dua puluh satu

55 33 1
                                    

"Ri!"

Lima menit berlalu, River sibuk melakukan transaksi cash dengan si pembeli. Sedangkan Alara? kehadirannya sungguh tidak dihiraukan. Entah mengapa Alara ingin tahu, penyebab River menyembunyikannya.

"Oke. Makasih, pak."

River sekedar melirik dengan ujung mata, sinis sekali sorot matanya. River melangkah pergi, Alara cepat - cepat menyusul.

"River? Motor lo-"

River melangkah lebih cepat, meninggalkan Alara. Alara terus saja menipiskan jarak, sesekali memanggil namun tetap tak dihiraukan.

"River!"

River memasang airpods pada lubang telinganya.

"RIVER!! BERHENTI!"

Alara menarik tangan River yang sedari tadi cowok itu masukkan pada saku celana. River menatap Alara malas, bahkan tidak berkedip. Sorot matanya.. jelas Alara tahu River sedang menghadapi masalah.

Alara berdecak, ia sendiri juga tak tahu mengapa peduli dengan seorang River. Padahal biasanya, Alara bersikap kebalikan. River juga demikian. Keduanya sama - sama berubah 360 derajat.

"Ikut gue," Alara menarik tangan River. Mencari tempat yang nyaman untuk bicara, Alara menyapu pandang. Menarik River menuju stadion sepi namun terawat. "Ada yang mau gue tanyain!"

Berhenti, keduanya duduk bersisian di tempat duduk supporter. Manik River menyorot Alara heran.

"Lo jual motor?"

"Urusan lo?" ucap River dingin.

"River. Gue emang benci lo, lo nyebelin, ga tau malu, lo keras kepala. Tapi gue peduli sama lo!"

"Kenapa peduli?"

"Ya gue juga ga tau kenapa!" Alara berganti posisi, kini ia duduk menghadap River. "Lo ada masalah?"

River balas menatap malas, "bukan urusan lo."

Baru saja River hendak berdiri, Alara menarik tangan si cowok. River berdecak ketika tarikan Alara membuat dirinya kembali duduk.

"Kepo amat jadi orang! Lo bisa gak berhenti ngurusin hidup orang lain?!" ucap River dengan nada ditekankan.

"Lo sendiri! bikin gue bingung sama sikap lo! di luar sama di dalem sekolah beda sifat itu alesannya apa?"

River menyorot Alara tajam.

"Jawab!"

River mendesis pelan.

"Kenapa disaat gue peduli lo malah gini, lo sengaja mempermainkan gue?! lo ganggu gue, lo bilang ga akan jadi serangga lagi, abis itu lo balik lagi. Tapi di luar sekolah sikap lo berubah lagi. Lagi - lagi - lagi terus aja kayak gitu. Gue butuh penjelasan, Ri!" raut wajah Alara nampak serius, "sikap lo itu bener - bener brengsek!"

"Mau lo apa?"

"Gue mau lo jelasin! berhenti bikin gue bingung sama sikap lo."

"Mau fakta?"

Alara tersentak begitu River berjongkok dihadapannya, meraih tangan kanannya lalu mengecup pelan. 

"Gue sayang lo, tapi sayang.. lo anak pelacur."

Bukan. Ini bukan adegan Romantis, ini penghinaan. Alara menarik tangan kanannya siap melayangkan tamparan keras, namun terhenti.

"Mau penjelasan?"

Alara menahan amarah. Tangannya sudah gatal ingin menampar sosok didepannya.

"Gue capek akting di sekolah, nyatanya.. setiap gue liat lo gue nahan diri buat hancurin hidup lo."

R I V E R [ END ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang