Klek.
Begitu dirasanya pengunci pintu sudah benar-benar terkunci, akhirnya Kim berbalik.
Tapi penampakan seseorang yang tiba-tiba ada di depannya saat dia berbalik, hampir saja membuatnya reflek melayangkan tinjuan.
"Kampret! Gue kaget!" protes gadis itu masih memegangi dadanya yang masih bergemuruh.
Astaga! Buat apa dia datang kerumahnya pagi-pagi begini?
Satu detik..
Dua detik..
Tiga detik lamanya Kim berpikir mengingat-ingat sebelum dia ingat perjanjian mereka tadi malam soal pagi ini.
Oh ya ampun, Kim baru ingat jika dia dan Evan akan berangkat ke sekolah bersama pagi ini.
Tidak ada sahutan, tidak ada komunikasi dua arah setelah Kim protes. Intinya tidak ada basa-basi sama sekali. jangankan basa-basi, meminta maaf atas perbuatannya saja tidak.
Menyebalkan bukan?
Kim lalu melirik 'penampakan' yang kini masih terdiam di hadapannya dengan sebal.
"Lo ngeselin banget sih! Udah ngagetin, nggak minta maaf buset deh!"
"Gue nggak ngagetin." jawabnya. Dia lalu berbalik dan entah kenapa cowok itu tiba-tiba menjadi pemimpin jalan.
"Ck!" decak gadis itu.
Mau tidak mau, Kim buru-buru lari memperpendek jaraknya dengan jarak cowok itu. Dia mengikutinya dari belakang.
Sebelumnya, tadi malam Kim dan Evan merencanakan hal ini, berangkat bersama untuk pagi ini melalui obrolan online singkat.
'Singkat' disini benar-benarlah singkat. Jangan pernah bayangkan dia bisa bersikap manis atau apapun itu. Lihat saja tingkahnya pagi ini.
Menyebalkan sekali dengan datang tiba-tiba seperti Penny wise.
Omong-omong, tentu saja mereka melakukan ini tidak untuk hal apapun. Apa lagi dilihat dari sudut cowok itu, mana mungkin dia mau melakukan hal ini secara percuma. Rasanya satu desa akan mengadakan syukuran jika dia bisa bersikap manis.
Singkat cerita, mereka berdua menunggu bersama di halte bus, Berdiri saling bersebelahan.
Hening. Sangat hening, keduanya tidak membuka suara meskipun bosan hampir membunuh Kim perlahan-lahan.
Satu. Dua. Tiga. Empat
Sudah 17 lalat yang Kim hitung melintasinya sejak dia berdiri di halte ini.
Dia menghela, mencoba relaks.
Tapi mau bagaimanapun juga, Kim tidak betah mengunci mulutnya ini lama-lama. Bibirnya sudah setengah kering sekarang.
Kali ini dia mencuri lirik kearah cowok itu. Memperhatikannya seksama.
Kim heran. Apa dia betah mengalami kemarau bibir?
"Mau pake lip balm?" tanya Kim sambil menunjukan benda kecil yang serupa dengan lipstick. Sebenarnya benda itu bukan milik Kim, dia pun bahkan tidak mencobanya.
Tapi apa salahnya menawarkannya kan?
Cowok itu akhirnya menoleh melirik benda yang Kim tunjukkan. Setelah dilihatnya benda itu, dia kemudian mengembalikan posisi kepalanya kembali seperti semula.
Hanya melirik.
Melihat responnya, Kim justru berdesis menahan tawa.
"Kenapa? Ko nggak mau?" tantang Kim sambil menyeringai meledek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain and Winter [COMPLETED]
JugendliteraturKimberly tidak pernah tahu, jika sesuatu yang dia temui di ruangan kosong semasa dia masih bersekolah di sekolah dasar akan benar-benar merubah hidupnya. Sahabat, keluarga, bahkan cinta Semua itu dibuka perlahan dengan bumbu-bumbu masa lalunya yang...