16

19 3 0
                                    

Biru langsung mengarahkan pandangannya menatap Niku "Lo bohong ya?"

"Buat apa gue bohong? Beneran Raka bilang lo cantik. Waktu itu, gue tanya sama Raka sebelum dia nembak Sovi. Menurut dia, Sovi sama lo itu paling cantik di kelas. Terus gue tanya lagi sama Raka. Diantara lo sama Sovi, siapa yang dipilih Raka? Lah, Raka jawab gini 'Kalau untuk sekarang sih gue bakal milih Sovi, tapi kalau buat dimasa depan gue bakal milih Biru.' apa coba maksudnya? Gak ngerti gue." cerita Niku

Tiba-tiba, Raka datang dengan membawa sandal jepit berwarna hitam. Ia menyerahkan sandal itu pada Biru dan memilih duduk di sebelah Biru "Lo ganti pakai ini aja, Bir."

Biru mengambil sandal itu dan memakainya setelah melepas high heelnya terlebih dahulu."Makasih, Ka."

"Hm.." tatapan Raka beralih pada sesosok gadis yang tengah memerhatikannya. Raka sudah yakin jika gadis itu sedang cemburu padanya dan Biru. Gadis itu adalah Winda, adik kelasnya yang sekarang dekat dengan Raka.

"Gue ke toilet bentar ya." izin Niku

Raka menahan tangan Niku agar tidak pergi. Ia benar-benar takut Winda akan semakin cemburu "Gak boleh. Lo disini aja temanin gue."

"Apaan sih Ka, orang kebelet juga. Kan ada Biru disini." sebal Niku

"Pokoknya gak boleh. Tunggu yang lain datang dulu, baru lo boleh pergi." kekeh Raka

Biru menyadari jika Raka sedang menatap Winda dengan lekat. Biru juga sadar jika Raka tak ingin berduaan dengannya "Segitunya lo gak mau berduaan sama gue, Ka. Lo gak mau buat Winda cemburu. Kayaknya gue terlalu berharap deh sama lo. Lo bahkan gak mau berduaan sama gue demi gak buat Winda cemburu." batinnya "Gue nyusul Sila dulu ya." pamit Biru. Ia tak mau jika ia menjadi beban dan pengganggu buat Raka. Sakit rasanya ketika orang yang dicintainya tak menginginkannya. Bahkan, tak ingin berada didekatnya. Jika boleh memilih, Biru lebih memilih untuk tidak mencintai siapa-siapa untuk saat ini. Namun, apa boleh buat perasaan itu tumbuh secara tiba-tiba dan tak bisa ia cegah "Biru, lo harus kuat. Gak boleh cengeng." gumam Biru dalam hati. Ia seakan memberi semangat buat dirinya sendiri.

Biru berjalan menuju kelasnya. Ia ingin menyusul Sila, Sovi dan Ilma. Sesampainya di kelas, dia hanya menemukan Sila disana "Sil, Ilma sama Sovi kemana kok gak ada? Tadi Niku bilang, mereka sama lo."

"Sovi sama Ilma pulang duluan. Katanya, mereka harus beli sesuatu dulu. Lo sendiri ngapain kesini? Baru aja gue mau nyusul lo." balas Sila

"Oh... gue juga mau nyusulin lo. Makanya, gue kesini."

"Uhh... kangen ya sama gue?"

"Apaan sih, Sil? Orang cuma gak ada teman doang, makanya gue nyusulin lo. Jangan-jangan, lo yang kangen sama gue? Makanya tadi lo mau nyusulin gue." canda Biru

Sila meneteskan air matanya "Tapi gue bakalan kangen beneran sama lo, Bir. Bisa gak sih, gue minta lo jangan pindah?"

Hal inilah yang tak disukai Biru ketika membahas tentang perpindahannya. Ia tak mau sedih. Ia ingin menghabiskan sisa waktunya seperti biasa, tanpa ada kesedihan "Gue tetap harus pindah, Sil. Tapi lo tenang aja, tempat gue yang baru kan masih gak terlalu jauh dari sini. Mungkin sekitar 1 jam-an. Kita bisa kok sering ketemuan. Jadi udah ya, gak usah sedih-sedih lagi. Lo udah janji kan sama gue buat gak sedih saat tau kabar ini." Biru memeluk sahabatnya itu

Sila memang tau soal perpindahan Biru, bahkan sejak awal. Waktu itu, Biru meminta Sila untuk menemaninya meminta surat pindah di TU sekolah. Awalnya, Sila sedih dan murung mendengar cerita Biru. Ia tak rela jika Biru harus pindah. Inilah yang membuat Biru enggan bercerita pada yang lain, termasuk Raka sahabatnya. Ia tak mau teman-temannya merasa sedih seperti yang dialami Sila. Maka dari itu, ia meminta Sila untuk berjanji merahasiakan semuanya dan tetap bersikap tak terjadi sesuatu.

"Iya, gue minta maaf gak bisa nahan sedih gue, Bir." ucap Sila melepas pelukan Biru dan menyeka air matanya

Tanpa mereka sadari, Raka dan Niku berdiri di depan pintu dan sudah mendengar semuanya. Tadi, tak lama setelah Biru pergi, Raka dan Niku menyusulnya "Lo mau pindah sekolah, Bir?" tanya Niku tak percaya. Sontak, Biru dan Sila menoleh ke arah datangnya suara. Mereka kaget melihat keberadaan Niku dan Raka "Bir, lo mau pindah sekolah?" ulang Niku karena tak mendapat jawaban

"I-ya." jawab Biru terbata

"Lo udah tau sejak kapan, Sil?" sekarang giliran Raka yang bertanya. Ia masih tak percaya dengan ini semua. Orang yang dikasihinya karena tak tau mengenai hal ini, malah jadi orang satu-satunya yang tau.

"Udah lama, bang. Bahkan gue yang ikut Biru buat minta surat pindah ke TU." jawab Sila menunduk

Raka tertawa kecut, ia tak menyangka hal ini "Jadi cuma Sila yang lo kasih tau, Bir? Lo gak menganggap gue sahabat? Makanya, lo gak ngasih tau gue juga?"

"Bukan gitu, Ka. Gue cuma gak mau kalian sedih dan kepikiran gara-gara gue. Gue hanya mau lewatin sisa hari gue disini dengan bahagia. Gue gak mau sedih." Biru mencoba memberi penjelasan

"Apapun alasannya, gue tetap kecewa sama lo." setelah mengatakan itu, Raka keluar dari kelas

Biru mencoba menyusul Raka. Namun, ia terlebih dahulu berbicara pada Niku "Nik, gue minta maaf ya karena gak ngasih tau lo."

Niku mengangguk "Iya, gue paham kok perasaan lo, Bir." sebenarnya Niku kaget, tapi ia tau Biru pasti punya alasan yang ia tak ketahui

Setelah mendapat maaf dari Niku, Biru mengejar Raka sampai gerbang sekolah. Ia menghalangi Raka untuk pergi "Ka, gue minta maaf. Gue cuma gak mau buat lo sedih." Raka tak menghiraukan Biru. Ia tetap melanjutkan langkahnya "Ka, gue mohon maafin gue. Gue gak mau lo sedih." Biru terus mencoba menahan Raka

Akhirnya, Raka menghentikan langkahnya "Dengan sikap lo yang gak jujur sama gue yang bikin gue sedih, Bir. Asal lo tau, sebenarnya gue udah tau kalau lo mau pindah. Tapi, gue pura-pura gak tau dan nunggu lo buat jujur sama gue. Sedangkan lo? Lo cuma kasih tau Sila aja. Gue merasa gak dianggap sahabat sama lo, Bir. Gue kecewa sama lo."

"Gue tau, gue salah. Gue benar-benar minta maaf, Ka." Biru menangis

"Gak usah nangis, Bir. Gue gak butuh. Lo juga gak usah minta maaf karena lo gak salah. Gue emang gak penting buat lo. Jadi, buat apa lo susah-susah cerita sama gue."

"Lo penting buat gue, Ka. Bahkan, lo sangat penting."

"Ck, gue sama sekali gak penting, Bir. Udah lah, gue cabut dulu." Raka pun pergi meninggalkan Biru yang masih menangis.

Biru Tengah Malam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang