Lingkaran berwarna merah melingkari sebuah angka di kalender bulan ini. Menandakan bahwa tanggal itu adalah hari penting. Seorang gadis berambut panjang berdiri di depan kalender yang tergantung, menghitung mundur hari ini dengan tangal penting itu."Satu minggu lagi!" Seru gadis itu.
Kemudian ia beralih pada cermin yang tak jauh dari kalender di kamarnya. Ia menyentuh wajahnya, memperhatikan tiap sudut. Apakah ada satu titik yang akan membuatnya kurang percaya diri.
"Aku... emang cantik kan? Dia nggak bakal ngira aku nipu dia pake filter Centigram kan?"
Ia memajukan tubuhnya, agar dapat lebih jelas melihat wajahnya sendiri.
"Nggak deh kayaknya, aku foto pake filter kan karna kalo pake kamera handphone keliatan nggak simetris. Padahal di kaca udah perfect, kamera handphone emang laknat!"
Gadis itu senyum-senyum sendiri di depan cermin. Di sana nampak pantulan wajah lonjong, alisnya yang tak tebal juga tak tipis, matanya yang agak sipit, bulu mata lentik meski tidak tebal, bibir tipis yang berwarna pink alami. Juga pipinya yang beberapa bulan terakhir ini jadi agak tembam.
"Duh, kok tembem gini. Efek kebanyakan ngemil sih, tapi kalo nggak ngemil apalah arti hidup. Tapi, dia katanya suka kalo pipi aku chubby!"
Gadis itu melompat-lompat girang seperti anak kecil. Bukan wajah cantiknya yang membuatnya senang. Tapi satu minggu mulai dari sekarang, adalah hari spesial baginya.
Tavisha Salsabila Lalunna, itulah nama gadis berusia 15 tahun itu. Rangkaian nama indah yang memiliki arti masing-masing. Tavisha berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti surga, Salsabila yang berarti mata air surga, dan Lalunna berasal dari bahasa Hawaii yang artinya dahan surga. Meski berbeda arti tapi namanya berkaitan dengan satu hal, yaitu surga.
"Salsa! Dah siap belum??" Teriak Eila yang merupakan ibunda Tavisha.
Salsa adalah panggilan Tavisha di rumah. Panggilan dari ibunya membuat Tavisha tersadar bahwa ia akan ikut orang tuanya untuk belanja bulanan. Tavisha langsung menyambar tas selempangnya dan keluar dari kamar. Ia berlari menuju kamar orang tuanya.
"Kamu ni loh! Lama betul siap-siapnya!?" Bentak Eila yang sedang memakai maskara di depan cermin.
Tavisha hanya menunduk diam, jika ia buka mulut maka akan jadi perdebatan. Dan nanti Tavisha yang akan disalahkan jika orang tuanya tak jadi belanja.
"Kebanyakan dandan," saut Abbas, ia adalah ayah Tavisha.
Padahal Tavisha tak memakai make up sedikit pun diwajahnya. Dan justru Eila masih merias diri di depan cermin.
"Ngapain berdiri situ!? Sana tunggu di ruang tamu! Apa bukain pager dulu, berdiri aja kaya patung!" bentak Eila lagi.
Tanpa menjawab Tavisha langsung menuruti kata ibunya. Sudah biasa Tavisha dibentak-bentak seperti itu, tapi itu bukan masalah untuknya. Tavisha sadar ia adalah anak tunggal, dan satu-satunya penerus usaha serta yayasan yang dimiliki orang tuanya. Jadi sejak kecil ia dididik dengan keras dan penuh aturan, meski begitu Abbas dan Eila sangat sayang pada putri tunggal mereka.
Setelah membukakan pagar rumah, Tavisha duduk di ruang tamu. Sambil menunggu Eila siap, ia bermain handphone. Tavisha membuka aplikasi chatting.
Tavisha teringat kembali dengan pengumuman di komunitas Wattpad yang membuatnya senang. Satu minggu lagi akan diadakan event meet up untuk merayakan tiga tahun berdirinya GWL, singkatan dari Grup Wattpad Lovers. Hobi Tavisha adalah membaca dan menulis, salah satunya membaca novel. Karena Eila dan Abbas tak pernah mengijinkannya membeli Novel meski dengan uang sendiri, jadi Tavisha membaca novel online.
Gadis itu amat senang, ia bisa bertemu dengan sahabat-sahabat onlinenya. Vena, Wasa, Glara, Ikhsan, Sadewa, Maya, Nita, Anna, Bela, Usha, Gita, Falisha, Ira, Savita, Adhisti, Devi, Davka, Nararya, Ivan, dan masih banyak lagi. Juga orang spesial di hatinya.
Fikram Ramdana, jika namanya didengar seperti bahasa Sansekerta "Vikram" yang artinya berani. Seorang pria berumur 17 tahun yang berwajah tampan dan baby face. Yang Tavisha tahu, sejak kecil Fikram disekolahkan dan besar di asrama jauh dari rumahnya. Hingga saat duduk di bangku SMA ia tidak ingin tinggal di asrama lagi. Entah apa alasannya.
Belum pernah ada yang dapat menaklukkan sikap dingin Fikram, jadi tak heran jika ia belum pernah merasakan jatuh cinta. Hingga takdir memperkenalkan Fikram dengan gadis yang memiliki hobi sama dengannya, yaitu menonton dan menulis cerita bergenre horor dan thriller. Mereka saling mengenal di GWL.
Memang aneh, karena mereka berdua saling jatuh cinta dari foto, suara, dan ketikan lewat telepon genggam. Sama anehnya dengan plankton yang menikah dengan sebuah komputer bernama Karen. Namun kini cinta juga terpengaruh oleh teknologi, kita bisa mencintai seseorang dari ketikannya saja. Tanpa tahu bagaimana kehidupan asli orang itu.
Begitu juga yang dialami Fikram dan Tavisha. Dari ketikan dan sifat Tavisha saja dapat meluluhkan hati Fikram, begitupun sebaliknya. Setelah beberapa bulan berteman, Fikram memantapkan diri untuk mengungkap perasaannya pada Tavisha, juga ingin Tavisha jadi pacar pertamanya. Namun Tavisha bukan type orang yang percaya LDR, Long Distance Relationship.
Fikram tinggal di ibu kota Jawa Timur, sedangkan Tavisha tinggal di ibu kota Jawa Tengah. Surabaya - Semarang bukanlah jarak yang dekat, mereka terhalang oleh ratusan kilometer. Dan ini alasan yang menggoyahkan Tavisha meski ia juga memiliki rasa yang sama dengan Fikram.
Tavisha adalah cinta pertama Fikram, tapi tidak sebaliknya. Sebelumnya Tavisha telah dipatahkan oleh cinta pertamanya yang sudah bersama Tavisha selama dua tahun. Jadi ia tidak ingin terluka lagi.
Namun Fikram tak menyerah untuk memperjuangkan cintanya yang terhalang jarak. Baginya jarak ini tidak berarti, yang penting tidak ada jarak dihatinya dan Tavisha. Fikram selalu hadir dan menghapus luka Tavisha. Mendengarkannya juga menemani Tavisha saat sendiri.
Akhirnya Tavisha bisa luluh dan mengedepankan perasaannya daripada egonya. Ia dan Vikram pun menjalani hubungan LDR ini.
Baru satu bulan Fikram dan Tavisha bersama. Event meet up yang diadakan GWL dapat menjadi alasan untuk mereka berdua bisa bertemu, dan beruntungnya para member setuju untuk meet up di Bandungan, Kabupaten Semarang. Tidak jauh dari rumah Tavisha, mungkin hanya butuh 30 menit jika jalan tidak macet.
Bagaimana mungkin Tavisha tak girang, pangerannya akan datang menemuinya. Waktu satu Minggu ini akan digunakan Tavisha untuk membujuk orang tuanya. Ya, memang ia tumbuh dengan peraturan ketat sehingga tidak bisa keluar rumah sembarangan.
"Salsa, pagernya dah dibuka?" Tanya Eila yang sudah siap.
"Udah kok, Bunda," jawab Tavisha.
"Kalo gitu ayok berangkat," ajak Abbas.
Tak banyak perbincangan di dalam mobil selama perjalanan. Hanya lantunan lagu tahun 80an yang memecah keheningan, lagu yang disukai Abbas dan Eila waktu mereka muda dulu.
"Bunda, nanti aku mau beli skincare ya," pinta Tavisha.
"Apaan?? Boros-borosin!" Bentak Eila.
"Emmm, pake uangku sendiri kok Bun," kata Tavisha.
"Hm, ya dah," kata Eila yang berarti boleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Distancing
Mystery / Thriller"𝑫𝒊𝒂 𝒂𝒅𝒂 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒏𝒚𝒂, 𝒔𝒆𝒅𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒌𝒖 𝒂𝒅𝒂 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒌𝒆𝒕𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒋𝒂. 𝑫𝒊𝒂 𝒓𝒆𝒂𝒍 𝒔𝒆𝒅𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒌𝒖 𝒗𝒊𝒓𝒕𝒖𝒂𝒍." "𝑯𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒊𝒂𝒘𝒂𝒍𝒊 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒉𝒖𝒃𝒖𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒗𝒊𝒓𝒕𝒖𝒂𝒍 𝒚𝒂𝒏𝒈...