22

15 4 0
                                    

Cowok itu adalah Arka. Ia menghampiri Biru dan merebut Jimmy "Pakai gendong-gendong kucing gue lagi."

"Gu-e..." Biru gugup

"Ah udahlah. Mending lo pergi dari rumah gue, cewek cupu." Arka mengusir Biru secara terang-terangan

"Arka, gak boleh gitu." tegur Wulan

"Diam, anda. Gak usah ikut campur." bentak Arka pada mamanya

Biru bingung, kenapa Arka berani membentak mamanya sendiri "Bagus, lo gak usah marahin Tante Wulan. Gue yang salah." Biru berpamitan pada Wulan "Tante, saya pulang dulu ya." ia pun keluar dari rumah itu. Dalam hatinya, ia bersyukur karena belum menghapus make up-nya. Yang sekarang ia bingungkan adalah alasan Arka yang sangat berani membentak mamanya sendiri.

Di tempat lain, Arka baru saja memasuki kamarnya dengan menggendong Jimmy. Ia menurunkan Jimmy dari gendongannya "Jim, kenapa lo bisa sama cewek cupu itu?" Jimmy hanya mengeong. Seolah ingin menjawab pertanyaan Arka "Meong-meong lo, Jim. Kenapa sih, akhir-akhir ini gue selalu berurusan sama cewek cupu itu? Kesal banget gue sama dia. Apa-apaan tadi dia manggil gue 'Bagus'? Aneh banget." sejujurnya Arka tadi sempat kaget ketika Biru memanggilnya 'Bagus' karena selama ini tak ada yang memanggilnya dengan nama tengahnya itu. Arka melirik Jimmy yang sibuk menjilati bulunya "Udah lah, percuma juga ngomong sama lo, Jim. Mending gue mandi aja" ia pun mengambil handuknya dan menghambur menuju kamar mandi

***

Hari ini adalah hari minggu. Biru tengah berada di rumah Sila. Mereka berniat akan main ke rumah Raka.

"Bir, berangkat sekarang yuk." ajak Sila pada Biru

"Ayo."

Mereka berdua pun pergi ke rumah Raka dengan menaiki mobil Sila. Selama perjalanan, Sila banyak menceritakan Raka yang sedikit berubah ketika di sekolah. Raka yang sekarang, jarang tersenyum dan sering melamun "Gue heran deh, Bir. Abang sekarang sering murung. Biasanya dia kan suka tersenyum ya." curhat Sila

"Mungkin lagi tengkar sama Winda." Biru mencoba tersenyum, walau sebenarnya hatinya sakit saat membicarakan kedekatan Raka dan Winda.

"Astaga lo gak tau, Bir? Abang kan udah gak deketin Winda lagi. Kata Winda, sejak wisuda abang berusaha ngejauhin dia."

"Masak sih? Kenapa? Bukannya abang lo itu suka banget ya sama Winda?"

"Gue juga gak tau. Tapi, Winda cerita sama gue. Malah dia sambil nangis. Katanya abang jauhin dia. Menurut lo, kenapa ya?"

Biru bahagia mendengar ucapan Sila. Mungkin kalian bisa bilang Biru jahat karena bahagia di atas penderitaan orang lain "Mana gue tau. Lo gak coba tanya ke abang lo?"

"Lo tau kan abang gimana? Dia gak akan cerita kalau masalah percintaannya."

"Iya juga sih."

Tanpa terasa, mereka berdua telah tiba di rumah Raka. Mereka berdua masuk ke dalam "Assalamualaikum." ucap mereka

Pintu dibuka oleh seorang wanita yang mereka yakini itu adalah Mama Raka. Lalu, mereka berdua mencium tangan Mama Raka "Walaikumsalam. Temannya Raka ya?" kata Mama Raka

"Iya, tante." Biru dan Sila menjawab secara bersamaan

"Silahkan masuk, nak." Mama Raka mempersilahkan mereka masuk

"Terima kasih, tan." mereka berdua masuk ke dalam mengikuti Mama Raka.

"Silahkan duduk ya. Tante panggilin Raka dulu. Dia masih tidur." ucap Mama Raka

"Baik, tan." balas Biru sopan

"Pantas aja, gue nelpon gak diangkat-angkat." batin Sila

Mama Raka tiba dikamar anaknya. Dilihatnya, Raka tertidur pulas tanpa beban. Lalu, ia membangunkan Raka "Raka, bangun."

"Apaan sih, ma? Orang masih pagi juga." sahut Raka yang masih memejamkan matanya. Suaranya pun serak, khas orang tidur.

"Ada teman kamu di luar." kesal Mama Raka

Mendengar ucapan mamanya, Raka tiba-tiba membuka matanya dan memposisikan tubuhnya untuk duduk "Mama seriusan? Gak mungkin mereka datang sepagi ini."

"Iya serius lah. Pagi kepalamu botak? Ini udah hampir siang Raka. Jam 10:03 wib." Mama Raka menunjuk ke arah jam yang ada di kamar Raka

"Astaga, mama kok gak bangunin Raka sih?"

"Tadi udah mama bangunin, tapi kamu aja yang kebo."

"Ahh, mama. Iya udah, mama bilangin ke teman Raka supaya nunggu bentar. Raka mau cuci muka dulu." Raka berlari ke kamar mandi.

Sedangkan, mamanya kembali menemui Sila dan Biru "Kalian teman sekelasnya Raka?" tanyanya ketika sampai di ruang tamu untuk menemani Sila dan Biru yang sedang menunggu Raka

"Iya, tante." jawab Sila

Mama Raka mencoba mengingat wajah Sila karena ia begitu familiar dengan wajah itu "Kamu anaknya Bu Elma teman arisan mama kan ya?"

"Iya tante, saya Sila. Anaknya Bu Elma." Sila tersenyum

"Ah iya, kita pernah ketemu waktu itu." Mama Raka sudah ingat dengan Sila. Sekarang, ia beralih menatap Biru "Kalau kamu namanya siapa?"

Biru tersenyum "Saya Biru, tante."

"Oh, jadi kamu yang namanya Biru? Temannya Raka yang pindah sekolah itu? Raka banyak cerita tentang kamu sama tante." ucap Mama Raka. Biru tersenyum canggung. Kemudian, ia melirik Sila yang kebetulan juga meliriknya. Mereka berdua seolah bingung kenapa Raka menceritakan Biru pada mamanya, sedangkan Sila tidak?

Raka baru turun dari tangga dan menghampiri mereka. Ia tampak cengengesan "Maaf ya, kalian nunggu lama."

Mama Raka berdiri dari duduknya "Iya udah, tante tinggal ke belakang dulu ya."

"Iya, tante. Makasih udah nemenin kita." kata Sila. Mama Raka tersenyum. Ia kemudian pergi dari tempat itu karena tak ingin mengganggu urusan anak muda.

"Lo baru bangun, Ka?" ejek Biru

"Tadi pagi, gue bangun. Tapi, tidur lagi." bela Raka

"Kebo banget lo bang. Petik dimana nih kita mangga, katanya mau rujakan?" ujar Sila

"Di depan rumah gue tuh. Pohon mangga banyak. Gak ada pemiliknya lagi." ucap Raka. Memang di depan rumah Raka masih tanah kosong, belum dibangun rumah. Di sana, terdapat pohon mangga yang sudah jadi milik umum. Siapa pun boleh mengambilnya.

"Oh, iya udah. Gue sama Biru aja yang ngambil ya. Lo mandi aja bang. Lo pasti cuma cuci muka doang kan tadi?" tuduh Sila

"Hehe, tau aja lo. Iya udah, gue mandi dulu. Kalian duluan aja kesana. Gue sebentar kok mandinya. Nanti kalau udah langsung nyusul gue."

Biru dan Sila pun berjalan keluar dengan semangat untuk memetik mangga. Sedangkan, Raka kembali ke kamarnya untuk mandi. Saat tiba di depan rumah Raka. Biru dan Sila sangat senang karena pohon mangga itu berbuah banyak "Wah, Bir. Enak nih kita rujakannya. Mangganya besar-besar." Sila tampak antusias

"Iya, Sil. Tapi gue takut asam mangganya." respon Biru

"Gakpapa Bir, asam lebih enak. Yuk, cepat ambil."

"Ambil pakai apa? Buahnya agak tinggi. Lo sama gue gak bakal sampai. Cari kayu dulu, Sil."





Biru Tengah Malam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang