31

19 2 0
                                    

Karena takut telat, akhirnya Biru ikut naik ke motor Arka. Kemudian, Arka melajukan motornya dengan kecepatan yang tinggi. Biru memekik takut karena Arka sangat ngebut "Bagus, pelan-pelan."

"Gak ada waktu, lo mau telat?" Arka menarik tangan Biru untuk memeluknya "Pegangan. Nanti jatuh, gue yang disalahin." Biru kaget atas tindakan Arka. Di satu sisi, ingin rasanya ia melepas tangannya yang memeluk Arka dari belakang. Tapi di sisi lain, ia takut jatuh.

Mereka tiba di gerbang sekolah. Namun, gerbang itu sudah lebih dulu tertutup. Mereka telat 2 menit saja "Lah, udah ditutup. Akhirnya, tau juga gue rasanya telat." ucap Biru lesu. Ini pertama kalinya ia telat. Biasanya, ia termasuk orang yang disiplin dan gak pernah telat datang ke sekolah, malah dia yang sering datang awal.

"Yaelah, cuma telat satu kali aja lo ngeluh. Palingan skor pelanggaran lo cuma 10 doang. Gue aja yang skor pelanggarannya lebih dari 60 bahkan sampai pernah di skors fine-fine aja tuh." tutur Arka santai. Biru tak menjawab penuturan Arka. Ia hanya melirik sinis Arka "Mau tetap disini sampai sepuluh menit kedepan, apa mau ikut gue masuk lewat jalan rahasia?" tawarnya. Memang bagi murid yang telat, mereka akan berada di luar gerbang selama sepuluh menit sebagai hukuman. Setelah itu, baru gerbang di buka dan mereka diperbolehkan masuk dengan syarat menulis nama dan kelas sebagai pencatatan pelanggaran. Mereka juga akan dihukum mengaji dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan tetap berdiri di lapangan.

Biru masih bungkam. Ia sibuk berpikir. Jika ia tetap berdiri di sana, dia akan lama menunggu dan akan dihukum. Sedangkan, jika dia ikut bersama Arka, dia akan bebas dari hukuman. Tapi risikonya, bila dia dan Arka ketahuan guru masuk ke dalam lewat jalan pintas, maka hukuman yang akan dia peroleh semakin bertambah. Arka mulai sedikit kesal "Malah diam, jadi ikut gue apa gak?"

"Iya udah, gue ikut lo." Mereka pun berjalan ketempat yang di bilang Arka. Tapi sebelumnya, Arka menitipkan motornya di tempat biasanya dan ia juga membawa sebuah tangga.

"Lo yakin lewat sini, Gus? Gue takut jatuh." tanya Biru tak percaya. Ada sedikit ketakutan karena melewati tembok belakang sekolah yang begitu tinggi.

"Lo tenang aja. Kan ada tangga."

Biru tetap saja merasa takut "Iya tau, kita naik pakai tangga. Tapi, turunnya gimana?"

"Lo gak usah khawatir. Gue udah numpukin batu di sana buat kita turun."

Biru tersenyum, tak habis pikir dengan sikap Arka "Niat banget kayaknya lo lewat sini? Sampai udah direncanain sedemikian baik loh."

"Iya lah, jalan alternatif gue nih buat masuk ke dalam."

Mereka pun bergantian masuk ke dalam dengan lewat tembok belakang sekolah. Setelah berhasil, Biru bernafas lega "Seru juga ya, kayak gini."

"Seru banget. Iya udah, ayo ke kelas." Keduanya pun mengendap-endap untuk masuk ke kelas. Setelah sampai di kelas dengan selamat, mereka duduk di bangku masing-masing. Banyak teman-teman mereka yang kaget melihat Arka dan Biru masuk bersama.

"Ka, tumben lo bareng Bitah?" tanya Rifa yang juga heran

"Kebetulan aja." jawab Arka santai

Di sisi lain, Biru juga mendapat pertanyaan yang sama dari Dewi. Tapi bedanya, Dewi menanyakannya dengan cara berbisik "Lo datang sama Arka, Bit?"

Biru mengangguk "Gara-gara bawa bekal sesuai kemauan kalian nih, gue telat. Jera gue, gak mau bawa bekal lagi. Trauma gue."

Dewi dan Andan tertawa. Dewi menepuk bahu Biru "Sabar, Bit. Yang penting ada hikmahnya kan?"

"Hikmah apa?" tanya Biru bingung

"Hikmahnya lo bisa bareng Arka."

"Itu lo bilang hikmah, Dew? Yang ada, Biru udah jatuh ketimpa tangga pula." sahut Andan

Biru mencoba mengalihkan pembicaraan "Ngomong-ngomong, gimana acara kelompok lo sama Tama, Dan? Sukses gak?"

"Gatot, gagal total Bit." celetuk Dewi. Ia tau duluan karena Andan telah bercerita dengannya tadi.

"Kok bisa?" tanya Biru

"Gue gak ngerti akuntansi. Jadi, bukan gue yang ngasih tau dia, tapi justru dia yang ngasih tau gue. Katanya, dia agak sedikit ngerti karena belajar dari lo." cerita Andan sendu

Dewi tertawa "Hahaha, masak lo kalah sama Tama yang cowok, Dan?"

"Nah, itu dia. Kenapa otak gue bego ya kalau soal hitung-hitungan kayak akuntansi?" Andan tampak heran sendiri dengan dirinya "Pokoknya, lo harus ajarin gue ya, Bit? Biar gue gak malu-malu banget, apalagi di depan Tama."

Biru tersenyum "Siap, Dan."

***

Sepulang sekolah, Biru dan teman-temannya sedang berjalan ke luar gerbang. Arka memberhentikan motornya di depan Biru dan teman-temannya. Ia menatap Biru "Ayo naik!"

"Mau kemana?" tanya Biru bingung. Teman-teman Biru juga merasa bingung dengan sikap Arka

"Lo lupa kalau kita mau kerja kelompok?" jawab Arka dingin

"Ah, iya gue baru ingat. Gue duluan ya, teman-teman." pamitnya yang diangguki oleh Dewi dan Andan. Belum sempat ia naik ke motor Arka, handphone berbunyi. Tertera nama 'Sila' di layar handphone itu. Ia mengangkatnya "Halo Sil, kenapa?"

"Bir, sebenarnya abang kepalanya bocor dua hari lalu." curhat Sila dari seberang sana

Biru terkejut "Apa? Kenapa lo baru bilang?"

"Iya, maaf Bir. Gue janji sama abang buat gak ngasih tau lo. Dia gak mau lo khawatir."

"Terus gimana keadaan Raka?"

"Abang sempat dibawa ke rumah sakit dan kepalanya di jahit. Tapi, sekarang abang sudah baik-baik aja. Ini gue lagi di rumahnya."

"Oke-oke, gue ke sana." setelah mengucapkan itu, Biru mematikan teleponnya "Bagus, gue gak bisa kerja kelompok sekarang. Nanti malem aja ya soalnya gue masih ada urusan." katanya pada Arka. Ia beralih menatap teman-temannya "Guys, gue cabut duluan ya."

Arka hendak mencegah Biru untuk pergi, namun Biru sudah terlanjur hilang dari tempat itu. Arka sungguh dibuat penasaran dengan Biru. Biru terlalu misterius baginya. Arka tak bisa lagi menahan kekepoannya terhadap sikap Biru. Ia lantas mengingat Dino, teman tongkrongannya yang sekolah di SMA Wismaraja. Ia melajukan motornya ke tempat tongkrongan. Dan benar saja, sesampainya Arka di sana, ia langsung disambut oleh Dino "Wihh, tumben jam segini lo udah di sini, Ka? Biasanya malem baru ke sini."

"Gue mau nanya sesuatu sama lo, No." ujar Arka

Dino menaikkan alisnya ke atas "Tanya apa, Ka?"

"Lo kenal sama Bitah?"

"Bitah siapa? Kok lo nanya ke gue?"

"Dia anak pindahan dari sekolah lo."

Dino merasa bingung. Setaunya, tidak ada nama Bitah di sekolahnya "Bitah siapa sih? Beneran gue gak pernah dengar nama dia di sekolah gue."

"Nama lengkapnya Bitah Runi." kemudian ia mengingat ucapan Bunda Kiya "Ah, Biru. Lo kenal?"

"Oh, Biru. Kalau dia gue tau."

Biru Tengah Malam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang