Mentari tepat berada di atas menandakan sudah tengah hari, dibarengi dengan turunnya hujan. Enam orang dengan kebimbangan mereka tengah makan siang di sebuah restoran, meski di sana makanan yang di pesan hanya di pajang di meja mereka. Mereka sama-sama beradu dengan otak mereka sendiri, kecuali Arka yang sedang menikmati makan siang.
Vena menghela nafas panjang, semakin ke sini rasanya semakin tak berguna. Semakin dicari rasanya semakin sia-sia. Semakin diselidiki semakin membuang waktu dan tenaga. Bahkan diantara mereka ada yang masih sekolah. Besok seharusnya mereka sudah kembali belajar, tapi sekarang malah termenung di sebuah kota jauh dari rumah mereka.
"Kalian ada dendam apa sama makanan-makanan ini?" Heran Arka yang sudah selesai makan. Diantara mereka hanya Arka saja yang nafsu makan.
"Gue gak paham masalah kalian apa, teror? Pembunuhan? Pelaku? Gak ngerti gue. Yang gue tahu makanan ini gak salah sampe harus lo semua diemin gini," jelas Arka.
"Termasuk lo, Ta," kata Arka menatap Tavish yang duduk di sebelahnya.
Sedangkan Tavisha hanya balik menatapnya dengan lesu. Seolah bertanya, 'Aku kenapa?'
"Sejak kapan lo suka nganggurin makanan?" Tanya Arka.
"Aku nggak nafsu," jawab Tavisha sambil menyenderkan punggungnya di sandaran kursi.
"Sama," saut yang lainnya.
"Summer rain bawa sial!" Umpat Davka sambil memandang ke luar jendela.
"Hujan membawa rezeki," ucap Faishal.
Davka tak membalas, masih menatap ke luar jendela.
"Lo yakin gak mau pulang Semarang? Sekarang pemakaman om lo kan?" Tanya Wasa.
Davka menggeleng kuat.
"Gue mau nyari pelakunya!" Kukuh Davka.
Paman Davka yang membantu mencari pelaku teror ini pun ikut jadi korban. Tetapi kematiannya paling berbeda dari yang lain. Di seluruh dada dan perutnya tertancap paku, namun paku ini menancap dari dalam tubuh bukan dari luar.
"Shal, Ta," panggil Vena pada Faishal dan Tavisha.
"Bukannya besok masuk sekolah? Kalian mending pulang dulu ajaa. Arka juga kan?"
"Gak, saya mau tau siapa pelakunya," kata Faishal.
"Aku bakal pulang kalo dah bantai pelakunya," ucap Tavisha yakin.
"Gue ngikut majikan gue," kata Arka.
"Kita tetep bisa selesaikan bersama meski nggak bareng-bareng," ucap Vena. Yang lain memasang wajah heran mendengarnya.
"Sebelum kita meet up kita temenan kan? Tapi kita nggak satu kota. Meski gitu kita tetep bareng-bareng secara virtual," jelas Vena.
"Virtual kok bangga?" Saut Arka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Distancing
Mystery / Thriller"𝑫𝒊𝒂 𝒂𝒅𝒂 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒏𝒚𝒂, 𝒔𝒆𝒅𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒌𝒖 𝒂𝒅𝒂 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒌𝒆𝒕𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒋𝒂. 𝑫𝒊𝒂 𝒓𝒆𝒂𝒍 𝒔𝒆𝒅𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒌𝒖 𝒗𝒊𝒓𝒕𝒖𝒂𝒍." "𝑯𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒊𝒂𝒘𝒂𝒍𝒊 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒉𝒖𝒃𝒖𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒗𝒊𝒓𝒕𝒖𝒂𝒍 𝒚𝒂𝒏𝒈...