empat belas

100 41 0
                                    

Guru menerangkan materi, namun River justru tertidur dengan posisi kepalanya dimiringkan menghadap Alara. Pulas sekali.. beberapa menit lalu handphone River diambil paksa, disita guru Biologi yang super duper galak itu.

Alara diam - diam melirik, terlintas percakapan cowok disebelahnya dengan Joe pagi tadi. Membuat Alara berbatin saja, River serius?

Kalau boleh jujur, Alara sendiri menyadari kalau River memang sangat tampan. Alisnya tebal, kulit River putih bersih, hidungnya mancung, rahang sempurna itu membuat River nampak semakin mempesona. Pantas saja jadi 'incaran' satu RPS. Tanpa Alara sadari, ia menatap wajah River lebih lama. Senyumnya terukir begitu saja.

"Lo manis juga kalo tidur.." gumamnya berbisik.

Namun sedetik kemudian dengan spontan Alara membuang muka, begitu River dengan cepat membuka kedua matanya. Membuat Alara kaget saja, pipinya kini kian merah merona. Apa yang ia lakukan tadi?? memalukan.

Alara dapat merasakannya, deru napas River yang semakin dapat ia dengar dari telinga kiri. River kian mendekat, cowok itu berbisik.

"Gue.. denger lho.."

Alara menoleh cepat, kini jarak wajahnya dengan River hanya sejengkal. Manik keduanya saling bertaut, dekat sekali.. Alara mundur. Ia justru menubruk sesuatu, membuat Alara menengadah.

Guru killer itu menyorot tajam, kedua alisnya bertaut, giginya bergemelatuk, seram sekali.

"KELUAR KALIAN BERDUA!"

River beranjak, dengan cepat menarik tangan Alara. Berlari kabur begitu saja, sementara si guru kehilangan kesabaran akan kedua muridnya yang mengabaikan materi hingga amarahnya berteriak geram.

"JANGAN KABUURR KALIAN YA!! BERDIRI DI DEPAN KELAS SAMPAI SELESAI!"

"River kebelet berak bu!" Beralasan, River berlari keluar kelas. Diikuti gelak tawa dari seluruh penghuni kelas. "UDAH DIUJUNGG!!"

Sedetik kemudian terdengar suara lantang menyebut nama River.

Alara bungkam, tentu ia takut akan galaknya guru tersebut. Makannya nurut - nurut saja begitu River menarik tangannya, membawa Alara ke atap. Alara jadi teringat, tempat sebelumnya ia menjadi korban labrak-bullying Celsi.

"Ri-"

River spontan melepas genggamannya, cowok itu duduk diatas sofa usang sembari mengatur napas. Alara duduk disampingnya, baru tahu ada sofa usang disini.

"Gila. Serem banget," gumam River. Ia terkekeh geli membayangkan wajah marah guru Biologi.

Alara menjauhkan jaraknya dengan River hingga ujung sofa. Membuat River menoleh.

"Se-jijik itu sama gue?"

Alara menggeleng, "aneh lo, Ri. Bener - bener aneh!"

"Apanya?" River menengadah, matahari tidak nampak. Justru langit terlihat mendung dengan awan kelabu.

"Kemarin lo dingin banget! katanya lo ngejauh malah gue sok godain lo, sekarang gue jauhin posisi duduk aja dikira jijik? Serba sal-"

Alara menghentikan ucapannya sejenak, ia berpikir. Kemarin? kapan? kenapa ia spontan mengucapkannya seolah..

River menatap raut wajah Alara yang kian memerah. Kenapa dia?

Alara ingat. Kejadian kemarin sore hingga malam hari. Bagaimana ia bisa pulang, ya tuhan! Alara menutup wajahnya frustasi. Baru sadar yang ia minum semalam adalah segelas alkohol.

"Sumpah! gue kira itu sodaa!!" Alara menjerit tiba - tiba. Membuat River mendekat, tangan Alara menarik kerah seragam River. Manik cokelatnya sayu. "Gue bego banget, Ri!"

R I V E R [ END ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang