41

18 2 0
                                    

Acara pertunangan terus berlangsung. Kini, tiba saatnya pertukaran cincin pertunangan. Raka memang menyematkan cincin pertunangan di tangan Tisa, namun tatapannya tetap fokus menatap Biru yang sedang berdiri bersama Arka. Dalam tatapan itu tersirat makna yang sulit untuk diartikan.

Sedangkan, Biru mati-matian menahan air matanya agar tak jatuh. Ia harus sanggup melihat ini semua. Melihat hal itu, Arka merangkul Biru, mencoba untuk menguatkannya. Ia mengerti jika saat ini, Biru sangat butuh sandaran di sampingnya.

Setelah Tisa dan Raka selesai memasangkan cincin pertunangan, Biru sudah tak bisa berlama-lama berada di tempat itu. Ia mengajak Arka untuk pulang "Gus, pulang yuk!"

"Iya udah, ayo!" Arka menggandeng tangan Biru keluar

Melihat Biru keluar dari rumahnya, Raka hendak menyusulnya. Namun, tangannya dicekal oleh Tisa "Kakak, mau kemana?"

Raka bingung harus menjawab apa "Ah, gak jadi kok." Ia mengurungkan niatnya untuk menyusul Biru

Di sisi lain, Biru hanya diam saat berada di dalam mobil Arka. Ia hanya menatap keluar kaca mobil. Arka beberapa kali melirik Biru. Melihat Biru yang tetap bungkam, Arka tiba-tiba menepikan mobilnya. Biru sempat terkejut dan langsung menoleh pada Arka "Kok berhenti disini, Gus?"

Arka tak menjawab pertanyaan Biru. Ia turun dari mobil dan menarik tangan Biru untuk keluar dari mobil dan membawanya ke suatu tempat. Biru hanya pasrah akan dibawa kemana oleh Arka, walaupun ada kebingungan yang ia rasakan. Arka melepas tangan Biru ketika sampai di tempat tujuannya, yakni sebuah taman yang kebetulan sudah agak sepi karena malam. Biru semakin dibuat bingung "Ngapain kita kesini?" tanyanya

"Gue mau lo ngeluapin semua masalah lo disini." pinta Arka

Biru menarik sebelah alisnya ke atas "Maksud lo?"

Arka menghembuskan nafasnya kasar "Gue tau lo dari tadi nahan tangis kan? Udah, lo sekarang nangis aja. Keluarin semua kekesalan lo supaya lo bisa tenang."

Biru menyangkal jika dirinya ingin menangis. Lagi-lagi, ia tak mau menyedihkan di depan orang lain "Enggak kok, gue gak mau nangis." tapi, matanya mulai berkaca-kaca. Melihat Biru yang keras kepala, akhirnya Arka menariknya ke dalam pelukannya. Ia tak tega melihat Biru yang berpura-pura tegar, padahal hatinya tengah rapuh sekarang.

Benar saja, Biru menumpahkan air matanya di punggung tegap Arka "Kenapa semua ini terjadi sama gue, Gus? Cowok yang gue cintai udah resmi jadi tunangan orang lain. Padahal, dia udah janji mau jadi bulan purnama yang menerangi biru tengah malamnya gue. Tapi, apa sekarang janji itu masih bisa terwujud? Gue rasa ini gak akan bisa. Kalau pun bisa, mungkin dia hanya bisa jadi bulan sabit yang belum cukup buat menerangi gue di kala kegelapan tiba, hikk."

Arka mengusap punggung Biru "Lo lupain aja dia. Walaupun, dia gak bisa nepatin janjinya. Gue masih bisa nemenim biru tengah malam untuk menunggu pagi yang cerah. Gue ini Arka, yang berarti menjelang pagi. Emang gue gak bisa nerangin lo di kala malam. Tapi gue bisa nemenin lo di saat gelap agar lo gak sendirian menghadapinya. Gue emang gak bisa janji karena lo bakal kecewa saat gue gak bisa nepatin janji itu. Namun, gue akan terus berusaha sebaik mungkin."

Biru melepas pelukannya "Lo gak usah berusaha apapun buat gue, Gus. Gue cukup kuat kok menghadapi masalah gue."

Arka tersenyum "Ya, lo memang kuat. Oleh karena itu, lo harus bangkit dan gak boleh selalu terpuruk dengan keadaan ini. Lo harus buktiin sama cowok itu kalau lo juga bisa bahagia tanpa ada dia di samping lo."

"Iya, gue bakal coba." Biru menyeka sisa-sisa air mata di pipinya "Ngomong-ngomong, lo selalu berhasil buat gue kelihatan rapuh dihadapan lo."

"Kok bisa? Apa karena lo nangis di hadapan gue?" Biru mengangguk dan mendapat balasan berupa gelengan dari Arka. Ia tampak tak setuju dengan pendapat Biru kali ini "Menurut gue, menangis di hadapan orang lain bukan berarti rapuh dan menyedihkan. Kadang kala, seseorang perlu meluapkan perasaannya pada orang lain agar dia tenang dan beban yang dipikirkannya bisa berkurang."

"Gue gak tau kalau lo bakal mikir seperti itu. Tapi kalau menurut gue, gue lebih suka menyimpan kesedihan gue di lubuk hati gue. Gue gak bisa membagikan kesedihan pada orang lain. Yang perlu dibagikan pada orang lain cukup kebahagiaan aja. Gue juga yakin orang lain lebih suka cerita yang bahagia dari pada yang sedih."

Arka menatap Biru serius "Mungkin orang lain lebih suka dengan cerita bahagia lo. Tapi, gue juga akan suka kalau lo jujur tentang kesedihan lo sama gue. Maka dari itu, mulai sekaramg lo bisa cerita kesedihan lo sama gue. Gue bakal ada kapan pun lo mau." Biru hanya mengangguk sebagai balasan atas perkataan Arka. Ia belum sepenuhnya yakin jika ia bisa melakukan apa yang Arka katakan.

***

Hari ini, banyak siswa yang bergosip tentang Arka. Berita tentang Arka sedang menjadi topik utama di SMA Trisatya. Teman-teman Biru juga membicarakan mengenai kabar itu.

"Gue jadi penasaran sama ceweknya Arka. Kita semua tau kalau Arka cinta banget sama Adira. Masak sih, dia udah punya pacar?" tanya Dewi

"Gue sih, percaya. Mungkin, selama ini dia cuma pencitraan aja deketin Adira. Kalau dilihat dari perilakunya, gue yakin sebenarnya dia itu playboy." sahut Andan

"Menurut gue, Arka bukan playboy." Dewi melirik Biru yang sedari tadi diam "Kalau menurut lo gimana, Bit?"

Biru tengah sibuk dengan lamunannya. Ia tadi diajak Sila untuk merayakan ulang tahun Raka dua hari lagi. Tapi sayangnya, Biru tak bisa hadir karena kelasnya akan mengadakan studi tur ke gua bersejarah yang ada di kota itu.

Tak mendapat jawaban dari Biru, Dewi mengguncang pelan bahu Biru. Biru pun tersadar dari lamunannya "Ah, kenapa?" ia kebingungan

"Astaga, lo melamun? Lo gak nyimak kita dari tadi, Bit?" tegur Andan

Biru cengengesan "Hehe, maaf. Kalian lagi ngomong apaan emang?"

Dewi menghela nafasnya kasar "Kita lagi ngomongin cewek barunya Arka."

Biru menarik satu alisnya ke atas "Bagus punya cewek baru? Bukannya dia sukanya sama Adira?"

"Nah, itu. Tapi, udah ramai yang bicara kalau Arka punya pacar dan itu bukan Adira." sahut Dewi

"Emang ada yang pernah lihat Bagus berduaan sama pacar barunya?" tanya Biru heran

"Gak ada sih. Tapi, buktinya udah jelas. Dia pakai karet rambut cewek di pergelangan tangannya. Udah jelas kan kalau karet rambut itu milik pacarnya?" Andan tampak yakin dengan ucapannya

Biru mencoba berpikir positif. Sebenarnya, ia tak terlalu tertarik membahas kehidupan pribadi orang lain "Masak gara-gara karet rambut, kalian percaya kalau itu milik pacarnya Bagus? Mungkin aja, itu emang miliknya."

"Gak mungkin itu miliknya, Bit." Dewi melirik Arka yang kebetulan berjalan melewati mereka berempat "Tuh, tuh, lihat aja, Bit. Gelang yang dipakainya jelas-jelas punya cewek."

Biru mengamati pergelangan tangan kiri Arka. Memang benar, Arka memakai karet rambut sebagai gelang di tangannya. Gelang itu jelas milik perempuan karena ada miniatur yang sangat kecil berbentuk kepala kartun Spongebob "Itu kan..." Biru menggantung ucapannya karena masih tak percaya dengan yang dilihatnya.

Biru Tengah Malam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang