41. Lost Angel

5.2K 396 51
                                    

♪Sekuat hatimu—Last child♪

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♪Sekuat hatimu—Last
child♪

•••

ANGIN berhembus menyelimuti ketegangan para manusia-manusia yang menghantar sang Peri ke peristirahatan terakhirnya, dengan memakai pakaian serba hitam yang melambangkan kesedihan. Dan disinilah mereka saat ini, menyaksikan timbunan terakhir tanah yang menjadi penutup segalanya.

Venuz membekap mulutnya tak tahan, menggeleng lirih dengan derai air mata yang telah berjatuhan. Sedangkan Ranz dengan sabar dan kekuatan yang ia miliki mendekap tubuh mungil adiknya itu, mengecup sesekali puncak kepalanya dan mengusap punggungnya dengan lembut.

"Ikhlasin Mama ya, Vey nggak mau Mama sedih di sana, kan?" Ranz berkata lembut, namun tak dipungkiri sesak menghantamnya begitu dalam.

Tak ada jawaban, gadis itu hanya terisak kuat dalam pelukan sang Kakak.

Banyak orang baik yang menghantarkan sang Peri, kebanyakan dari kerabat sang Mama juga Ayahnya. Pun seluruh pasukan Rigelasthor dan beberapa murid Galaksi dan juga teman-teman Venuz, tak lupa keempat gadis yang saat ini menyaksikan kerapuhan dari orang yang biasa mereka lihat kuat.

Salah satu dari kerabat sang Mama menyerahkan Ranz sekeranjang bunga yang langsung diambil lelaki itu, maju bersama Venuz dan mulai menaburi bunga di atas tanah yang masih basah.

"Kuat ya," si pemberi bunga tadi mengusap punggung Ranz, memberi kekuatan yang langsung dianggukinya.

Selesai kedua anak dari Almarhumah Michellia Amora Brawijaya menabur bunga, seorang lelaki dengan punggung tegap masuk dan mengambil sekeranjang bunga yang diberikan seseorang di sana. Ranz mengepalkan tangannya, namun tak sanggup juga melawan, dirinya tengah lemah saat ini. Namun kebencian masih saja melingkupi, maju selangkah namun cepat di tahan tantenya yang tadi. "Pikirkan adikmu, Ranz."

Ia memejamkan mata, benar. Venuz membutuhkannya, sudah cukup dari semalam tak sesendok nasi pun yang masuk kedalam mulut gadis itu, Ranz tak ingin adiknya kembali terpuruk melihat perdebatannya dengan dia, Ananta Dewa Brawijaya.

Penaburan bunga di susul oleh para kerabat dan keempat gadis yang sedari tadi diam. Selesai, acara penaburan bunga selesai. Kini, Venuz yang sedari tadi memeluk foto sang Mama yang terlihat begitu cantik mendekat, menaruhnya di sana dengan sebulir air yang kembali jatuh. Tak hanya air mata, tubuhnya pun ambruk di depan gundukan tanah yang masih baru itu. Semua orang menahan pekikan, Ranz dengan sigap mendekat dan mendekapnya dengan erat.

"Vey...." Gadis itu menggeleng kuat, bahkan kakinya pun tak sanggup untuk berdiri lagi. "Mama udah bahagia disana, Dek. Jangan gini, ya? Kakak mohon." Untuk pertama kalinya seorang Ranzares Rovaldo berkata lemah sambil memohon.

Venuz mengangguk lemah, mencium papan yang terdapat ukiran nama sang Mama, lalu bangkit di bantu Ranz.

Pemakaman telah selesai, Ranz menatap sekeliling orang yang telah menghantarkan sang Mama. "Saya selaku anak tertua meminta maaf yang sebesar-besarnya jika Mama saya pernah memiliki salah terhadap kalian, dan terimakasih sudah bersedia menghantarkan beliau. Untuk masalah hutang-piutang bisa langsung dibicarakan dengan saya." Ujarnya lantang yang masih menopang tubuh adiknya.

RANZARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang