dua belas

86 44 0
                                    

"Mau kemana?"

Alara menoleh, mendapati kakak tertuanya baru saja mengenakan helm. Danniel juga mau pergi, batinnya..

"Beli minuman bentar. Kakak?"

"Main. Mau sekalian kakak anter ga?"

Alara mendekat, ia mengecup pipi kanan Danniel sembari tersenyum hangat. "Gak usah, Alara bisa jalan kaki. Deket kok!"

Danniel balas tersenyum sebelum akhirnya Alara melangkah pergi lebih dulu. Alara yang manis, selalu saja membuatnya tak habis pikir akan segala tingkah Alara yang beragam. Namun disisi lain terkadang membuat Danniel takut..

Takut suatu saat senyum manis Alara hilang begitu saja.  Siapa yang berani merebut kebahagiaan Alara? Kini Danniel terkekeh geli, membayangkan nantinya Renniel akan semakin ganas bila hal itu terjadi.

Danniel menghembuskan napas pelan, mendongak menatap langit senja. Dia juga.. tak akan membiarkan siapapun menghilangkan senyum itu, setelah Valdeviesso beberapa bulan lalu. Tidak akan ada lagi.

***

River menyeka keringat pada dahinya.

Membuat beberapa pelanggan cafe memekik kegirangan, tidak sedikit dari mereka memotret diam - diam pelayan cafe tampan satu ini dari kejauhan. River hanya menghela napas, ia tahu ini memberi keuntungan besar bagi pemilik cafe. Namun untuk dirinya? ah,  begitu melelahkan.

"Kak, boleh foto bareng?"

River menoleh, ia mengukir suringan hangat. Ya tuhan, bukan kali pertama perempuan datang meminta seperti ini. River tak dapat menolak, toh bagaimanapun ia memiliki mental buaya. Semua cewek di dunia pasti takkan ia tolak, mungkin.

"Kak, kakak mau jadi pacar aku gak?"

River menjawab santai, "kamu terlalu cantik buat dapetin aku."

Meleleh. Tidak hanya satu dua perempuan yang ia buat meleleh seketika. Begitulah brengseknya seorang Rivera Karyuel, memberi harapan namun dengan cepat ia menghancurkannya. River kini menjadi daya tarik cafe tempat ia mengambil pekerjaan sambilan.

"Kak, boleh minta nomor hp?"

River menggeleng, "Ga inget nomernya, cantik. Hp ketinggalan dirumah."

Padahal di saku celananya..

Pemilik cafe justru kegirangan dalam hati, ia bersyukur seorang cowok setampan River mengambil kerja paruh waktu di cafe miliknya. Tak sedikit perempuan yang datang membeli, cafe yang tadinya ramai, kini menjadi dua kali lipat lebih ramai.

"Kak notice aku dong,  kak.  Pfffttt!"

River menoleh, sedikit kaget melihat kehadiran Alara dihadapannya. Cantik sekali, Alara yang biasa ia lihat hanya mengenakan seragam RPS. Kini Alara mengenakan Black T-shirt  dengan hoodie hitam yang terbuka. River hendak tersenyum sumringah, namun ia mengurungkan niat. Lagi - lagi teringat sang mama..

River berbalik, kalau bukan karena ibu dari cewek dihadapannya.. kini ia tak akan sesulit ini.

Alara berdecih,  mengetahui perhatiannya diabaikan oleh seorang River. Aneh sekali.. seperti bukan River yang ia kenal. Eh- sejak kapan Alara kenal River dengan segala sikap aslinya? Mungkin ini sikap asli River, batinnya.

"Amit - amit sombong banget. Lo ngejauh bukan berarti sok ga kenal sama gue kayak gini ya."

River tak peduli, ia hendak melangkah pergi namun dihadang Alara.

"Lo ga denger gue ngomong?"

River mencari celah kanan, namun tetap dihadang.

"Lo kerja part-time disini, ya."

R I V E R [ END ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang