24

36 14 15
                                    

"Bener ini rumahnya Adhisti?" Tanya Wasa pada Vena

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Bener ini rumahnya Adhisti?" Tanya Wasa pada Vena.

"Iyaa, sama persis sama alamat yang pernah Adhisti kasih," jawab Vena.

"Dari luar aja rumahnya dah keliatan kramat," cibir Davka.

"Gapapa nih kita Dateng ke rumah pelaku nggak sama polisi?" Cemas Tavisha.

"Gapapa, Ta. Lagian kan belum pasti," ucap Vena.

"Adhisti siapa sih? Cantik gak?" Tanya Arka. Dan cowok itu mendapat tatapan tajam dari majikannya.

"Belum apa-apa dah cemburu aja lo, Ta."

"Dih, diam atau ku pecat!"

Arka, Davka, Faishal, Tavisha, Vena, dan Wasa kini berdiri di depan sebuah rumah joglo. Rumah itu adalah rumah Adhisti. Hari ini Faishal dan Tavisha sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Sehingga mereka berenam langsung pergi ke ke Purworejo, untuk menemui Adhisti. Sedangkan Glara, ia sudah pulang ke Sulawesi. Glara butuh terapi dan menenangkan diri agar traumanya sembuh.

"Kita masuk? Ajak Faishal dan dianggukkan yang lain.

Vena mengetuk pintu dari kayu jati itu.

"Assalamualaikum," salam semuanya.

Tak lama ada yang membalas salam mereka dan membukakan pintu.

"Waalaikumsalam," balas seorang wanita paruh baya. Yang tak lain adalah ibunda Adhisti.

"Cari siapa ya?" Tanya wanita pemilik nama Ayu.

"Adhisti ada di rumah nggak, Tante?" Tanya Vena.

"Oh, ada-ada. Silakan masuk dulu."

Keenamnya pun masuk ke rumah Adhisti. Di dalam rumah Adhisti makin terasa suasana khas Jawa. Ditambah ada sebuah lemari kaca yang isinya koleksi keris.

Seorang asisten rumah tangga yang mungkin sudah lanjut usia pun keluar membawa minuman. Ia memakai kebaya.

"Monggo, Mas, Mbak," ucapnya.

"Nggih Bu, matur nuwun," balas Tavisha.

"Ni rumah dukun?" Tanya Arka berbisik pada Tavisha.

"Ini namanya melestarikan budaya," jawab Tavisha.

"Tau kok."

"Cih."

Tak lama, dari dalam rumah Ayu keluar bersama seorang gadis di atas kursi roda. Gadis itu tak lain adalah Adhisti. Selama beberapa menit pun tidak ada yang membuka suara diantara mereka.

"Jangan heran kenapa gue bisa kaya gini," kata Adhisti dengan senyum miris.

"Karna... kecelakaan waktu itu?" Tanya Vena hati-hati.

"Iya. Gue lumpuh, Ven," jawab Adhisti tanpa ragu.

Semuanya menatap Adhisti dengan iba, tapi mereka juga mengumpat dalam hati. Kalau saja hari itu Adhisti tidak membuat keributan, mungkin ia tidak mendapat karma ini.

Love DistancingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang