47. Bom waktu

4.6K 364 115
                                    

"HEY," Zeyra menoleh saat seseorang berdiri di sampingnya dengan satu cup matcha latte yang di sodorkan. "Favorit kamu."

Zeyra balas tersenyum. Mengambil sodoran cup itu, lalu menyesapnya perlahan. "Thanks."

Meisya mengikuti pandangan Zeyra menatap langit malam yang sedang ramai bintang. Saat ini mereka sedang berada di balkon comuna cafe yang sudah di booking satu malam oleh Rigelasthor. Ternyata Ranz sudah mengaturnya sesempurna mungkin.

"Everything is fine?" Meisya menoleh dengan pandangan menuntut. Yang membuat Zeyra kontan terkekeh.

"Always, right?"

"Right. But fake hm?"

"Sya," Zeyra memanyunkan bibirnya.

"Kita temenan bukan setahun dua tahun, Zeyra. Aku kenal kamu. Dan aku tau kamu lagi nggak baik-baik aja saat ini," Meisya memutar tubuhnya agar berhadapan langsung dengan Zeyra. "Banyak yang sayang sama kamu, Ra. Tapi gimana semua itu bisa berharga kalau kamu sendiri nyiksa diri kaya gini?"

Zeyra diam. Jika Meisya sudah ikut turun tangan, artinya dunianya memang sedang tidak baik-baik saja.

"Aku tau kamu masih sayang sama Brilian, tapi kamu dilema karena perasaan kamu juga dimiliki Ranz. Mata kamu nggak bisa bohong, Zeyra. Ada dua nama di hati kamu."

"Cuma satu, Sya," lirih Zeyra pelan. "Cuma satu."

Meisya menatapnya cukup lama, sampai akhirnya gadis ber-sweater putih itu berkata dengan tutur yang lembut, "aku pernah dengar kata-kata kaya gini, kalau kamu mencintai dua orang dalam satu waktu, pilih yang kedua. Karena nggak akan ada kata kedua kalau kita memang tulus mencintai. Cukup Brilian yang kamu sakiti, nggak untuk Ranz. Tanpa aku kasih tau juga kamu pasti paham, kan? Seberapa berharga hidup Ranz untuk banyak nyawa? Aku ingetin kamu kaya gini, karena aku nggak mau sahabat aku salah jalan."

Zeyra memajukan bibir bawah dengan mata yang berkaca-kaca. "Jahat ih wejangannya bikin banjir! Tanggung jawab!" Melihat itu, gadis yang telah lama menyimpan rasa pada si Pangeran Es Galaksi itu langsung menarik sahabatnya ke dalam pelukan. Menepuk pundaknya perlahan, memberi kekuatan juga pengertian.

"Inget, ya, Ra. Sama kaya kamu, mereka juga dilahirkan dengan cinta sama Mamanya." Mendengar itu Zeyra semakin memperdalam wajahnya dibalik pundak Meisya. Tampak tegar memang gadis itu, tapi coba kalian tanya 'kenapa?' dalam mood yang tengah jatuh. Hujan lah balasannya.

"Maaf."

"Nggak ada yang perlu di maafin, Zeyra," mereka melerai pelukan. Meisya membantu menyeka sudut-sudut air mata Zeyra yang basah. "Cengeng," cibir gadis itu.

"Yeuuu." Zeyra menatapnya sebal. "Oh ya by the way, kita temenan bukan setahun dua tahun, kan, ya?" Astaga. Melihat tatapan Zeyra, perasaan Meisya auto nggak enak!

"I—iya, kan?"

"Emang. Terus gimana sama si Pangeran Es Galaksi?"

Mampus.

Meisya kicep saat itu juga. Mengerjap tak percaya, membuat tawa Zeyra pecah saat itu juga.

"Meisya Aurelia Fransiska. Punya masalah apa sih, lo sama gue, huh?" Meisya masih tak mampu berkata-kata. "Sama kaya lo yang mungkin kenal gue sejauh itu. Lo pikir gue nggak tau gimana tatapan lo selama ini ke Nathan? Hell?! Sya, sumpah ya gue nggak habis pikir. Kenapa gitu? Kenapa harus dirahasiain?" Tawa Zeyra tak mampu berhenti.

"Satu Galaksi bahkan tau perasaan lo ke dia, tapi kenapa lo rahasiain dari gue?" Asli. Zeyra nggak paham kenapa harus dia yang nggak boleh tau.

"Ra, udah deh." Wajah Meisya merah padam saat itu juga. Cape-cape nutupin selama ini, masa ketauan sih?!

RANZARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang