48.Rasa yang Nyata

491 68 12
                                    

Warning⚠: Author tidak membaca manga sehingga cerita akan berbeda jauh dengan alur aslinya!

Angin berhembus kencang melewati keduanya, membawa serta surai berbeda warna untuk beterbangan menghalau pandang. Kala bibir saling menahan kata, pula mata yang menghindari tatap, sunyi hadir mengisi jarak.

Lidahnya kelu, tenggorokannya tercekat. Semua kata yang telah tersusun dengan indah menguap, dibawa pergi seiring hembusan nafas dikeluarkan, menjauh hingga kosong telah menguasai benak.

Lucunya, setelah sekian lama tak bertukar kata, atau sekedar bersitatap, tak ada rasa senang yang bisa terungkap. Gadis itu, merasa tidak pantas untuk berada di sana, berhadapan dengan seseorang yang telah ia sakiti.

Kedua tangannya mengepal kuat, pula mata tertutup erat. Menahan. Tak ingin rasa sedih menguasai, atau air mata yang mencair menjadi tangis. Bibir yang mengering telah terbuka, mengucap kata dengan intonasi yang sedikit bergetar.

"Giyuu," jedanya sejenak, menelan saliva susah payah seiring menggigit bibir kecil. "Gomen ...."

Tubuh gadis itu bergetar, meringis menahan semua rasa. Ia memeluk dirinya sendiri, berusaha menghentikan getaran yang terus melanda. "Gomennasai ..., aku ... aku tidak—"

Tap

"Syukurlah. Aku— benar-benar takut."

Iris violetnya melebar seiring degup jantung yang semakin cepat. Dengan mengambil satu langkah ke depan, pria itu langsung memeluk dirinya erat, menyembunyikan wajah putus asanya pada bahu sang gadis.

"Sempat terlintas dalam pikiranku, saat di mana aku tak akan pernah bisa melihatmu lagi, aku sangat takut ...."

(Y/n) hanya termenung, mencoba mencerna semua perkataan yang memasuki pendengarannya, mencoba percaya, ia tak mampu mengatakan apapun. Pada akhirnya diri tersadar, kelopak menipis dalam sekejap dan menumpahkan air mata yang mengalir deras.

Inikah? Ini yang ia cari selama ini? Kehangatan yang begitu ia rindukan, telah kembali dalam pelukan. Tuhan, apalagi yang dia inginkan? Mengapa dalam sesaat ia merasa, bahwa hanya ini yang ia cari selama ini. Sesosok pria dingin yang penuh kelembutan dalam tatapannya.

Semua keraguan telah terhapus, dalam seketika membalas peluk penuh haru. Gadis itu terisak, air mata terus mengalir tanpa izin, menolak perintah untuk berhenti dari sang diri.

"Giyuu, gomen, hontou ni gomennasai, a-aku tidak bermaksud melukai kepercayaanmu." suaranya bergetar, terhalang oleh isak tangis yang berlomba-lomba mengeluarkan diri.

"A-aku— aku hanya— aku tau ini salahku, ini salahku, aku mohon maafkan aku."

Dalam sekejap hangat dalam peluk sirna, kala sang pria melepasnya dengan sengaja. Ditatapi olehnya wajah gadis yang tengah berantakan itu, lalu menggeleng kuat. "Tidak, aku yang seharusnya minta maaf." Giyuu menahan nafas, tidak sanggup melanjutkan.

Tangannya terangkat, menyentuh dan mengelus pipi yang basah itu lembut. "Maaf karena kau harus melihatku yang begitu kekanak-kanakan, aku masih terlalu bodoh untuk memahami dirimu, padahal seharusnya aku tau kau menanggung beban yang berat."

(Y/n) menggigit bibir bawahnya sebagai pelampiasan. Entah mengapa melihat Giyuu meminta maaf seperti ini begitu membuatnya tersiksa. (Y/n) menggenggam tangan Giyuu yang berada di pipinya, erat, teramat malah.

"Ini salahku juga." (Y/n) menunduk untuk menguatkan dirinya sendiri, lalu kembali mengangkat wajah. "Padahal kau sudah sangat terbuka padaku, tetapi aku masih belum bisa memberi seluruh kepercayaanku." matanya terpejam erat, menetralkan nafas kala dadanya begitu sesak. "Aku minta maaf. Aku— aku hanya takut, Giyuu."

Memories || Kimetsu no YaibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang