54

15 2 0
                                    

Arka berlari terburu-buru menuruni tangga. Ia menuju maminya dan langsung menyalami tangannya "Ck, mami kok gak bangunin Arka sih. Telat nih. Arka langsung pergi aja ya, assalamualaikum."

Belum sempat Wulan membuka suara, Arka sudah pergi meninggalkannya. Lelaki itu mengendarai motornya dan langsung menjemput Biru. Ia yakin jika pacarnya itu akan marah padanya karena telat bangun. Gadisnya itu sangatlah disiplin dan mau tak mau Arka juga selalu tepat waktu, berbeda dengan kebiasaannya ketika sebelum berpacaran dengan Biru. Ia selalu telat bahkan baru sampai di sekolah ketika jam istirahat tiba. Sesampainya di rumah Biru, Arka mengucap salam. Tapi, sepertinya tidak ada orang disana. Ia bingung harus ngapain sekarang "Apa Bitah udah berangkat duluan ya? Sial, gue lupa bawa handphone lagi."

Melihat tak ada tanda-tanda Biru berada, ia yakin jika gadisnya itu telah berangkat. Lantas, ia kembali menaiki motornya. Sebelum ia sempat menyalakan motor, ia kaget melihat Biru berjalan bersama bundanya dengan membawa beberapa tentengan plastik. Biru sama sekali tidak memakai baju seragam dan malah memakai pakaian santai. Lalu, ia turun kembali dari motornya dan menghampiri kedua perempuan yang beda generasi itu. Ia mencium tangan bunda Biru terlebih dahulu "Pagi, bunda mertua."

"Pagi, Arka. Kamu mau kemana?" balas bunda Biru

"Mau sekolah dong bunda." Ia melirik Biru yang tampak menahan tawa "Bit, lo belum siap? Hari ini senin loh, upacara. Lo mau dihukum Bu Dian karena telat?" Bukannya menjawab pertanyaan Arka, Biru malah tertawa keras dan hal itu membuat Arka bingung "Lah, kok lo ketawa sih? Apa yang lucu?"

"Sekarang hari minggu, Bagus. Lo mau sekolah? Sana upacara sendiri. Lawak banget sih lo." ejek Biru

Arka tampak berpikir dan menggaruk alisnya yang tidak gatal. Ia juga menatap bunda Biru "Emang iya bunda, hari ini minggu?"

Bunda Biru tersenyum dan kasihan juga "Iya Arka. Hari ini hari minggu. Kenapa bisa lupa?"

Sungguh, Arka merasa malu karena bersikap bodoh seperti sekarang. Bisa-bisanya dia lupa dengan hari yang selalu dinantikan semua orang, yaitu hari libur. Ia terkekeh untuk menutupi kebodohannya "Habisnya anak bunda sih, kan Arka jadi lupa."

Biru mengernyit bingung "Kok gue sih, Gus?"

"Yah, lo Bit. Suruh siapa kemarin malam lo cium pipi gue? Mana dua kali lagi. Kan gue jadi bahagia dan nyenyak banget tidurnya." ucapnya tanpa dosa

"Apaan sih, Gus." Biru sungguh malu sama bundanya

Sedangkan, bundanya tersenyum mendengar perdebatan kedua remaja ini "Udah-udah, kalian lanjutin ngobrolnya. Bunda mau ke dalam dulu mau masak."

"Oke bunda, masak yang enak ya biar Arka bisa numpang makan." Bunda Biru tersenyum dan mengangguk. Ia mulai melangkahkan kakinya ke dalam "Bitah-nya, Arka bawa dulu ya bunda." izin Arka. Lalu, ia merangkul gadisnya itu menuju rumahnya.

Ketika sampai di rumahnya, ia melihat maminya masih berada di ruang makan. Mereka menghampirinya dan mencium tangannya.

"Udah sampai mana kamu baru sadar, Ka? Kasihan anak mami." tanya Wulan ingin tertawa mengingat sifat Arka

"Untung cuma sampai rumah Bitah aja, mi. Mami juga sih gak dicegah tadi."

"Mana bisa cegah, kamu aja nyelonong pas mami baru mau bicara."

"Emang pikun, Bagus-nya tante." celetuk Biru sambil tertawa

Arka menatap tajam Biru "Terus aja ledekin gue."

"Emang lo pikun."

"Jangan sampai ke ulang lagi nak." nasihat Wulan

"Gak akan lagi, mi." Ia tersenyum kecut "Karena itu malu-maluin." lanjutnya dalam hati

"Oh iya, papa kamu bilang hari ini dia pulang." ujar Wulan. Biru begitu penasaran dengan papa Arka. Ia masih belum pernah melihat papa Arka secara langsung.

Arka menatap maminya dengan serius "Tumben papa pulang, mi? Biasanya Arka yang harus pergi temui papa. Dia kan sibuk banget."

"Katanya ada hal yang mau diomongin sama kamu soal kuliah kamu."

"Perasaan Arka tiba-tiba gak enak deh."

***
Ketika sore hari tiba, papa Arka yang bernama Aryo beneran tiba dirumahnya. Ia langsung menghampiri anak kesayangannya di kamarnya. Kemudian ia memeluknya dengan sangat erat karena saking rindunya "Papa kangen sama kamu, sayang."

Arka membalas pelukan papanya dengan tak kalah erat. Ia memang sangat manja jika bersama papanya "Tumben papa pulang? Biasanya sibuk terus dan harus Arka yang nyamperin papa."

"Emang gak boleh kalau papa nyamperin anak kesayangan papa sendiri?"

"Bukan gitu pa, tapi Arka heran aja."

"Sebenarnya, papa mau bahas mengenai kuliah kamu." 

"Emangnya kenapa sama kuliah aku, pa? Arka udah berencana kuliah di kota ini saja, di kampus yang sama kayak Bitah."

Aryo melipat dahinya "Bitah, siapa?"

"Pacar Arka." jawab Arka enteng

"Kamu gak boleh pacaran dulu Arka. Kamu harus fokus sama masa depan kamu. Intinya, kamu harus kuliah di Amerika, di kampus yang papa pilih buat kamu."

"Papa apa-apaan sih kok maksa Arka? Arka gak mau kuliah di Amerika." Ini pertama kalinya Arka membangkang perintah papanya. Ia memang anak yang tak mau diperintah dan susah menuruti permintaan orang lain. Tapi, berbeda jika dengan papanya. Ia akan selalu memenuhi perkataan papanya karena ia sangat menghargai dan menghormati papa kesayangannya itu.

"Papa gak mau tau. Intinya, kamu harus kuliah di Amerika."

Emosi Arka mulai terpancing "Papa egois tau gak. Biarin Arka bahagia karena milih pilihan Arka sendiri, pa."

Raut wajah Arka tiba-tiba menjadi sendu "Ini demi kebaikan kamu dan ini juga amanah dari mama kamu. Dia dulu punya cita-cita buat lihat kamu kuliah di Amerika, di kampus terbaik pilihannya. Dia juga gak mau kamu punya pacar dulu sebelum sukses supaya kamu lebih fokus sama masa depan. Papa cuma mau wujudin permintaan terakhir mama kamu. Apa papa salah?" air matanya tanpa diundang telah mengalir. Ini memang wasiat dari almarhuma istrinya yang begitu memikirkan kebaikan anak mereka, Arka.

Arka juga tampak sedih. Dia tak bisa menolak lagi jika ini sudah menyangkut amanah mamanya "Maafin Arka, pa. Arka bakal nurutin permintaan papa sama mama. Arka akan kuliah di Amerika dan tidak akan pacaran dulu demi fokus sama masa depan Arka."

"Beneran, nak?" Arka mengangguk dan langsung mendapat pelukan lagi dari papanya "Makasih udah mau wujudin permintaan terakhir mama kamu. Papa sangat bangga sama kamu."

"Udah tugas Arka buat memenuhi permintaan papa sama mama."

"Iya udah, papa akan telepon suruhan papa buat ngurus semua ini ya." ia berlalu pergi dari kamar Arka. Sedangkan, Arka kini sedang frustasi sekarang. Ia tak ingin berpisah dengan Biru dan sahabat-sahabatnya. Ia juga bingung harus mulai berbicara dari mana dengan Biru. Sungguh, ia tak ingin putus dari gadis tercintanya itu.

Biru Tengah Malam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang