bir? Mau ketemu Si Faris lagi ya?"

Biru menggelengkan kepalanya "Bukan ketemu Faris. Hari ini, dia lagi dispen gara-gara jadi perwakilan lomba basket antar-sekolah."

"Oh... syukurlah dia gak ada." lirih Raka merasa senang

"Apa tadi kata lo?" tanya Biru yang memang tak terlalu mendengar perkataan Raka

"Hehe, bukan apa-apa kok. Lo jadinya mau kemana?" Raka mencoba mengalihkan pembicaraan

"Mau ke kantin, lapar."

Raka berdiri dari duduknya dan tersenyum. Lalu, menggandeng tangan Biru "Iya udah, ayo gue temenin."

Biru menatap Raka dengan heran "Kenapa lo tiba-tiba senyum? Kerasukan penjaga kelas?"

"Enak aja lo. Udah ayo pergi." Raka mulai berjalan

"Iya udah, tapi jangan pakai pegangan tangan segala. Mau nyebrang pak?" Biru melepas tangannya dari genggaman tangan Raka dan lelaki itu terpaksa membiarkan tangan Biru terlepas dari genggamannya. Mereka pun berjalan beriringan menuju kantin. Tak jarang, banyak adek kelas yang menyapa Raka. Ia pun membalas mereka dengan senyuman terbaiknya. Hal itu membuat adek kelas menjerit kegirangan mendapati Raka, sang idola membalas sapaannya.

"Dasar lo ya, Ka. Tukang baperin anak orang." ejek Biru tersenyum melihat Raka yang sibuk membalas sapaan para adek kelasnya

Raka menoleh ke arah Biru "Bukan baperin, Biru. Gue gak mau aja dibilang sombong. Gue itu tipe orang yang ramah, hehe."

"Terserah lo dah, tong." putus Biru yang malas berdebat dengan Raka

Sesampainya di kantin, mereka memakan pesannya masing-masing. Biru tampak memakan gado-gado sedangkan Raka memakan geprek yang terlihat sangat pedas.

"Bir, lo gak mau nyobain geprek gue?" Raka mencoba menyuapi Biru untuk mencicipi makanannya

"Gak ah, gue gak suka pedas." Biru sangat enggan memakan makanan yang pedas. Ia memang takut makan makanan yang pedas.

"Rugi lo kalau gak mau, Bir. Enak banget."

"Enak ya enak, tapi lihat tuh keringatan lo. Awas banjir nanti."

Raka ingin sekali mengelap keringatnya itu. Tapi, ia kesusahan karena tangannya tengah digunakan untuk makan. Di tangannya juga terdapat bekas cabai geprek tadi. Namun, ia tetap mencoba untuk menyeka keringatnya. Biru mencegah Raka yang ingin mengelap keringatnya sendiri menggunakan tangan "Raka tunggu. Biar gue bantuin." Biru mengeluarkan sapu tangan dari sakunya. Kemudian, ia menyeka keringan Raka menggunakan sapu tangan itu. Raka merasa tubuhnya menegang ketika jaraknya dengan Biru sangat dekat. Ada getaran hebat di hatinya. Hanya saja ia tak tau, perasaan apa itu. Setelah Biru selesai menyeka keringatnya, ia berusaha bersikap biasa saja walaupun hatinya tak karuan "Makanya, jangan pedas-pedas kalau beli geprek." tegur Biru tersenyum dan kembali pada posisi awal. Raka tak membalas ucapan Biru, ia masih bingung dengan perasaannya barusan.

Setelah selesai, mereka kembali lagi ke kelas. Saat tiba di kelas, Raka dan Biru menemukan Sovi yang hanya duduk sendiri di bangku depan. Sepertinya, ia sedang bertengkar dengan Sila dan Ilma karena tadi Raka dan Biru melihat Sila dan Ilma sibuk bercanda dengan Safira di kelas XI-IPS 2 yang tak lain adalah kelasnya Safira "Bir, kayaknya Sovi lagi bertengkar deh sama Sila, Ilma." tebak Raka

"Sok tau lo." Biru mencoba sok acuh. Namun sebenarnya, ia merasa kasihan pada Sovi. Ia pernah ada di posisi yang sama dengan Sovi yaitu sendirian. Sangat miris baginya jika mengingat hal itu. Ia tak mau Sovi mengalami apa yang ia rasakan. Ingin rasanya, ia menemani Sovi. Tapi, ia takut jika Sovi mengusirnya dan menganggapnya sok cari muka di depan Raka.

"Yeh... lo gak percaya sama gue. Gue udah hafal sama sifat Ilma. Pasti dia yang racunin Sila buat jauhin Sovi juga."

"Iya tau kalau Ilma itu mantan lo waktu SMP. Jadi, udah hafal ya pak sama sifatnya?" goda Biru

"Apaan sih, Bir? Gue kan cuma beberapa hari doang pacaran sama dia dan itu pun belum tau sifat aslinya yang suka ngadu domba. Setelah tau, gue langsung aja putusin dia." kesal Raka

"Lo emang Fakboy ya, Ka. Masak sering pacaran tapi cuma bertahan beberapa hari doang?"

"Resek ya lo. Udah ah, mending kita samperin Sovi aja. Kasihan dia sendirian. Gak bisa gue lihat cewek sedih."

"Tapi, Ka.." cegah Biru

"Tapi apa? Takut dia ngusir lo? Gak akan, ayo." Raka pun menarik tangan Biru untuk menghampiri Sovi "Sov." panggilnya setelah tiba dihadapan Sovi yang tengah menunduk, sepertinya sedang menangis

Sovi pun mendongakkan kepalanya "Eh, kalian." ia mencoba menghapus air matanya

"Lo kenapa? Lagi berantem ya sama Ilma?" tebak Raka

Sovi tak menjawab ucapan Raka. Ia kembali meneteskan air matanya. Biru yang tak tega melihat Sovi kembali menangis langsung duduk di sebelah Sovi. Ia mencoba menghibur Sovi. Sekarang, ia sudah tak peduli jika Sovi akan menolaknya mentah-mentah. Yang ia pedulikan adalah kondisi Sovi "Udah Sov, lo jangan nangis. Lo gak sendiri kok, ada gue sama Raka."

Sovi memeluk Biru dengan tiba-tiba. Rasa bersalah muncul dalam hati Sovi pada Biru. Ia yang pernah tega menjauhi Biru sehingga Biru merasa sendiri. Kini, ia tau perasaan Biru ketika dijauhin oleh para sahabatnya, sangat sedih "Bir, maafin gue ya. Gue dulu udah jauhin lo."

"Iya Sov, gue juga minta maaf ya kalau punya salah sama lo." Biru membalas pelukan Sovi

"Nah, gini dong. Kan enak lihatnya kalau kalian gak berantem." celetuk Raka tersenyum. Disusul oleh Biru dan Sovi yang ikut tersenyum.

Mereka bertiga pun tersenyum bersama.

Dari depan pintu kelas, Sila dan Ilma sibuk melihat mereka bertiga. Ada perasaan kangen dalam hati Sila. Terutama, ia sangat kangen dengan Biru. Kenangannya bersama Biru pun muncul dalam pikirannya, Dia dan Biru yang sering bercanda hingga ketawa mereka yang menggelegar memenuhi kelas, terkadang ditegur oleh teman-teman lainnya karena mereka berdua berisik "Gak bisa. Gue juga harus baikan sama mereka." ucap Sila tiba-tiba. Ia hendak berjalan menghampiri mereka bertiga

Ilma mencegah Sila "Mau kemana, Sil?"

"Gue juga mau minta maaf sama Biru."

"Tapi dia udah ninggalin lo."

"Gue gak peduli. Intinya gue tetap mau minta maaf sama dia. Lo kalau gak mau, gak usah ikut." Sila melangkahkan kakinya. Ilma yang merasa tak ada pilihan lain pun ikut mengekori Sila yang ingin menemui mereka bertiga.

"Hai." sapa Sila canggung. Raka, Sovi dan Biru pun menoleh ke arah Sila dan Ilma yang berada di samping Sila "Biru, Sovi, gue minta maaf ya sama kalian. Terutama sama lo, Bir. Gue beneran menyesal." ucap Sila tulus

"Gue juga minta maaf." tambah Ilma

"Iya, gue maafin kalian." balas Sovi

"Lo, Bir?" tatapan Sila berhenti di Biru yang diam tak menjawab. Sepertinya, dia masih kaget dengan semua yang terjadi.

Seketika Biru sadar dari lamunannya "Eh... iya, gue udah maafin kalian kok."

"Sini peluk." pinta Sila yang merasa bahagia. Mereka berempat pun berpelukan. Menyalurkan kerinduan masing-masing.

Raka berdecak malas "Gue gak dipeluk juga?"

"Diam deh, bang." tegur Sovi

"Terus aja gue gak diajak kalau ada acara pelukan kayak gitu." goda Raka pura-pura kesal. Namun dalam hatinya, ia pun ikut senang melihat mereka baikan

"Lo kan cowok, bencong. Jadi, gak boleh ikut." cibir Biru tertawa. Disusul oleh mereka semua yang ikut tertawa.

END
.

.

.

.

.

.

.

.

Tapi boong:)

Maafkan author ya wkwkw

Biru Tengah Malam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang