18

30 13 0
                                    

Ku 'kan menunggumuSelalu menantimuMeskipun dirimuTak menjawab pintaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ku 'kan menunggumu
Selalu menantimu
Meskipun dirimu
Tak menjawab pintaku

Hanya lantunan lagu yang dinyanyikan Davka dengan iringan gitarnya yang terdengar saat ini. Menemani keheningan yang ada.

"Dzidan numpang mandi kah di toilet? Dah 30 menit bah," gerutu Wasa.

"Ampe lumutan tangan gue main gitar," saut Davka.

"Mau samperin?" Tawar Ikhsan.

"Yok, San. Sama aku," ajak Sadewa.

Mereka berdua pun masuk ke villa laki-laki untuk mengecek Dzidan yang sudah lama di toilet. Tak butuh waktu lama, Sadewa kembali ke teras. Namun tidak bersama Ikhsan dan Dzidan. Ia datang dengan mata merah dah raut wajah cemas.

"Guys!" Panggil Sadewa dan yang lain pun menoleh padanya.

"Dzidan, dia..." Bibir Sadewa tampak kelu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Mati juga, Bang?" Tebak Davka.

Sadewa mengangguk tanda tebakan Davka tadi benar.

"Dzidan sudah innalilahi," lirih Sadewa.

"Ok, aku panggil ambulans. Dan aku nggak mau liat mayatnya," kata Glara.

"Sama nj*r!" Saut Maya.

"Iya, gue dah trauma. Pasti, p-pasti gue muntah lagi," kata Vena sambil menutup mulutnya. Ia masih terbayang kondisi mayat Gita dan Bela.

Berbeda dengan yang lain, Tavisha malah segera masuk. Ia pernasaran apakah kondisi mayat Dzidan sama seperti yang lain atau mungkin akan berbeda seperti Falisha. Tavisha menghampiri toilet kecil di dekat dapur.

Di ambang pintu ia dapat melihat Ikhsan yang menutup mulut dan hidupnya dengan kain serbet berusaha menurunkan mayat Dzidan yang tergantung tepat di atas closet. Ikhsan juga memakai sarung tangan agar tidak ada sidik jarinya di tubuh Dzidan. Itu semua pasti ia ambil dari dapur.

Bau amis sangat menyeruak di indera penciuman. Bagaimana tidak, kondisi Dzidan tidak berbeda dengan mayat Gita yang tergantung di ruang tamu saat itu. Dzidan tergantung dengan tali yang mengikat lehernya dan ujung lain dikaitkan dengan balok kayu yang ada di langit-langit. Serta perutnya tampak jelas tergores dalam membentuk huruf 'あ'. Darah masih mengalir dari leher serta perutnya, bahkan usus Dzidan berjatuhan masuk ke closet.

"Kamu ngapain disini? Nggak mualkah?" Tanya Ikhsan.

"Nggak, kan aku nutup hidung," jawab Tavisha yang menjempit cuping hidungnya dengan jari jempol dan telunjuk. Membuat suaranya jadi sedikit berbeda.

Tavisha mencari-cari sesuatu disana, apakan ia akan menemukan sesuatu yang baru atau sama saja?

"Kamu nemu sesuatu nggak?" Tanya Tavisha.

Love DistancingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang