19. Tigress

1.8K 239 6
                                    

Usai perjumpaan nya dengan Jisoo waktu itu. Rooftop telah menjadi tempat favorit Jennie untuk merenung. Setelah kejadian semalam, Jisoo sama sekali belum menghubunginya. Dia sudah mencoba menelepon beberapa kali tapi Jisoo tidak pernah menerima panggilan itu. Jennie sendiri juga tidak tau kenapa. Padahal itu kan bukan salahnya tapi Jisoo seperti menghindar darinya.

Andai saja Jennie tau tempat tinggalnya, dia pasti sudah datang dan menyemprotnya. Dan mengenai ucapan Seulgi yang mengatakan bahwa Jisoo tinggal di Seoul palace, Jennie tau itu hanyalah kebohongan. Bukannya dia meremehkan Jisoo tapi Jennie sendiri yang datang kesana dan tidak ada pembelian apartemen atas nama Hwang Jisoo disana.

Semalam setelah makan malam Jennie datang lagi ke ruang kerja Jeewon untuk mencoba bicara pada Jeewon dengan baik-baik dan tanpa emosi tapi ayahnya malah berteriak padanya. Siapapun orangnya pasti juga akan terpancing jika mendengar kata-kata yang Jeewon ucapkan padanya. Emosional bertemu emosional, kombinasi yang cukup baik untuk memulai sebuah peperangan.

"Huuft.. Sabar Jennie. Kau harus membuktikan bahwa kata-kata Jisoo itu salah. Kau bukan lagi orang yang emosional kau sudah berubah sekarang. Ingat itu." Batinnya bermonolog

"Aaah! Dasar Hwang Jeewon gila!" Teriaknya. Jennie memang tidak pernah berubah dan mungkin tidak akan pernah

Tapi sungguh yang dikatakan Jisoo itu benar. Jennie harus segera mengubah sifatnya yang mendahulukan amarah daripada diam dan berpikir. Dia harus mengatasi sikap yang tak baik itu atau itu akan membawa dampak buruk di masa mendatang.

Setelah merasa cukup meluapkan emosinya, Jennie bergerak menuju kelasnya. Dia akan mulai serius lagi dalam belajar. Dia akan membuktikan bahwa dirinya lebih baik dari ayahnya. Dan membuktikan kata-katanya pada Jisoo bahwa Jennie adalah orang yang dapat diandalkan jika Jisoo mengalami kesulitan.

Jennie sedikit terperanjat karena mendengar teriakan seseorang di ruangan sepi tak jauh dari tempatnya berdiri. Dia mengintip dari balik jendela kecil yang ada disana. Setelah mengetahui siapa itu, tanpa aba-aba Jennie menendang pintu itu dengan keras.

"Hei! Lepaskan adikku!" Ujarnya lalu segera menghampiri Chaeyoung yang jatuh terduduk di lantai. Jennie membantunya berdiri dan menatap sengit lima mahasiswi yang salah satunya adalah teman sekelasnya

"Aku tidak akan melupakan ini Won Aeri." Ucap Jennie penuh penekanan lalu menyambar ponsel Chaeyoung yang ada di tangan Aeri

"Oh wow lihat, harimau betina sedang marah." Seketika, tawa memenuhi ruangan bekas laboratorium itu. Tak mempedulikannya, Jennie memapah Chaeyoung untuk segera pergi dari sana

"Aakh!" Chaeyoung berteriak kesakitan dikala rambut panjangnya di tarik oleh seseorang

"Singkirkan tanganmu sekarang juga!" Merasa kata-katanya diabaikan. Jennie menerjang tubuh Aeri dan memberikan bogem mentah di wajahnya. Mau tidak mau Aeri harus melepaskan genggamannya pada rambut Chaeyoung. Jennie terus menyerang Aeri dengan membabi-buta. Teman-teman Aeri tidak dapat melakukan apapun karena ketakutan. Perkelahian itu berakhir dengan Aeri yang terjatuh dan Jennie duduk diatasnya

"Mau lagi? Haaaah.. haaaah.." ucap Jennie dengan nafasnya yang ngos-ngosan. "Aku sudah memperingatkan mu tadi. Kau melakukan kesalahan dengan mengganggu adikku. Dan untuk kalian berempat." Jennie bangkit menghampiri keempat teman Aeri. "Mau juga? Ayo lawan aku." Tampang Jennie yang mengintimidasi membuat keempat mahasiswi itu mundur beberapa langkah

"Lain kali aku tidak akan mengampuni kalian." Sepeninggal Jennie dan Chaeyoung, keempat gadis itu berlari menghampiri Aeri yang terkapar di lantai. Mereka meringis melihat wajah Aeri yang dipenuhi lebam

"Jennie unnie kau bisa dihukum nanti. Maaf."

"Apa kau hanya diam seperti itu setiap hari? Kau sangat.. bodoh! Apa gunanya tubuh tinggimu itu!? Aeri bahkan lebih pendek darimu, apa yang kau takutkan?!"

Twins ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang