17. Ingatan pada masa lalu

7.7K 568 250
                                    

“Jagalah lisan jagalah perkataan, karena bukan hanya perbuatan yang dapat membunuh seseorang. Ucapan pun kadang mampu menjadi belati yang mematikan.”

—Brilian Altair Wesley—

•••

SEORANG cowok dengan wajah penuh lebam tengah berbaring di kasurnya. Dengan keadaan remang yang hanya dapat pencahayaan dari sinar bulan, ingatannya terputar pada kejadian satu tahun silam.

"Kak Brilian ayo pacaran!" Lagi. Langkah Brilian yang ingin menuju lobi harus terhenti karena teriakan seorang gadis.

Cowok itu berbalik, diikuti ketiga temannya.

"Lagi, nih?" Salah satu temannya bersuara. Membuat Gavin yang berada di kirinya memutar bola mata malas.

"Selesain kali, Bril."

Terhitung sudah belasan kali gadis itu mengutarakan perasaannya. Masalahnya, kejadian ini sudah berlangsung selama tengah semester ini. Jika tiap Minggu saja belasan kali, maka satu bulan sudah berapa? Dan enam bulan?

Setiap hari Brilian harus mendengar teriakan-teriakan yang menyuarakan namanya, jengah? Pasti. Lelah? Nggak usah ditanya deh! 

Tapi semua ini juga salahnya.

Jika ia merasa sikapnya selama ini tak berpengaruh untuk gadis itu, Brilian salah besar. Gadis mana yang dapat biasa saja saat orang yang ia sukai datang dengan sendirinya? Memberi perhatian seolah-olah ingin membalas rasa.

Sekarang, salah siapa?

"Bril, udah deh, jahat banget lo mainin perasaan anak orang."

Brilian melirik Gavin tajam, seolah berkata, 'siapa yang mainin sih?!'

"Brilian buka mata lo, kalau jadi dia gue juga ngelakuin hal yang sama. Walau nggak gitu-gitu juga," bisik Gavin di akhir kalimat.

"Lo jadi cowok juga mikir dong, jangan bangsat-bangsat amat. Sekarang gini deh, lo yang nggak pernah-pernahnya deket sama cewe, malah deketin dia. Iya kalo anaknya nggak suka sama lo, lah ini? Lo tau dia cewe yang paling gencar deketin lo, kan? Eh malah lo notice. Seakan-akan lo ngebales perasaan dia. Jadi jangan salahin dia kalau sikapnya sekarang kaya gini."

"Lo tau siapa yang bener-bener ada di hati gue," jawabnya datar.

"Lah terus kenapa lo deketin tuh cewe goblok?!"

"Siapa yang deketin sih?!"

"Si anying emang." Gavin nyerah. Debat dengan Brilian sama saja menggali kuburan sendiri.

Brilian geming. Memikirkan resiko jika dia melakukan hal itu saat ini. Gavin benar, ini salahnya. Dia yang memulai dan ia juga yang harus mengakhiri.

Dengan satu tangan yang masuk di saku celana abu dan tangan yang lain memegang tas yang disampir di satu bahu, Brilian melangkah mendekati seorang gadis yang sedari tadi berdiri menunggunya di tengah lapang.

"Eh mau kemana?!" Gavin sedikit berteriak, namun sama sekali tidak digubris oleh Brilian.

"Ghizca," panggil Brilian pelan, saat sudah sampai dihadapan gadis itu.

RANZARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang