Erine kembali mengganggu Biru. Ia datang pagi-pagi ke sekolah demi menaruh sampah-sampah bekas bungkus makanan di kolom meja Biru. Sedangkan, Biru yang baru datang langsung menaruh tasnya di dalam kolom mejanya. Ia tak tau jika kolom mejanya itu telah kotor dan basah. Ia baru menyadarinya, saat tangannya basah ketika memasukkan tasnya. Ia yang bingung langsung mengeluarkan tasnya dari kolom meja. Begitu terkejutnya Biru ketika mendapati tasnya yang basah dan kotor. Lebih terkejutnya lagi, ia melihat kolom mejanya yang dipenuhi sampah.
Erine tersenyum puas dari bangkunya. Ia begitu bahagia melihat Biru menderita. "Teman-teman lihat tuh si cupu. Bukan cuma mukanya yang cupu, tapi tasnya juga. Iyyu, jorok banget. Mana bau lagi." teriak Erine yang terlihat jijik melihat Biru dan tasnya. Ada beberapa teman-teman kelas Biru yang menertawakannya. Ada juga yang merasa kasihan pada Biru. Mereka juga tau sikap Erine yang seenak jidat.
"Bit, gak usah didengerin ya." bisik Dewi. Ingin rasanya, ia merobek mulut Erine. Ia juga yakin jika Erine lah yang menaruh sampah itu di kolom meja Biru. Biru hanya mengangguk. Ia harus sabar dan tak boleh terlihat lemah di depan orang lain.
Tiba-tiba, Arka masuk ke dalam kelas dan berjalan menuju bangkunya. Saat tepat di samping bangkunya, ia mencium bau yang menyengat "Bau apaan sih, Rif?" tanyanya pada Rifa
Rifa tak menjawab pertanyaan Arka. Erine berjalan ke arah Arka dan mejawab pertanyaan Arka "Itu tuh Ka, bau tasnya si cupu. Dia masak naruh sampah makanannya di dalam kolom bangkunya? Dasar jorok."
Arka melirik Biru dengan pandangan jijik "Lo gak lihat kalau di depan kelas ada tong sampah? Kenapa lo masih buang sampah di kolom meja? Jorok tau." ia menatap tajam ke arah Biru "Cepat bersihin, gue gak mau bangku gue juga ikutan bau." perintahnya
"Sabar Biru, sabar." batin Biru. Ia mencoba tersenyum "Iya, gue bersihin." kemudian, ia pergi mengambil sapu dan sekop. Lalu, ia membersihkan kolom mejanya.
"Rif, lo bawa parfum gak?" tanya Arka ketika melihat Biru duduk kembali di bangkunya setelah membersikan kolom mejanya
"Selalu bawa dong, Ka." balas Rifa
"Mana gue minta."
Rifa pun mengeluarkan parfumnya dari dalam tas. Setelah itu, menyerahkannya pada Arka. Lalu, Arka menyemprotkan parfum itu di sekitarnya. Ia tak mau, bangkunya dan sekitarnya menjadi bau "Biar gak bau." ucapnya santai dan terkesan menekan perkataannya
Dewi dan Andan merasa kasihan pada Biru. Menurut mereka, Arka benar-benar menyinggung perasaan Biru "Yang sabar ya, Bit." bisik Andan dari belakang Biru
"Iya makasih, Dan." sebenarnya ia juga ingin menangis. Selama ini, ia tak pernah mendapat perlakuan buruk dari teman-temannya di sekolah lamanya. Tapi, seolah hidup Biru berubah 180° di sekolah ini. Ia lebih banyak mendapat perlakuan buruk dari beberapa teman barunya.
***
Saat pulang sekolah, Biru menangis sendiri di kamarnya. Ingin rasanya ia bercerita pada bundanya. Tapi, ia takut bundanya akan khawatir. Oleh karena itu, ia lebih memilih menyimpannya sendiri. Biarkanlah sangkar mengurung deritanya di dalam hati. Ia tak mau menyeret orang lain, apalagi bunda tercintanya ke dalam kesedihannya. Saat sibuk menangis, pintu kamar Biru diketok oleh seseorang yang ia yakini adalah bundanya. Kemudian, ia menghapus air matanya dan berjalan membuka pintu "Kenapa, bun?"
"Itu, ada teman kamu di luar" ujar bunda Kiya
Biru mengerutkan dahinya. Pasalnya, teman-teman di sekolah barunya tidak ada yang tau rumahnya "Siapa, bun?"
"Raka."
"Beneran Raka, bun?"
"Iya. Udah sana samperin."
Biru pun menghampiri Raka di ruang tamu "Ka."
Raka menoleh ke arah Biru "Hai, apa kabar?"
"Baik. Lo pulang sekolah langsung ke sini?" tanya Biru yang melihat Raka masih memakai baju sekolah
"Hehe, iya."
"Tumben, ada apa nih?"
"Jalan yuk, Bir!" ajak Raka penuh mohon
"Kemana?"
"Ke taman yuk. Tadi di jalan, gue lihat ada taman bagus."
"Iya udah ayo, pasti lo mau ngomong sesuatu kan." Raka tersenyum. Lalu, mereka berdua pergi ke taman menaiki motor sport putih milik Raka, setelah sebelumnya berpamitan pada Bunda Kiya.
Sampailah mereka sekarang di taman. Mereka duduk di salah satu bangku yang ada di taman "Mau ngomong apa lo, Ka?" tanya Biru
"Gak ada sih, cuma kangen aja." jawab Raka santai
Biru tersenyum "Lebay lo. Cuma sebulan gak ketemu, udah kangen aja."
"Udah tiga bulan Biru. Lo ke rumah gue udah tiga bulan yang lalu." koreksi Raka
"Hehe, iya sih udah tiga bulan."
"Kasihan gue sama lo, Bir."
"Kasihan kenapa?"
"Kasihan, masih mudah udah pikun, hahaha."
"Kurangajar lo."
"Hahaha, ngomong-ngomong lo di cariin mama gue tuh."
"Mama lo?" tanya Biru bingung
"Iya, mama gue nanyain lo mulu. Katanya gini." Raka berbatuk terlebih dahulu. Kemudian merubah suaranya, seolah meniru suara mamanya "Calon menantu mama gak main ke sini lagi, Ka?"
"Calon menantu?"
"Iya, calon menantu. Lo kan calon istri gue. " ucap Raka pede
"Hahaha, apaan sih lo, Ka? Kalau pengen punya istri, yah sana nikah biar gue cepat dapat keponakan juga."
"Iya, gue bakal nikah. Tapi, gue gak mau kalau istrinya bukan lo. Gue pokoknya mau nikah sama lo."
Sebenarnya Biru tersipu atas apa yang dikatakan Raka "Apa benar yang dia ucapin?" batinnya "Emang lo berani minta gue ke ayah gue?" tantang Biru
"Itu mah urusan nanti. Lagi pula, kan gue ngajak papa gue. Yah, biar papa gue aja yang ngomong sama ayah lo."
"Dasar, anak papa. Penakut lo."
"Gue gak penakut ya." sangkal Raka
Biru hanya tersenyum mendengar pembelaan Raka. Pandangannya tiba-tiba fokus pada gelang yang dipakai Raka. Biru memang suka sekali memakai gelang "Ka, gelang lo bagus. Minta dong satu."
Raka memang memakai tiga gelang kain kecil-kecil di tangan kirinya "Yang mana yang bagus?"
Biru meraih tangan Raka. Kemudian, menyentuh gelang yang berwarna abu-abu "Yang ini. Boleh ya buat gue?" Ia menampilkan wajah imutnya "Izinin gue punya satu barang milik lo, Ka. Biar kalau gue kangen sama lo, gue bisa pegang gelang milik lo." lanjutnya dalam hati
"Lo kan udah punya gelang kesayangan, tuh." Raka menunjuk gelang berwarna biru bercampur merah di tangan Biru.
"Tapi kan gue juga naksir sama gelang lo itu." Biru memanyunkan bibirnya
Raka tampak gemas melihat ekspresi Biru "Kenapa gak naksir orangnya aja sih?" lirihnya
"Apa lo bilang?" tanya Biru memastikan pendengarannya
"Bukan apa-apa." Raka pun melepas gelang yang Biru sukai dari tangannya. Lalu, memakaikannya di tangan Biru. Tapi ia juga merebut gelang kesayangan Biru "Sebagai gantinya, ini buat gue."
"Eh, jangan Ka. Kembaliin." Biru berusaha merebut kembali gelang kesayangannya
"Kenapa? Gelang ini dari pacar lo ya?"
"Bukan gitu. Lo tau kan, gue gak punya pacar."
"Iya udah, kalau gitu buat gue."
Awalnya ia tak rela gelang kesayangannya di ambil Raka, namun akhirnya ia pasrah "Iya deh." putus Biru. Lagi pula, ia masih punya dua gelang yang sama seperti itu. Iya, Biru memang punya tiga gelang yang sama. Gak tau kenapa, ia sangat suka pada gelang kesayangannya itu. Oleh sebab itu, ia membeli tiga gelang yang sama sekaligus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Tengah Malam (SELESAI)
Ficção Adolescente"Kalian percaya gak, kalau kehidupan kita bakal berubah 180 derajat karena satu hal?" Seorang gadis bernama Biru awalnya tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah karena suatu hal. Hal apa ya kira-kira? Start : 29 Juni 2021 Finish : 7 November...