45.Setelahnya

679 98 94
                                    

Warning⚠: Author tidak membaca manga sehingga cerita akan berbeda jauh dengan alur aslinya!

Cahaya lampu yang menyorot pandangan membuatnya mengerjap. Kelopak mata terasa berat untuk dibuka, seolah memaksa tetap pada posisi awal yang hanya menampakkan kegelapan. Dirinya tak menyerah secepat itu, meski pemandangan pertama cukup kabur hingga denyutan di kepala terasa, ia berhasil menjernihkan penglihatannya yang mengarah ke atas.

Tubuhnya kaku, tapi tidak sekaku itu untuk membuatnya tidak dapat bergerak. Ia terperanjat pelan, merasakan suatu gerakan asing selain dirinya. Kepala dipaksakan menoleh walau terpatah-patah, hingga akhirnya sesuatu yang tidak dikira terjadi begitu cepat.

Krakkk

"Woi! Bangun juga kau! Aku tau kau pemalas tapi jangan tidur kelamaan lah, bego!"

"Aa-a-aaakhh!! S-sakit hanjir!!" (Y/n) berteriak, memaksakan tenggorokannya yang kering untuk mengeluarkan nada tinggi sekaligus.

Tubuhnya terasa diremukkan, pegal dan nyeri di mana-mana, ia hanya mampu meringis menahan sakit. Dan siapa tadi itu? Sebodoh apa dia hingga mengguncang tubuh orang yang baru sadar dari kondisinya yang sekarat?! Melirik ke samping, ia mendapati surai pink yang seketika membuatnya darah tinggi.

"Yuri, aku baru sadar! Aku tau kau bodoh tapi jangan sampai membunuh orang dengan kebodohanmu!!"

Yuri yang baru sadar terdiam, mengembalikan posisi (Y/n) menjadi lebih nyaman. Tapi kedua tangannya masih tersimpan pada pundak (Y/n), menatap sendu sang teman yang terbaring dengan lemahnya.

(Y/n) mengernyitkan alis, terbentur apa Yuri semalam? Apakah dia sekhawatir itu padanya hingga nyaris menangis?

"(Y/n) bego, kenapa baru bangun, kau tidak tau seberapa menderitanya aku di sini, hah?! Aku diinterogasi siang malam!!"

Astaga, (Y/n) memutar manik matanya malas. Ternyata benar, itu Yuri yang ia kenal, gadis itu hanya mementingkan dirinya sendiri dibanding sahabatnya yang tengah sekarat. Menanyakan kondisi saja tidak, malah langsung menyakitinya.

"Kau tidak menjawab? Jawab, bodoh! Orang-orang mengira aku dukun karena tau semua hal tentangmu, padahal kan aku memang mengenalmu, tapi mereka tidak percaya!!" Yuri berteriak histeris dengan air mata mengalir dramatis, seolah meminta dikasihani oleh teman di hadapannya.

"Loh, kok dukun? Kau kan perempuan."

Jawaban (Y/n) membuat alis Yuri mengernyit. "Apa hubungannya?"

"Kalau perempuan kan du-chan."

Plakk

"Kau siapa?! Jawab!! Kau bukan (Y/n)!! Sejak kapan (Y/n) suka jokes bapak-bapak?!!"

(Y/n) menatap Yuri dengan kesal seraya mengusap kepalanya yang terkena bogeman mentah. Dasar, apa Yuri tidak berfikir? Bagaimana jika satu benturan lagi di kepalanya bisa membuat ia hilang ingatan? Jika ia hilang ingatan Yuri juga yang repot, huh!

"Ya daripada suka sama orang yang gak suka kita balik, nyesek tau."

"Buset, malah curhat ni anak."

Yuri menghela nafas panjang, berdebat dengan (Y/n) memang melelahkan. Ah, sebenarnya memang Yuri yang cari masalah, sih. Kedua sikunya bertumpu pada ranjang temannya, mengusap wajahnya lesu.

"Tapi serius deh, aku bener-bener tersiksa. Selama aku tinggal di kediaman Kyoujurou, orang-orang selalu melihatku dengan tatapan curiga, aku tertekan." Yuri mengeluh berlebihan.

Gadis yang menjadi pendengar cerita temannya mengernyitkan alis. "Loh, kau tinggal di kediaman Kyoujurou? Kenapa?"

Yuri yang semula menyembunyikan wajah pada ranjang empuk mulai mengangkat kepala, menopang wajahnya menggunakan sebelah tangan. "Iya. Karena di kediaman Pilar lain tidak ada siapa-siapa, jadi aku ditempatkan di kediaman Kyoujurou agar ada ayahnya yang menjagaku. Katanya biar aku tidak kabur, aku tidak boleh keluar, tidak boleh ke kediaman kupu-kupu, takutnya menyakiti pasien, katanya."

Memories || Kimetsu no YaibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang