35

18 3 0
                                    

Biru sedang berada di gerbang SMA Wismaraja. Tapi ia ragu untuk masuk ke dalam. Oleh karena itu, ia menelepon Sila terlebih dahulu. Teleponnya tak diangkat, mungkin Sila masih sibuk dengan penampilannya.

"Biru? Lo Biru kan?" tanya Sovi yang tiba-tiba sudah ada di samping Biru bersama Ilma. Mereka berdua tampak tak percaya jika Biru ada di sekolahnya.

"Hmm.. iya. Ini gue, Biru." ucap Biru canggung. Ia sudah lama tak bertemu dengan kedua gadis ini. Ditambah, hubungan mereka berdua sempat renggang walau sudah baikan.

Ilma menganga tak percaya "Astaga, gue kangen banget sama Lo, Bir. Lo ngapain disini? Mau lihat Raka sama Sila tampil?"

"Iya, gue mau lihat mereka. Tapi, gue kayaknya agak telat datang ya?"

"Iya Bir, mereka emang udah tampil. Kabar baiknya, mereka berhasil jadi juara 1." ujar Sovi

Wajah Biru tampak kecewa "Benarkah? Yah, gue gak bisa lihat mereka di panggung deh. Gakpapa deh, masih bisa ngucapin selamat kan?"

"Boleh banget, Bir. Ayo, gue anterin ketemu mereka." ajak Ilma. Biru mengangguk dan mereka bertiga berjalan menuju tempat Sila dan Raka berada.

Sovi menunjuk sesuatu "Bir, itu mereka. Maaf ya, kita gak bisa lama-lama. Masih ada urusan lain. Kita udah ngucapin selamat kok sama mereka berdua."

Biru tersenyum "Iya gakpapa kok, makasih ya buat kalian berdua."

"Sama-sama, Bir." Sovi membalas senyuman Biru "Ngomong-ngomong, maafin kesalahan kita dulu ya, Bir? Kita benar-benar menyesal."

"Kalian santai aja, kita kan udah baikan." Biru tak ingin terus menyimpan dendam. Walau jujur, ia trauma akan dikhianati oleh orang-orang terdekatnya, seperti halnya yang dilakukan Sovi dan Ilma. Tapi, ia harus memaafkan mereka karena kebencian hanya akan mengantarkannya pada jalan yang salah dan Biru tak mau itu terjadi pada dirinya. Ia sudah memaafkan Sovi dan Ilma, namun mungkin tak bisa berteman dengan mereka seakrab dulu. Prinsip Biru, ia akan sangat percaya pada seseorang hanya satu kali. Jika orang itu menghianatinya, maka Biru akan sulit untuk percaya padanya lagi. Terlihat egois memang karena ada pepatah mengatakan bahwa semua orang berhak mendapat kesempatan kedua. Akan tetapi, bagi Biru kepercayaan yang dirusak sangat sulit atau bahkan tak bisa diperbaiki. Namun bukan berarti dia tak percaya lagi pada seseorang, maka dia tak ingin berteman lagi dengannya. Biru tak seperti itu, ia akan tetap berteman hanya saja membatasi diri agar tak semakin akrab.

"Makasih, Bir. Iya udah, kita pamit ya." ucap Ilma lega. Setelah mendapat jawaban berupa anggukan dari Biru, mereka berdua pergi dari tempat itu.

Sedangkan, Biru berjalan menghampiri Sila dan Raka. Ia berdiri di belakangnya "Cie... yang menang lomba couple nih." godanya. Raka dan Sila reflek membalikkan tubuhnya ketika mendengar suara yang tak asing bagi mereka. Ada perasaan bahagia ketika sahabatnya datang. Jadi, formasi tiga sahabat lengkap sekarang.

"Birbir." ucap Raka

"Biru. Kok gak telepon gue kalau udah sampai sini?" tanya Sila

Biru cemberut "Udah gue telepon, tapi gak diangkat-angkat sama lo."

Sila menepuk jidatnya "Astaga, gue lupa. Handphone gue disilent."

"Kebiasaan deh lo." mata Biru tak sengaja menangkap sesuatu yang tengah dipegang Raka "Wih, buket dari penggemar lo yang mana tuh, Ka? Besar banget."

Sila melirik Raka. Lirikan itu tampak mencibir "Bukan dari penggemar, tapi dari pacarnya, Bir."

"Sila, lo ember banget sih." kesal Raka

Kebahagiaan Biru ketika bertemu dua sahabatnya ini tiba-tiba luntur dan berubah menjadi kesedihan. Walaupun begitu, ia harus kembali menampilkan senyum palsunya "Cie... jadi insecure gue. Gue cuma bisa bawa hadiah buket kecil aja buat kalian berdua."

"Astaga Birbir. Lo gak boleh ngomong gitu. Kita gak nilai dari besar atau kecilnya hadiah dari lo. Lo datang aja, udah hadiah yang sangat tak ternilai harganya buat kita."

"Benar tuh, Bir." tambah Sila

Biru tersenyum "Iya deh, iya."

Sila merangkul pundak Biru "Sebagai balasannya, gue bakal datang ke sekolah lo minggu depan. Lo ikut lomba modeling kan?" Biru memang pernah bercerita jika ia ikut lomba modeling pada Sila

"Eh, jangan. Gue takut gak menang dan ngecewain kalian." sanggah Biru

"Gakpapa kok. Menang atau kalah, gue bakal tetap dukung lo kok." Sila menatap Raka "Lo juga kan bang?"

Raka tersenyum dan mengangguk "Iya, gue juga ikut. Lo mau minta hadiah apa, Bir?"

Jujur, Biru sangat senang "Sungguhan? Kalau gue minta bawain bunga matahari boleh?"

Raka menggaruk tengkuknya yang tak gatal "Boleh sih. Tapi, beneran bunga matahari? Bukannya cewek lebih suka bunga anyelir atau mawar gitu? Katanya sih lambang cinta dan kasih sayang gitu."

"Iya, bunga matahari aja Ka, biar beda dari yang lain." dusta Biru. Sebenarnya, ia meminta bunga itu karena melambangkan persahabatan. Ia tak mau jika Raka memberinya bunga mawar atau anyelir, maka pacar Raka akan cemburu. Raka hanya tersenyum. Ia tau jika Biru banyak berbeda dengan kebanyakan gadis di luar sana.

"udah kan? Ayo, kita foto dulu." ajak Sila semangat

"Lo foto terus, Sil. Buat di upload di sosmed kan?" tegur Raka. Ia sudah sangat paham dengan karakter Sila.

"Tau aja lo, bang." Sila cengengesan "Udah sini handphone lo." ia mengulurkan tangannya dihadapan Raka. Mau tak mau, Raka mengambil handphonenya dari dalam saku. Ia menyerahkannya pada Sila. Sedangkan, Sila menyuruh Biru dan Raka untuk mendekat dengan posisi Raka berada di tengah-tengah Biru dan Sila.

"Siap-siap, 1... 2... 3." ujar Sila. Baru satu kali berfoto, Sila menghentikannya. Ia tampak kesal "Abang, my wife lo ngechat nih. Sampai nyespam gitu."

Biru bingung "My wife? Pacar lo, Ka? Jangan-jangan dia lagi nyariin lo? Balas aja dulu, Ka." ia mengucapkan itu dengan menahan sesak di dadanya

Raka tampak sedikit bingung "Emm... udah, biarin. Kita lanjutin aja fotonya."

"Udah gakpapa, Ka. Samperin aja dulu pacar lo." kata Biru. Ia benar-benar tak enak hati. Ia tau jika Raka ingin juga menemui pacarnya. Tapi mungkin, ia merasa tak enak jika harus meninggalkannya yang sudah datang jauh-jauh.

"Udah gakpapa, nanti aja." kekeh Raka. Namun, Biru menangkap kekhawatiran di mata Raka. Biru menebak jika Raka sedang khawatir pada pacarnya.

***

Biru tengah was-was menanti nilai tes akuntansi Arka. Ia tak yakin jika Arka mengerjakannya dengan benar. Ia tak henti-hentinya melirik ke arah Bu Nina yang sedang mengoreksi jawaban. Perlu di ketahui, tes ini diwakili oleh setiap satu anggota kelompok yang kurang paham materi dari Bu Nina. Jadi gini, setiap kelompok itu di tes hanya satu murid saja, yakni murid yang tak paham materi penjelasan Bu Nina. Bagi satu anggota lainnya yang paham, akan diberi tugas untuk mengajari yang tak paham. Jadi, apabila yang di tes ini nilainya jelek, maka dua-duanya dari kelompok tersebut akan sama-sama dihukum. Kenapa begitu? Karena satu anggota kelompok yang paham tak bisa mengajari anggota kelompoknya yang tak paham. Oleh karena itu, Biru selalu berdoa agar Arka mendapat nilai bagus supaya ia tak merasa gagal atas tanggung jawabnya sebagai anggota kelompok.

Arka menoleh ke belakang. Ia melihat wajah cemas Biru. Ia yakin kekhawatiran gadis itu karena tes yang diadakan Bu Nina "Udahlah, Lo gak usah khawatir. Gue ngerjain dengan serius kok."

"Gak yakin gue sama lo. Lo pasti asal-asalan ngerjainnya kan?" Biru benar-benar tak yakin dan merasa cemas

Arka mengerutkan dahinya "Dih, dosa lo berburuk sangka sama orang."

"Emang kenyataannya gitu kan?"

"Ngeremehin gue banget lo. Gini aja, gimana kalau nilai gue bagus, lo sanggup gak traktir gue makan?"

"Sanggup, asal gue yang milihin tempatnya."

Arka menarik sudut bibirnya ke atas "Oke, sepakat ya?" Biru mengangguk.

Tak lama kemudian, Bu Nina berdiri dari duduknya. Ia sudah selesai mengoreksi jawaban dan mulai mengumumkan nilai masing-masing kelompok "Untuk kelompok terakhir, yaitu Biru dan Arka, nilai kalian... " Bu Nina menggantung ucapannya. Sedangkan, Biru sangat deg-degan.

Biru Tengah Malam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang