Epilog

13.8K 729 513
                                    

Last chapter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Last chapter. Epilog : selamat tinggal.

Follow Instagram : @abt.jaja

Tiktok : @vanillagurly

"Kamu tahu apa yang lebih menyakitkan daripada kehilangan? Saat kita merasa sudah memiliki seutuhnya, namun ternyata yang kita genggam selama ini hanya ilusi belaka."

-Ranzares Rovaldo Brawijaya-

♪Duka-Last
Child♪

•••

RIPPED jeans serta Sweater abu berpadu indah membungkus tubuh jenjang gadis itu. Dengan tas punggung berwarna hitam serta sepatu boots yang menjadi pelengkap. Zeyra menggerai rambut bergelombangnya yang indah, koper telah siap siaga berdiri dihadapannya.

"Harus banget balik?" Faroz bertanya di sela gadis itu mengecek pasport, tiket, dan persiapan yang lain.

Zeyra mendongak menatap Kakaknya. Bandara Soekarno Hatta adalah tempat mereka berpijak saat ini. Bukan hanya Faroz, ada kesembilan temannya juga disini. Lengkap dengan Syena juga Meisya yang menghantarkan. Minus seorang Zeinna Sintya. Zeyra paham sekecewa apa gadis itu padanya.

"Nggak ada alasan buat bertahan, Kak," Zeyra tersenyum menanggapi. "Makanya, sering-sering main kesana. Ajak Agatha juga," Zeyra menuding gadis yang berdiri disebelah Kakaknya. Agatha hanya balas terkekeh kecil.

"Je," Zeyra menoleh pada suara dengan hidung penuh yang memanggil namanya. Tentu saja, Syena orangnya.

Menghampiri gadis bertubuh mungil itu, Zeyra memeluk teramat kencang sepupunya.

"Jaga diri baik-baik," bukannya tenang, tangis Syena semakin pecah karenanya.

"Lo jahat! Belum juga setahun kita bareng, lo main pergi lagi aja! Nggak sayang sama ujian yang udah didepan mata?!"

"Gue udah urus semuanya," jawabnya santai.

"Nggak takut Ranz digondol Nek Lampir?!" Zeyra hanya tersenyum menanggapi.

"Lo gila! Lo jahat! Anjing lo!" Syena kelepasan. Membuat tawa Zeyra pecah saat itu juga. Mereka melerai pelukan, Zeyra membantu Syena menghapus air matanya.

"Setidaknya kita masih bisa komunikasi, nggak kaya dulu. Lo semua juga bisa main kesana."

"Dan kamu juga masih bisa main kesini, kan?" Zeyra menoleh pada Meisya yang berdiri di samping Syena.

"Semoga," balasnya. Turut memeluk sahabatnya yang satu itu. Meisya yang sedari tadi mengusapi punggung Syena yang menangis, malah sekarang ia yang menangis dengan teramat pilu.

"Kenapa harus pergi lagi?" Tanya gadis itu disela isakannya.

"Karena harus." Zeyra terikut sesak mendengarnya.

RANZARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang