36

17 2 0
                                    

Bu Nina mengulang ucapannya yang digantung "Nilai kalian 85. Selamat buat kalian." ia melihat ke arah Arka "Gitu dong, Arka. Kalau kayak gini kan, kamu gak modal tampang doang. Tapi, otak kamu juga jadi modal. Ibu harap, kamu akan semakin rajin untuk belajar lagi. Tidak hanya di pelajaran ibu saja, namun disemua pelajaran lainnya."

"Siap, bu." jawab Arka sumringah. Ia menoleh pada Biru. Mereka langsung bertos ria "Gue bilang juga apa? Gue pasti dapat nilai bagus." ia tersenyum "Karena gue udah belajar semalaman agar lo bangga sama gue. Ini gue lakuin buat lo." lanjutnya dalam hati

"Iya-iya deh. Gue salah dan gue bakal traktir lo." ucap Biru. Baik Rifa maupun teman-teman Biru sama-sama terkejut dengan kedekatan Arka dan Biru. Mereka berdua layaknya teman yang akrab sekali. Memang sejak beberapa hari ini, Arka dan Biru menjadi dekat. Mungkin karena seringnya kerja kelompok bareng.

"Janji ya?" Arka memastikan

"Iya, gue janji. Lo mau gue traktir sore atau malam aja?"

"Malam aja. Tapi, gue juga punya satu permintaan lagi dan lo harus ngabulin itu."

"Permintaan apa?"

"Udah nanti aja. Tapi, lo janji dulu bakal ngabulin permintaan gue."

"Asal gak aneh-aneh aja."

"Gak aneh kok. Gimana, mau kan ngabulinnya?" Biru hanya menganggukkan kepalanya, pertanda mengiyakan ucapan Arka.

Tak terasa, waktu terus berjalan dan bel pulang telah berbunyi. Sebelum pulang, Arka mendekati Biru "Mau tau apa permintaan gue?"

"Iya udah, cepetan. Apa permintaan lo?"

Arka langsung membisikkan sesuatu di telinga Biru. Biru yang mendengar permintaan Arka langsung kaku seketika. Andai saja, ia tau akan permintaan Arka ini, mungkin tadi ia tak perlu berjanji pada Arka untuk mengabulkannya.

"Tapi, Gus..." Biru ingin menolak

Namun, Arka lebih dulu memotong ucapan Biru "Udah gak ada tapi-tapian. Gue jemput lo nanti." dengan sadar, ia melengkungkan bibirnya ke atas membentuk sebuah senyuman. Kemudian, ia berjalan keluar.

***

Biru ragu untuk keluar dari kamarnya. Pasalnya, ia sedang berpenampilan sebagai Biru asli bukan menyamar menjadi cupu. Tadi, Arka meminta agar Biru berpenampilan seperti layaknya Biru, tak usah menyamar jadi cupu karena Arka sudah tau yang sebenarnya. Tiba-tiba, pintu kamarnya diketok oleh bundanya "Sayang, ada Arka di depan."

Biru buru-buru membuka pintu "Arka udah ada di sini, bun?" ia benar-benar terkejut pasalnya, mereka janjian masih setengah jam lagi

"Iya, sayang. Ayo, samperin."

Biru pun menuju tempat Arka menunggu dirinya "Gus, kenapa lo udah disini? Kita kan janjiannya masih setengah jam lagi." Arka terkagum melihat penampilan asli Biru. Mulutnya sedikit menganga. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia masih tak percaya bisa melihat penampilan Biru seperti ini dari jarak yang cukup dekat. Biru melambaikan tangannya di depan wajah Arka "Woy, malah ngelamun. Mingkem, uy. Dimasuki lalat baru tau rasa lo."

"Eh, lo bilang apa tadi?" kata Arka saat kesadarannya kembali

Biru berdecak kesal "Gue nanya, lo kenapa udah ada disini? Kan janjiannya masih setengah jam lagi."

"Gue bilang, jam 19:30 WIB udah sampai tempat makannya, bukan baru berangkat." ucap Arka santai

Bunda Kiya tersenyum melihat anak-anak ini "Udah Biru, gakpapa. Mungkin, Arka gak mau kemaleman pulangnya. Mending, kalian berangkat aja."

Biru akhirnya mengalah. Ia dan Arka berangkat menuju tempat makan setelah berpamitan dengan Bunda Kiya. Beberapa menit kemudian, mereka sampai di tempat makan yang Biru pilih. Tempat makan itu berada di pinggir jalan.

"Lo beneran mau makan disini?" tanya Arka. Ia tak yakin jika gadis cantik seperti Biru akan makan di tempat sederhana seperti itu.

Biru melirik Arka dengan remeh. Ia menduga jika Arka tak pernah makan di tempat seperti ini "Yakinlah. Lo gak mau makan disini? Iya udah, berarti gak usah gue traktir ya?"

"Enak aja lo, gue mau banget lah makan di tempat kayak gini. Lo lupa kalau gue anak tongkrongan yang gak milih-milih tempat nongkrong?"

Biru sedikit terkejut. Ia sudah salah beranggapan tentang Arka. Ia mengira Arka tak akan mau makan di pinggir jalan "Iya udah, ayo duduk." ajak Biru. Mereka pun mencari tempat duduk yang kosong untuk mereka tempati. Kebetulan, tempat duduk mereka itu ada tepat di sebelah gerobak jualan. "Pak Ahmad. Pesan mi ayamnya dua. Sama es jeruk satu." Biru melirik Arka "Lo mau minum es teh apa es jeruk, Gus?"

"Es teh aja." sahut Arka

"Sama es teh satu ya Pak Ahmad." tambah Biru menoleh pada Pak Ahmad, penjual mi ayam

"Siap neng. Tumben bawa teman? Pacar baru ya neng?" goda Pak Ahmad. Mereka memang sudah akrab karena Biru sering makan di tempat itu.

Belum sempat Biru menjawab, Arka sudah menyambar pertanyaan Pak Ahmad "Iya Pak, saya pacarnya."

Pak Ahmad tersenyum "Owalah, selamat ya neng Biru. Pacarnya ganteng lo." ia pun kembali fokus menyiapkan pesanan Biru dan Arka

Biru mencubit lengan Arka yang duduk disampingnya. Ia begitu kesal dengan lelaki itu yang sembarangan mengaku sebagai pacarnya. Arka sedikit meringis "Aw, apaan sih lo?"

"Apaan-apaan, lo kenapa ngaku-ngaku pacar gue?"

"Kenapa? Gak terima gue cuma ngaku-ngaku doang? Mau jadi pacar gue beneran?" ucapnya santai

Biru membulatkan matanya. Ia tak habis pikir dengan ucapan Arka yang ceplas-ceplos "Ogah."

Arka menyipitkan matanya dan menatap Biru dengan intens. Biru agak sedikit grogi mendapat tatapan dari Arka dengan jarak yang sangat dekat. Arka terus saja melihat Biru "Gak mau, tapi pipi lo kok merah sih? Grogi ya?" godanya

Biru langsung menutupi kedua pipinya menggunakan tangan. Ia tampak salah tingkah "Eng-gak kok, gak merah."

Arka tertawa lepas "Hahaha, muka lo lucu." Biru menampilkan wajah datarnya. Ia benar-benar kesal sekarang. Bukannya berhenti menggoda Biru, Arka malah Menjadi-jadi. Ia menarik karet rambut Biru hingga rambut panjang Biru yang awalnya diikat, kini telah terurai akibat ulah Arka. Biru menatap tajam Arka. Kemarahannya sudah berada dipuncak. Melihat hal itu, Arka berhenti menggoda Biru "Oke-oke gue minta maaf. Tapi, jujur lo lebih cantik saat rambut lo di urai kayak gini."

Biru tak menghiraukan Ucapan Arka. Beberapa detik kemudian, Pak Ahmad datang memberi pesanan mereka "Pesanan datang."

Biru dan Arka mengambil alih pesanannya masing-masing. "Makasih Pak." ucap mereka bersamaan. Mereka pun menikmati mi ayam itu.

"Enak banget." aduh Arka yang masih melahap mi ayam miliknya

Biru mengangguk pertanda setuju dengan ucapan Arka "Emang. Makanya gue sering makan di sini. Pelanggan setia Pak Ahmad nih gue." sombongnya

"Kayaknya, setelah ini gue bakal jadi pelanggan setia Pak Ahmad juga."

"Bagus tuh. Lo gak bakal nyesel jadi pelanggan Pak Ahmad. Di sini lo bisa irit karena sepuluh ribu udah dapat mi ayam sama es teh. Enak banget kan? Mana mi ayamnya enak banget lagi, paket komplit lah disini."

"Iya, paket komplitnya lagi kalau makan di sini sambil ditemenin lo." Arka keceplosan

"Apaan sih lo?" Biru tersenyum kecil. Bisa-bisanya, cowok dingin ini melontarkan gombalan padanya. Arka juga ikut tersenyum ketika gadis di sampingnya itu tersenyum. Hatinya menghangat melihat senyuman itu. Ia tak menyangka jika hanya gara-gara senyuman Biru akan begitu memberi pengaruh besar bagi hatinya.



Biru Tengah Malam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang