42.Penyelamatan Diri

813 109 91
                                    

A/N: Jika ada narasi atau dialog miring, artinya adalah kilasan masa lalu. (Kecuali terdapat tanda petik satu atau kata yang menyerupai suara (contoh: bruk, ctakk, duakk).)

Warning⚠: Author tidak membaca manga sehingga cerita akan berbeda jauh dengan alur aslinya!

Ctakkkk

Keduanya sama sama mundur, menghasilkan gesekan dari kaki yang menapak di tanah. Keringat membasahi wajah, membuat nafas terengah sehingga bahunya naik turun.

"Oi, kau bilang ingin membicarakan sesuatu, kan?!"

Giyuu menepuk dahinya keras, sempat melupakan tujuan awalnya ke sini. Ya, memang tujuan awalnya. Giyuu hanya ingin membicarakan sesuatu dengan Sanemi, tapi Pilar Angin itu pasti menolak.

Itulah alasan Giyuu mengajak Sanemi berduel. Semacam curhat berkedok latihan. Tapi pada akhirnya, Giyuu terbawa suasana dan berfokus untuk mengalahkan Sanemi.

Giyuu tau betul kalau sikap Sanemi benar benar buruk. Tapi dengan sikapnya yang dingin, Giyuu tak mempedulikan hal itu sama sekali. Namun, entah kenapa Giyuu merasa emosi saat berada di dekat Sanemi. Padahal Sanemi tidak memiliki kesalahan padanya.

"Cepat, aku kehabisan waktu!" perintah Sanemi terburu-buru.

"Aku ..."

"Aku ingin bertanya ..."

Giyuu yang terus menggantungkan kalimatnya membuat Sanemi merasa kesal. Tapi sedikitnya Sanemi ingin mengerti, melihat keadaan Giyuu yang terengah-engah membuatnya sabar menunggu. Yah, ternyata ia lebih hebat karena masih bisa bernafas dengan normal, pikir Sanemi.

"Kenapa kau menyukai (Y/n)?"

"Hah?!" Sanemi menaikan sebelah alisnya, matanya mendelik tajam. "Pertanyaan macam apa itu?!"

Giyuu menghembuskan nafas lelah, menunduk lesu. "Aku tau pertanyaan 'ku terdengar konyol, tapi aku serius."

Pilar Air itu kembali berdiri tegak saat nafasnya sudah bisa ia kuasai. Tanpa memasang kewaspadaan, ia melanjutkan perkataannya.

"Maksudku, apa kau tidak sadar bahwa perasaanmu itu sia sia?"

Sanemi menggertakkan giginya emosi, tangannya menebas angin dengan katana kayu yang ada di genggaman. "Bicara yang jelas, bodoh!"

Sekali lagi Giyuu menarik nafas panjang dan membuangnya secara perlahan, memastikan ia tidak terbawa emosi. "Sejak awal, (Y/n) dekat denganku. Sikap dan kesan pertamamu terhadapnya juga sangat buruk, apa kau pikir (Y/n) akan balas menyukaimu setelah semua itu?"

"Tapi sikapmu itu, menunjukkan bahwa kau tidak masalah dengan perasaanmu sendiri. Kenapa kau tidak berusaha menjauh? Apa kau rela jika perasaanmu membesar begitu saja dan menghancurkannya sekaligus saat kau mengetahui kenyataannya? Bukankah seharusnya kau mencari cara untuk membuang rasa itu?"

Sanemi terdiam dengan iris mata yang terarah ke bawah, tatapannya sulit diartikan. Jika berdasarkan pendapat orang lain, sudah pasti perkataan Giyuu benar benar menusuk. Bagaimana bisa ia mengatakan hal sekejam itu?

"Seharusnya kau menyerah saja," ucap Giyuu final.

"(Y/n) adalah milikku."

Hening. Kedua bibir tertutup rapat saat hembusan angin menerbangkan surai bertolak belakang milik mereka. Kedua tangan turun dengan lemas, tak ada kuda kuda yang dipersiapkan untuk serangan lanjutan.

"Aku menyukainya, dan aku akan mendapatkannya."

Giyuu mengangkat kepalanya dengan cepat, menatap Sanemi dengan tatapan yang sulit diartikan. "Shinazugawa, aku tidak bisa mengerti jalan pikiranmu," balas Giyuu mengernyitkan alisnya.

Memories || Kimetsu no YaibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang