21

16 4 0
                                    

Akhirnya, rambut Biru terlepas dari tangan Erine. Walaupun, memang dihempas kasar oleh Arka. Sakit, inilah yang Biru rasakan sekarang. Memang terpelas, tapi apa gak bisa pelan-pelan? Bahkan, tarikannya lebih sakit dari yang dilakukan Erine. Sampai-sampai Biru tersungkur ke lantai. Dewi dan Andan langsung menolong Biru untuk bangun. Bukan karena mereka tak peduli pada Biru, sedari tadi mereka sangat ingin menolongnya. Hanya saja, takut pada Erine dan gengnya yang terkenal di sekolah itu "Lo gakpapa, Bit?" tanya Andan khawatir. Biru menggeleng pelan dan mencoba tersenyum.

Sedangkan, Arka masih dengan muka sinisnya yang menoleh ke arah Erine "Lo apa-apaan sih, Rin?"

"Gue kesal sama dia, Ka." Erine menunjuk Biru

Arka melirik Biru sebentar. Kemudian, beralih menatap Erine lagi "Kesal gak usah gitu juga. Lo cuma ngotor-ngotorin tangan lo doang dengan cara nyentuh dia. Udah, ayo balik ke kelas." Arka menarik tangan Erine untuk pergi "Rifa, lo juga harus pergi. Buang-buang waktu aja disini." Arka juga mengajak Rifa yang sedari tadi juga ada disana. Rifa memang satu geng sama Erine dan Sera. Mereka terbilang sangat dekat dengan Arka, seperti layaknya sahabat.

Andan tampak kesal pada Arka yang berbicara sembarangan "Gue makin gak suka deh sama tuh anak. Mana dia bilang nyentuh Bitah kotor lagi. Dia gak mikir, dia itu yang kotor kayak bangkai malah."

"Iya, gue juga heran. Dia sama sekali gak peduli sama Bitah. Tadi itu bukan nolong, tapi malah makin buat Bitah sakit." tambah Dewi

"Udahlah, gak usah dibahas lagi. Memang sebagian orang hanya peduli pada orang yang mereka sayangi saja." tegur Biru

"Lo benar, Bit. Iya udah, mending sekarang kita antar lo ke kamar mandi ya Bit buat bersihin baju lo." kata Dewi

"Gakpapa kalian duluan aja. Gue bisa ke toilet sendiri kok. Bentar lagi bel masuk, pasti kalian bakal dimarahin karena telat masuk kelasnya. Gue minta tolong izinin gue aja ya." tolak Biru halus. Ia tak ingin merepotkan teman-temannya.

"Oke siap, Bitah." jawab Dewi

Biru pun pergi ke toilet sedangkan teman-temannya pergi menuju kelas. Biru membersikan bajunya. Nodanya tak bisa hilang, padahal ia sudah membasahinya dengan air "Masak gue ke kelas pakai baju basah kayak gini sih? Mana kotor lagi. Mending gue jemur badan gue di dekat lapangan aja. Disana mungkin udah sepi karena gak mungkin aja jam pelajaran olahraga sesiang ini."

Di tempat lain, tepatnya di ruang musik, Tama tampak gelisah "Ka, lo kayaknya terlalu kasar deh sama Bitah."

"Hah? Maksud lo?" tanya Arka bingung

"Beneran deh, Ka. Lo kasar banget tadi sama dia. Mana lo udah hina dia lagi."

"Apaan sih, Tam? Dia cocok kok diperlakukan kayak tadi. Lagian, lo kok peduli banget sih sama dia? Suka lo? " sanggah Ainur mengejek

"Gue gak suka sama dia, tapi gue kasihan aja. Gue masih punya hati woy, jadi sah-sah aja kalau gue punya rasa empati sama dia." jelas Tama. Ia tak mengerti dengan kedua sahabatnya itu. Ia akui, dia memang nakal. Tapi, dia gak pernah gangguin cewek apalagi sampai menghina. Jika ia menyakiti seorang perempuan, maka sama saja dia menyakiti mamanya.

"Gue gak ngerasa gue salah kok." balas Arka dengan wajah datarnya

"Udah ah, gak guna bicara soal ini sama kalian. Gue cabut dulu." Tama meninggalkan tempat itu dan kedua sahabatnya

Tama melangkahkan kakinya tanpa tujuan. Ia bahkan sekarang sudah ada di lapangan. Matanya tertuju pada Bitah yang tengah berdiri di pinggir lapangan. Lantas, ia menghampiri Bitah "Bit, ngapain lo disini?"

Biru kaget karena tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya "Eh, gakpapa. Gue cuma mau ngeringin baju gue aja."

"Kenapa baju lo basah? Apa jangan-jangan karena pertengkaran lo sama Erine tadi? Dia nyiram lo?"

"Walau gue jujur, lo gak akan percaya kan?"

"Maksud lo?"

"Iya, lo kan temannya Erine juga. Pasti belain dia kan?"

"Lo kan teman gue juga."

Biru tersenyum kecut "Gue gak cocok jadi teman siapapun." ia seakan sadar jika mungkin dirinya memang terlalu buruk untuk menjadi seorang teman "Udah lah, gue duluan ya." ia berjalan pergi. Tama hanya diam, masih mencerna ucapan Biru. Ia bingung kenapa gadis itu berkata demikian. Tama seakan mengerti jika terdapat luka yang Bitah simpan. Hanya saja, ia tak tau luka apa itu.

***

Saat pulang sekolah, Biru bertemu dengan wanita paruh baya di dekat rumahnya. Ia tampak mencari sesuatu. Biru lantas menghampirinya "Maaf, tante. Tante lagi cari apa?"

"Saya sedang cari Jimmy." jawab wanita paruh baya itu. Ia tampak khawatir.

"Maaf tante. Jimmy siapa? Anak tante?"

Wanita paruh baya itu tertawa kecil mendengar pertanyaan dari gadis di depannya ini "Bukan, Jimmy itu kucing kesayangan anak tante."

"Maaf tante, saya pikir anak tante."

"Iya gakpapa. Ngomong-ngomong, nama kamu siapa? Tinggal disini?"

"Nama saya Bitah, tan. Iya, saya tinggal di sekitar sini. Baru sebulan yang lalu."

"Pantas saja, saya baru lihat kamu."

"Tante juga tinggal di sekitar sini? Kok saya baru lihat tante juga ya?."

"Dua bulan ini, saya memang lagi pergi ke luar kota dan baru balik kesini kemarin malam. Itu rumah tante." wanita itu menunjuk rumah yang tak jauh dari rumah Biru. Hanya terpisah dua rumah dari rumahnya. Rumahnya sungguh sangat besar dan megah.

"Berarti kita tetanggaan dong tante."

"Iya. Oh iya, kenalin nama tante, Wulan. Senang deh punya tetangga kayak kamu, Bitah. Kamu cantik."

"Tante bisa aja. Oh iya tante, Kucingnya kok bisa hilang? Warnanya apa tan? Bitah bantuin nyari ya."

"Tadi kucingnya keluar rumah. Biasanya dia gak pernah main di luar. Makanya ini tante nyariin. Pembantu tante juga bantu nyariin. Warnanya abu-abu."

"Oh gitu. Iya udah, tante. Bitah juga bantu nyariin ya. Tapi, Bitah boleh ganti baju dulu ya, tan? Soalnya nanti takut dimarahin bunda," Biru memelankan suaranya "Bunda Bitah galak, tante." Biru tertawa kecil

"Iya gakpapa kamu ganti baju dulu. Tante juga mau ngecek di rumah ya. Mana tau Jimmy udah balik."

"Iya tante."

Wanita itu pun kembali ke rumahnya. Biru juga begitu, ia masuk ke dalam rumahnya. Tapi sebelum masuk, Biru menemukan seekor kucing berada di dekat pintu rumahnya. Biru pun menggendong kucing berwarna abu-abu itu "Hey, apa kamu Jimmy? Imut banget sih. Aku anterin kamu dulu deh ke Tante Wulan. Kasihan dia lagi nyariin kamu." Biru mengurungkan niatnya untuk mengganti baju dan memilih untuk langsung mengantarkan Jimmy ke rumah Tante Wulan.

Setelah sampai dirumah Tante Wulan, Biru mengetuk gerbang. Kemudian, gerbang itu dibuka oleh seorang satpam dan Biru dipersilahkan untuk masuk setelah ia mengatakan akan mengantar Jimmy. Wulan pergi ke ruang tamu. Ia tadi dipanggil karena katanya ada tamu. Ia melihat seorang gadis tengah berdiri membelakanginya. Ia yakin itu Bitah, gadis yang ia temui tadi "Bitah." panggilnya

Biru membalikkan tubuhnya "Tante Wulan. Maaf mengganggu waktunya. Apa benar ini Jimmy?"

"Iya, itu Jimmy. Kamu nemuin dia dimana?"

"Kebetulan tadi Jimmy ada di depan rumah Bitah, tan."

"Oh, makasih ya Bitah."

Tiba-tiba ada seorang cowok masuk ke rumah itu. Ia begitu kaget melihat Bitah di rumahnya "Lo ngapain di rumah gue?" ia menunjuk Bitah

Biru Tengah Malam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang