enam belas

331 50 2
                                        

-Flashback on-

"Makan dulu ya, gue laper."

Alara mengangguk sembari tersenyum, walau Joe melihat kearah lain. Joe sama sekali tidak memperhatikannya sedikitpun, bahkan ketika memilih menu, makan, hingga sampai ke rumah Alara. Tidak ada percakapan romantis, tidak ada perhatian sedikitpun dari seorang Joe Zhang I.

Selain ucapan sederhana yang bisa membuat Alara meleleh.

"Kalo butuh gue lagi, bilang aja."

Alara turun dari mobil Joe setelah berterimakasih sembari tersenyum manis. Joe tentu balas tersenyum, samar. Namun terbayang di pikiran Alara, terus - menerus hingga Alara merebahkan diri diatas ranjang kamarnya sendiri.

Kini Alara mengingat - ingat. Satu - satunya kejadian romantis diantara keduanya ialah percakapan sebelum menuju rumah makan. Ya, setelah Joe mengucapkan kalimat yang benar - benar tidak Alara duga, barulah setelah itu tak ada percakapan romantis lagi.

"Kalaupun gue jatuh cinta nantinya, gue cuma bakal jatuh cinta sama lo."

Alara berteriak tertutup bantal guling, kalimat itu seolah terus menerus terulang dalam benaknya. Tapi kapan?

Kapan Joe bisa jatuh hati padanya?

Joe itu sedingin es, namun terkadang hangat. Tidak, Joe ibarat dispenser bagi Alara.

Alara terkekeh geli. Dispenser..

Dispenser dengan tombol cool yang sesekali error, sesekali berubah hangat.

Padahal panas.

Dasar, Alara. Kalau sudah jadi budak cinta tidak ada yang dapat menghalangi segala tingkah uniknya. Namun tingkah itu.. terlalu manis mungkin?

Alara gadis manis dengan paras cantik yang membuatnya selalu nampak sempurna. Namun, mengapa.. seolah kecantikannya itu tak berarti untuk seorang Joe. Apa yang dapat membuat Joe tertarik dari Alara?

Alara berpikir sejenak.

Bila itu kebaikkan hati, toh Alara bukan orang baik juga.

-Flashback off-

River melirik, ia tidak memperhatikan pacar 'baru' nya berbicara. Pandangan River justru terfokus pada Alara. Gadis itu melangkah tidak peduli, membawa sebuah buku tulis di tangan kanannya.

"Kak, dengerin ga sih kalo Manda ngomong?"

River menoleh, menangkup kedua pipi gadis bernama Manda tersebut. Ia tersadar.

Ini justru kesempatan emas untuk membuat Alara iri, membuat Alara cemburu karena River kini berpacaran dengan gadis lain. Bahkan adik kelas River sendiri. River memang sengaja, selain untuk pelampiasan beban hidupnya, Manda ia jadikan pelampiasan move on seorang River.

Tega sekali, dasar buaya.

"Iyaaa dengerr," River memberi sorot perhatian palsunya, Kini ia mengeraskan volume suara agar dapat didengar oleh Alara yang belum jauh dari River berdiri. "SAYANG, KE KANTIN BARENG YUK?"

Manda nampak salah tingkah.

"MAU KAN SAYANG? BIAR GAK KELIATAN JOMBLO."

Alara tetap melangkah, sumpah. Bukannya cemburu, ini malah membuat Alara geli sendiri mendengarnya.

"JOMBLO. TAU KAN JOMBLO SUKANYA JALAN SENDIRI?" River menekankan kata Jomblo keras - keras.

Alara berbatin, dikira gue tuli apa ya?

R I V E R [ END ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang