28

18 9 7
                                    

Semilir angin menerbangkan beberapa helai rambut Vena

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Semilir angin menerbangkan beberapa helai rambut Vena. Ia sedang memperhatikan gadis di hadapannya kini. Nampak gadis itu tengah fokus menulis sesuatu di sebuah buku. Mereka berdua sedang berada di rest area.

"Kamu emang hobi banget nulis, ya," ucap Vena.

Gadis di depannya hanya menjawab dengan dehaman karena terlalu fokus.

"Nulis apa, sih?" tanya Vena dan mendekatkan dirinya agar bisa melihat apa yang temannya tulis.

Dahi Vena mengernyit ketika melihat tulisan di lembar buku itu. Rapi, tapi tak terbaca.

"Ntar, ini kaya sandi rumput bukan?" tanya Vena lagi.

"Kamu bisa bacanya?" tanya balik Tavisha.

Vena menggelengkan kepalanya.

"Tulisannya kaya elektrokardiograf, cuma ga kebaca," ungkap Vena.

Tavisha tertawa kecil mendengarnya.

"Ku boleh lihat nggak, Ta?" tanya Vena meminta ijin.

"Boleh," ucap Tavisha mempersilakan. Lalu ia menghentikan aktivitas menulisnya.

Vena mengambil buku bersampul hitam polos itu, dan mulai membuka halaman demi halaman di dalamnya.

"Tadi kamu nulis apa, Ta?" tanya Vena tanpa mengalihkan pandangannya dari buku itu.

"Kematian teman-teman kita," jawab Tavisha santai.

Bersamaan Vena sampai pada sampul buku itu yang tertera kalimat 'Death Note'. Seketika tangannya berhenti bergerak membuka-buka buku itu. Ia meneguk ludah dengan kasar. Lalu perlahan menoleh pada Tavisha yang ternyata sedang menatapnya juga.

"M-maksudnya, Ta?" tanya Vena dengan gugup.

"Aku catet semua kronologi temen-temen kita, supaya lebih gampang cari tau siapa pelakunya," jelas Tavisha.

"O-oh.... Astaga ku kira apa, Ta. Soalnya ada tulisan 'Death Note' di sampulnya."

"Haha, kamu kira aku nulis nama-nama temen kita sama kematiannya?"

"Bikin negative thinking aja bah."

Tiba-tiba dua orang pria datang. Lalu duduk di kursi dekat Tavisha dan Vena.

"Eh, kok cuma berdua?" Tavisha heran.

"Wasa mana?" tanya Vena.

"Beli ular," jawab Faishal.

"Hah?"

"Snack kali," ralat Davka.

"Tuh panjang umur orangnya," ucap Tavisha sambil menunjuk ke arah Wasa. Wasa datang dengan menenteng plastik Lafamart ditangan kanannya.

"Alhamdulillah, doiku panjang umur," ucap Vena bersyukur. Yang lain pun ikut mengaminkan.

"Kita harus bareng terus, ya. Jangan ada yang misah sendiri," kata Tavisha mengingatkan. Entah sudah berapa kali.

Love DistancingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang