"Akan selalu ada kata 'seandainya' dalam kehidupan."
Putus asa. Yang mereka rasakan saat ini. Semua pintu sudah tertutup. Semua jalan terasa buntu. Sama seperti 12 tahun yang lalu. Peristiwa itu kembali terjadi untuk kedua kalinya. Saat mereka tidak bisa melakukan apapun selain berharap dilimpahkan lebih banyak waktu dan kesempatan. Untuk menarik kembali kehidupan Jennie yang seakan sudah berada di ubun-ubun.
Berlebihan. Ya semua ini terlalu berlebihan. Beban ini terlalu berat. Masalah ini terlalu pelik. Jeewon tidak bisa melakukan donor karena usianya sudah melebihi persyaratan.
Sejauh ini hanya tersisa satu jalan keluar. Seseorang harus berani mengambil resiko dan menggulung lebarnya kepelikan ini. Untuk meraih kebahagiaan harus ada pengorbanan kan.
Di pojok kamar menjadi tempatnya bersembunyi dari kenyataan. Menolak pemikiran negatif dari luar yang sebenarnya sudah merasukinya. Dia memang lelah tapi bukan berarti menyerah. Hanya butuh waktu beristirahat untuk menangis sepuas hati tanpa gangguan. Jika Jennie saja masih berjuang lalu kenapa dia harus menyerah. Tidak ada alasan untuk melakukannya. Jennie masih bernafas itu berarti dia masih ingin kembali bersama mereka.
Ribuan kali suara ketukan pintu menghampiri telinganya. Dan setiap kali mendengarnya kemarahan dalam dirinya seakan melonjak. Mereka hanya mengucapkan kebohongan dan janji palsu. Itu memuakkan. Semuanya terasa menyakitkan. Bahkan kenangan yang semula penuh keindahan kini terasa menyiksa.
Entah bagaimana pintu itu bisa terbuka. Seharusnya tidak perlu dipertanyakan lagi. Merekalah yang memiliki kuncinya.
"Unnie.. kau tidak ingin menemui Jennie unnie?" Tanya si bungsu hati-hati.
Sudah seminggu lamanya Lisa melihat Jisoo berada di tempat yang sama. Selalu ada drama sebelum akhirnya dia mau menyantap makanannya. Meski akhirnya dia memuntahkannya kembali.
"Appa sudah berjanji kan. Appa pasti akan membawanya kembali."
"Kau terus saja berbohong."
"Kali ini aku tidak berbohong. Jangan dengarkan apapun yang dikatakan Minho padamu. Itu tidak benar."
"Kalian lah yang berbohong. Itulah sebabnya aku berada disini. Kalian lah penjahatnya." Selama seminggu ini bukan dia yang mengunci diri tapi mereka yang mengurungnya. Mereka memperlakukannya layaknya seorang kriminal. Tidak boleh keluar kamar, makanan selalu diantar, dan terus menerus menebar kebohongan. Tak segan bahkan mereka menggunakan obat tidur untuk membuatnya terlelap.
Kamarnya berada di lantai atas, tidak mungkin dia kabur lewat jendela. Kecuali dia ingin menyatu dengan tanah.
Kesalahan fatalnya adalah dia memilih meminta penjelasan daripada langsung datang ke rumah sakit. Seminggu yang lalu, Jisoo ingin kembali ke hari itu. Mengulanginya dengan memilih pilihan yang tepat.
"Jangan menyentuh ku."
"Kau ingin menemui Jennie unnie kan? Aku akan mengantarmu. Aku berjanji. Tapi kau harus makan dulu."
"Aku sudah mendengarnya ribuan kali. Kau terus saja berjanji. Aku lelah mendengarnya." Suaranya terdengar lirih. Dia terus berteriak meminta keadilan setiap saat. Namun mereka mengabaikannya, seakan tak peduli pada perasaannya. Jisoo merasa dikhianati oleh keluarganya sendiri.
"Ini kunci kamar mu. Dan kunci mobil mu. Setelah makan aku akan memberikannya padamu." Lisa terlihat serius dengan ucapannya. Jisoo menatapnya penuh selidik sebagai balasannya. Berulang kali dia tertipu oleh alasan yang sama. "Aku berjanji akan mengantarmu kesana." Lisa merubah kalimatnya lagi. Bagaimana bisa Jisoo mempercayainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins ✓
FanfictionTentang dua pasang saudari kembar yang terikat dalam satu keluarga. Berbagai permasalahan akan menanti mereka. Perpisahan hingga persatuan kembali keempatnya 18 Maret - 27 Juni 2021