40. Pesta dan duka

5.4K 406 50
                                    

"Iblis melawan malaikat sudah biasa. Namun, apa jadinya bila iblis melawan iblis? Pertunjukan yang dinantikan."

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

RANZ membelah jalan dengan kuda besi merah menyalanya, menyalip setiap kendaraan yang menghalangi jalannya. Fokusnya hanya satu kali ini, sang Mama.

Hingga akhirnya ia sampai di sebuah rumah sakit yang cukup jauh dari sekolahnya, bukan rumah sakit yang ditinggali Michel, melainkan rumah sakit umum biasanya.

Ia berlari di koridor, menyusuri setiap lorong yang akan kembali membawanya pada kegelapan. Di belakang, Devan, Raga, dan juga Ferro mengikuti tanpa ia pedulikan. Hingga kakinya membawa pada sebuah ruangan yang sudah di penuhi tangis pilu seorang gadis. Venuzella Brawijaya.

Kakinya melemas, seakan langit runtuh di atas kepalanya saat itu juga. Seakan petir menyambarnya dengan teramat kencang. Kakinya seperti jeli yang ia kuatkan mati-matian untuk berjalan walau tertatih. Di belakang, ketiga sahabatnya terkejut bukan main. Tak dapat berkata sepatah katapun.

Di hadapan mereka saat ini, seorang wanita yang dulu terlihat sangat muda dan cantik kini tengah terbujur kaku di atas brangkar dengan selimut yang menutupi hingga sebatas lehernya.

"Kak...." Venuz menyadari kehadiran Ranz. Gadis kecil itu mendekat, berlari dan langsung menerjang tubuh kakaknya, memeluknya dengan erat. Tanpa celah, seakan mengisyaratkan ia sangat-sangat membutuhkan kakaknya.

Ranz menutup mulutnya dengan sebelah tangan sedang yang satunya lagi menjambak rambutnya tak percaya. Matanya memerah, sesak menghantamnya dengan teramat dalam. Benar-benar seakan oksigen dicabut dari raganya dengan paksa.

"Ma—mama, Kak." Ranz yang tersadar dengan keadaan adiknya yang lebih kacau langsung mendekap tubuh Venuz dengan erat. Benar-benar erat. Menahan isakannya dengan teramat kuat walau akhirnya sebulir air mata luruh membasahi pipinya. Namun dengan cepat ia seka, tidak ingin Venuz melihat sisi lemahnya. Gadis itu sangat membutuhkannya, sangat.

Melihat Ranz yang hampir ambruk, Devan bergerak cepat untuk mengambil alih Venuz. Memberikan sedikit ruang agar ia bertemu ibunya, untuk terakhir kalinya. "Vey sama kak Devan dulu sini, biar kak Ranz liat Mama."

Venuz dan Ranz melonggarkan pelukan, gadis kecil itu menunduk membuat tangan tegap Ranz menangkup pipinya yang basah. Menghapus air mata dengan ibu jarinya walau tetes demi tetes itu tetap mengucur deras.

Setetes air mata Ranz kembali luruh, tangan Venuz terangkat dan membasuhnya dengan telunjuk yang dibengkokkan. Dan saat itu juga Ranz kembali memeluknya dengan erat. Rapuh saja tidak dapat menjadi definisi yang keduanya rasakan saat ini. Kehilangan malaikatnya, kehilangan seseorang yang telah melahirkan mereka berdua.

Ranz kembali mengurai pelukan mereka, menoleh pada Devan lalu berkata, "jagain Vey bentar, Dev." Devan langsung menahan punggung Venuz yang hampir tumbang.

RANZARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang