01. Zeyra Dzientara

25.1K 1.5K 332
                                    

RANZ memarkirkan motornya dihalaman Warde—warung Bude—tempat dimana anak-anak Rigelasthor biasa membolos. Niatnya untuk pergi ke sekolah harus ia urungkan, entahlah mood nya untuk belajar seketika hilang.

Ranz tidak sendiri, ada keempat temannya disana.
Warung Bude atau biasa disingkat Warde adalah tempat berkumpulnya anak-anak Rigelasthor, sudah pasti sebagai sarana membolos. Apalagi memang?

"Aw, bebeb gue dateng." Ferro menutup mulut dengan genit. Seakan-akan jantungnya ingin copot hanya karena melihat Ranz.

Raga bergidik jijik melihat tingkah nyeleneh orang di sampingnya. Dasar si belok!

"Bolos lo?" Tanya Devan, wakil ketua Rigelasthor.

"Telat." Ranz berjalan santai, mencomot bakwan jagung di atas meja lalu duduk di samping Nathan dengan satu kaki di angkat ke paha.

"Bolos mulu kerjaan lo semua," ujar Ranz di sela ia mengunyah. Tunggu-tunggu, terus yang ngomong apa dong kalo bukan bolos?

"Ngaca," jawab Nathan datar.

Ranz terkekeh kecil, dasar si miskin kosa-kata!

Ketua Rigelasthor itu berdehem kecil, potongan terakhir bakwannya sudah ia habiskan. Ranz menatap serius teman-temannya, walau nggak serius-serius amat kaya mau ngelamar doi.

"Tadi—" ia menggantungkan kalimatnya. Membuat keempat cowok yang mengelilingi mendekat.

Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Ketua Rigelasthor itu masih kekeh dengan pendirian menggantungnya, membuat suasana seketika hening. Ya maklum, cowok kan suka ngegantung anak orang....

"K–kok tegang?" Suara Ferro seketika memecah keheningan.

"Anjrit iya juga!" Raga ikut tersadar.

Ranz tertawa puas, berhasil mempermainkan teman-temannya.

Nathan berdecak malas, sudah serius-serius juga!

"Ranz...." Peringat Devan, kesal.

Masih dengan sisa tawanya Ranz kembali berucap, "oke sorry-sorry, serius nih. Tadi dijalan sempet ada yang ganggu konsentrasi gue. Kaya mau bikin celaka, gue ampir dijemput malaikat maut kalo nggak cepet gue cancel."

Bangsat. Satu kata yang mendefinisikan seorang Ranzares Rovaldo Brawijaya. Dari awal udah serius eh di akhir bikin keselek!

"Tai lo! Pake segala di cancel, kan gue gagal naik jabatan!" Raga mendumel kesal, seakan yang dilakukan Ranz benar-benar kesalahan.

"Jangan gitu dong, Ga! Nanti nggak ada yang jajanin Roro lagi," seru Ferro.

Sang Pangeran Es kita entah sudah keberapa kali memutar mata hari ini. Kenapa juga Tuhan bisa mempertemukan ia dengan para cowok alay seperti mereka?

"Alastor?" Tebak Devan. Dari sekian banyak temannya, hanya Devan yang mungkin dapat Ranz harapkan.

Ranz berpikir sejenak, pandangannya lurus seakan memutar memori beberapa menit yang lalu. Motor hitam, jaket kulit, tinggi. Siapa?

"Nggak tau. Yang pasti tuh orang jago banget Freestyle, gue aja ampe pangling."

"Seorang Ranz pangling broww!" Raga menggeleng kagum. Siapa orang yang berani menantang Ketua Rigelasthor ini?

"Lo yakin bukan Alastor?" Devan kembali memastikan. Pasalnya, siapa lagi musuh Rigelasthor selain geng sebelah? Oh wait! Satu nama terlintas di benak mereka masing-masing.

"Rudolf?" Devan, Raga dan Ferro berkata bersamaan. Membuat Ranz dan Nathan menoleh pada mereka.

Hanya sekejap, sebelum akhirnya Nathan kembali memalingkan wajah. Sialan!

RANZARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang