12

21 4 0
                                    

Hari terus berganti, Biru, Sila, Ilma dan Sovi sudah berbaikan dan kembali dekat. Namun, tekadang Biru merasa canggung jika hanya bertiga dengan Sovi dan Ilma, tanpa ada Sila. Mungkin karena mereka terlalu lama tak bertegur sapa. Lain halnya dengan Sila, Biru malah semakin berisik dengan suara ketawanya jika bersama Sila. Mereka tampak semakin parah jika digabungkan. Bisa-bisa kelas akan rusuh walaupun terkadang ada guru yang mengajar. Tak jarang, mereka akan kena semprot guru karena tiba-tiba saja tertawa bersama secara tak jelas.

Namun, hari ini tampaknya Sila lagi gak mood mengajak Biru bercanda. Ia katanya kesal dengan Raka "Lo, kesal kenapa sih sama abang lo? Bilang sama gue, bakal gue pites tuh anak." tanya Biru penasaran karena Sila tak seperti biasanya yang suka bercanda

"Ini nih, abang nyuruh gue minta nomornya Winda." aduh Sila

"Winda?" tanya Biru bingung. Pasalnya, ia baru dengar nama itu.

"Winda, adek kelas." balas Sila

Raka hanya bisa tersenyum kikuk. Biru memastikan ucapan Sila dengan cara menanyakannya langsung pada Raka "Benar, Ka? Buat apa?"

Raka tak menjawab pertanyaan Biru. Malah, Sila yang menjawab "Abang suka sama dia dan nyuruh gue minta nomornya."

Tiba-tiba dada Biru merasa sesak "Kenapa gue gak suka kalau Raka sama cewek lain? Apa gue udah cinta sama dia?" batinnya

Biru mencoba menatap Raka dengan lekat, berharap yang diucapkan Sila itu tidak benar. Namun, harapannya pupus ketika Raka tiba-tiba menjawabnya "Iya gue akuin, gue tertarik sama Winda. Udah sana mintain nomornya, Sil. Ajak Biru sekalian biar lo ada temannya."

Sila menatap Biru "Mau lo ikut gue, Bir?"

Biru mencoba bersikap seolah tak terjadi apa-apa padanya "Iya, udah. Ayo, cuma ikut aja kan."

"Iya udah, yuk. Males gue kalau sendiri."

Sila dan Biru pun pergi ke kelas Winda, adek kelasnya itu. Tidak sulit untuk mendapatkan nomornya. Malah, mereka mendapatkannya dengan meminta langsung pada orangnya. Setelah mengetahui alasan mengapa Sila meminta nomornya, Winda pun dengan senang hati memberikannya. Siapa sih yang gak mau nomornya diminta oleh Raka, most wanted SMA Wismaraja?. Tentu saja, sebagian besar cewek di sekolah ini senang jika berada di posisi Winda.

Setelah berhasil meminta nomor Winda, Biru dan Sila kembali ke kelasnya. Sila langsung memberikan nomor Winda pada Raka. Raut bahagia terpancar di wajah Raka setelah menerima nomor Winda "Sepertinya, Raka benar-benar menyukai cewek itu." gumam Biru dalam hati. Jujur dari lubuk hati yang terdalam, Biru sadar bahwa ia sudah mencintai Raka.

Tiba-tiba Sila dipanggil Sovi untuk ikut menemani ke toilet, biasa tancap biar tetap cantik walaupun udah siang "Gue ikut Sovi dulu ya, Bir. Awas ikut gila lo ada bareng abang. Tuh kan abang senyum-senyum sendiri, ngeri gue." setelah mengucapkan itu, Sila berlari karena takut di marahi oleh Raka

"Benar kata Sila, lo gila ya Ka. Senyum-senyum gak jelas." ejek Biru

"Lo tuh Bir, enak aja bilang gue gila." bantah Raka

"Kalau lo gak gila terus apa? Kerasukan?"

"Bukan juga, Biru. Ini namanya jatuh cinta. Lo kayak gak tau aja gimana rasanya" Raka menjeda perkataannya "Eh, tapi tunggu. Gue penasaran lo suka sama siapa, Bir. Soalnya lo gak pernah cerita dan gue juga gak pernah lihat lo bareng cowok selain sama Faris. Gak mungkin juga, orang yang lo suka itu Faris."

"Udah ah, gak penting. Ngapain coba lo tiba-tiba nanya itu ke gue?"

"Serius, Bir. Gue penasaran banget, lo suka siapa? Gak mungkin kan lo gak suka sama siapapun."

"Tau ah." Biru malas jika membahas soal ini

"Please, Bir. Kasih tau gue. Gue janji akan jaga rahasia."

Biru terus saja mengabaikan permintaan Raka. Tapi, Raka juga tak menyerah untuk mencari cara agar Biru bisa memberitahunya "Ayolah, Bir. Kasih gue satu klu deh. Janji gak nanya klunya lagi."

Biru yang merasa jengah pun terpaksa memberitahu satu klu pada Raka "Gue suka sama temannya Niku." Raka tau jika Niku hanya dekat dengan dirinya, Dimas dan Iqbal "Dimas? Atau Iqbal?"

Biru menggeleng "Bukan mereka berdua lah."

Raka merasa bingung, setaunya hanya itu teman dekat Niku "Siapa lagi kalau bukan mereka? Kan cuma mereka, teman dekatnya Niku."

"Elo, Raka. Dasar gak peka." batin Biru kesal

"Tau ah, gue cabut mau ke Faris dulu."

"Eh, Bir tunggu. Gue belum tau siapa orangnya." Biru tak menghiraukan Raka. Ia hanya melambaikan tanganya pada Raka. Setelah itu, ia berjalan keluar kelas.

***
Biru pulang kerumahnya setelah tadi menaiki angkot "Assalamualaikum, Bun." ucap Biru ketika membuka pintu rumahnya. Ia tak mendengar sahutan dari bundanya. Mungkin bundanya ada di dapur, jadi tak mendengarnya.

Biru pun beranjak menuju dapur. Benar saja, bundanya itu tengah memasak nasi goreng kesukaannya "Rupanya bunda disini. Pantesan, aku salam gak ada yang jawab."

Bunda Biru (Kiya) menoleh ke arah anak tunggalnya itu "Kamu udah pulang?"

"Belum bunda. Ya udah pulang lah, anak bunda yang cantik ini kan udah ada didepan bunda. Gimana sih bun?" ujar Biru terkekeh

Bunda Biru tersenyum "Kamu lapar?"

"Emm... iya lapar banget bunda. Bunda masak nasi goreng kesukaan aku lagi? Jadi makin lapar aku." rengek Biru seperti anak kecil

"Ganti baju dulu, baru boleh makan."

"Iya udah deh, aku ke kamar dulu." pamit Biru meninggalkan satu kecupan di pipi bundanya

Bunda Biru merasa terkekeh dengan sikap anaknya itu "Uhh... bau matahari kamu, kak." Biru hanya tertawa mendengar cibiran bundanya itu. Ia pun terus berjalan menuju kamarnya. Butuh beberapa menit untuk Biru berganti baju dan mencuci mukanya yang agak kusam karena seharian berada di sekolah, maklum fullday. Setelah selesai berganti baju, Biru kembali lagi ke ruang makan. Di meja sudah tertata rapih nasi goreng kesukaannya. Membuat Biru semakin tak sabar untuk melahapnya. Namun, ia tahan karena ingin menunggu ayahnya pulang kerja "Bun, ayah belum pulang?" tanyanya

"Belum kak, mungkin sebentar lagi."

Tiba-tiba ayah Biru datang menghampiri Biru dan bundanya "Assalamualaikum."

"Walaikumsalam." jawab Biru dan bundanya secara bersama. Kemudian, mereka berdua mencium tangan ayah Biru secara bergantian

"Ayah ganti baju dulu. Setelah itu kita makan bersama. Oh iya, nanti ada yang ingin ayah bicarakan sama kalian berdua." kata Ayah Biru. Ia pun berjalan menuju kamar untuk berganti pakaian

Setelah Ayah Biru kembali ke meja makan dan mereka bertiga sudah makan bersama, Ayah Biru benar-benar ingin membicarakan sesuatu, tampaknya serius.

"Ayah mau ngomong apa ya?" tanya Biru yang sudah penasaran

"Ayah dipindahtugaskan ke luar kota satu bulan lagi, tepat setelah kamu kenaikan kelas." Yup, ayah Biru adalah pegawai biasa di salah satu perusahaan sepatu. Ia mendapat kenaikan pangkat, namun harus dipindahtugaskan ke luar kota, di salah satu cabang perusahaan yang sama.

"Beneran, yah? Nanti kalau aku kangen ayah gimana?" Biru tampak lusuh

"Ayah udah putusin kalau ayah bakal bawa kamu sama bunda juga ke sana. Jadi kamu pindah sekolah ya, nak." pinta Ayah Biru

Bagai disambar petir, perasaan Biru tiba-tiba hancur.

Biru Tengah Malam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang