65

4 1 0
                                    

"Menurut lo, apa kita datengin dia sekarang?" cetus Katya ditengah-tengah sunyinya mereka bertiga menghayati perjalanan.

"Hari ini dia masuk sekolah nggak sih? Kok gue nggak liat dia hari ini di sekolah."

"Bener juga. Gue juga nggak liat dia." timpal Kaya dari samping kiri Kim.

"Menurut gue sih..." Kaya tiba-tiba berjalan cepat menyusul dua sahabatnya lalu berhenti tepat di depan mereka hingga akhirnya mau tidak mau Kim dan Katya menghentikan langkah mereka.

"Apa?" pancing Katya.

"... Gue nggak punya ide." singkat Kaya tanpa pikir panjang.

Sontak Katya menoyor kepala gadis jangkung itu.

"Bodo amat Kay!" sarkas Katya yang hanya dibalas lirikan polos dari Kaya. Kemudian gadis itu menghela napas seolah resah dengan clue-clue yang Kim dapatkan.

"Apa imbalannya kalo lo berhasil memecahkan masalah ini?" tanya Katya pada Kim.

Sementara gadis yang diberi pertanyaan itu hanya terdiam. Diam disini, bukan berarti Kim tidak tahu apa yang akan dia dapatkan, hanya saja... Semua hal yang telah terjadi, semua berkaitan.

Coba diingat, dari awal mula Kim bertemu Evan, lalu muncul surat yang berbeda dan dari sanalah semua berubah. Lalu di lanjut dengan hubungan situasi yang mengharuskan mereka bersama. Semua itu seolah...

Berkaitan dengan Evan. Entahlah, Kim rasa ada sesuatu dibalik semua hal ini yang menyangkut dia dengan Evan.

"Imbalannya, Kalau gue berhasil menyelesaikan misi ini..." ungkap Kim, tapi terdiam sejenak sebelum benar-benar menuntaskan perkataannya.

"... Gue akan mendapatkan apa yang paling gue inginkan."

"Ayah lo kembali?"

Sontak Katya dan Kaya saling lirik karena mereka baru saja menanyakan satu pertanyaan yang sama.

Kim tersenyum memandangi kedua sahabatnya. Mereka memang benar-benar tahu apa yang sangat diinginkannya. Terlepas dari semua masalah yang Kim timbulkan hingga persahabatan mereka hampir rusak, dia benar-benar salah tentang Kaya dan Katya, merekalah keluarga sesungguhnya bagi Kim.

"Oke-oke, kita selesaikan ini masa dramatisnya ya bradih. Sekarang itu pertanyaannya, kita harus mulai ambil langkah darimana?"

Kim mendengus menahan tawa ketika dengan gaya setengah bijak Kaya mengatakan hal demikian. Ya, itulah pertanyaannya, 'di mulai dari mana'.

"Kita mulai dari Evan." jawab Kim penuh keyakinan.

____________

Kim mendengus kecewa begitu dia melihat kenyataan bahwa Evan entah kemana menghilang tiba-tiba. Dari semenjak pagi tadi, hingga menjelang sore begini, tidak ada satu pesan pun muncul dari ruang obrolan cowok itu.

Evan masih tertanda offline. Bahkan status aktif cowok itu terlihat masih di waktu yang sama ketika Kim melihatnya pagi tadi. Bahkan waktu terakhir cowok itu aktif di waktu ketika mereka menghabiskan bermalam bersama malam kemarin.

"Si Kaya udah nyampe apa belum ya? Berguna juga dia... Hahaha..." seringai Katya yang masih duduk manis di samping gerobak penjual cendol keliling di perumahan kompleks Kim.

Mereka berdua kini tengah bersantai ria meminum es cendol sebelum mendatangi rumah Evan. Awalnya Katya ingin menraktir kedua sahabatnya, tapi Kaya menolaknya dengan alasan ingin mendatangi rumah Evan lebih dulu.

Jangan tanya kenapa dia se-semangat itu mendului Kim dan Katya. Semua itu karena dia memiliki sebuah misi yang sangat ingin dia dapatkan.

Yaitu...

Kue gratis dari Tante Ana.

Kaya bilang, kue Tante Ana adalah kue terenak di Jakarta. Jadi, itulah yang dia incar.

Suara dering ponsel membuat perhatian mereka teralihkan.

Karena ponsel Katya yang berdering, tentu dia langsung menerima panggilan suara itu karena nama Kaya yang muncul di layar ponselnya.

"Gimana? Dapet kue apa weh?"

Kim hanya memperhatikan Katya yang berbicara dengan ponselnya.

"Hah?" lalu Katya melirik Kim dengan ekspresi wajah yang keheranan.

"Masa sih? Lo salah rumah kali..."

"Dia salah rumah?" tanya Kim menimpali ucapan Katya.

"Tau nih. Dia bilang pagar rumahnya di kunci, kayak nggak ada orang sama sekali gitu loh." jelas Katya pada Kim.

"Yaudah, kita nyusul nih... Awas loh, kalo lo salah rumah, gue cabut nyawa lo pake pinset." ancam Katya yang diikuti tawaan menggelegar di ujung.

Setelahnya, dia lalu melepas layar ponsel dari daun telinganya.

"Kocak banget... Dia bilang rumahnya kosong, suram, karatan banyak panu nya."

Sontak Kim tertawa begitu Katya menyebut kata 'panu' yang entah itu artinya apa jika rumah berpanu.

Singkat cerita, akhirnya Kim dan Katya berjalan kaki menyusul Kaya yang terus meneror mereka dengan ribuan panggilan telfon sepanjang perjalanan. Mengeluh jika dia sekarang sudah jadi ikan pari, kering, digoreng, hingga yang terakhir terdengar benar-benar mengenaskan.

Kaya mengeluh jika dia jadi kuntet kepanasan.

Setelah sepuluh menit lamanya perjalanan, akhirnya gadis jangkung itu terlihat. Dia tengah berdiri sambil mengangkat pengki yang digunakan sebagai payung untuk menutupi dirinya. Tapi itu terlihat benar-benar tidak berguna.

Setelah mengetahui gadis itu berdiri di sebuah rumah, Katya mendadak tertawa hebat hingga berjongkok di jalanan perumahan yang sepi.

"Si bahlul! beneran mau nyawanya di cabut pake pinset!" pekiknya sambil tertawa lemas berjongkok di jalanan.

"Hahahaha!! Bego banget lo Kay! Salah rumah dodol!" ringis Katya yang belum henti-hentinya tertawa.

Merasa malu, akhirnya Kaya menyengir jaim sambil mendekati Katya dengan ekspresi merajuk.

"Iiiii kan maklum gue laper... Jadi semua yang gue liat itu kue." ungkap Kaya tanpa berdosa.

"Nih, gue liat Kim kayak kue pancong... Terus lo kayak kue cucur."

"Bisa gitu weh?!" timpal Kim yang sudah lemas tertawa di samping Katya yang sudah pucat dia habiskan tenaga es cendol untuk tertawa.

Malu dan kesal, akhirnya Kaya berjalan cepat lalu menendang udara yang mengarahkan dirinya di depan gerbang.

"Rumah Resek!!" umpatnya diikuti sebelah sepatunya yang ikut terpental keudara hingga melewati batas pagar dan masuk area rumah.

"SIAPA TUH YANG BILANG?!"

Sontak suara umpatan yang menyahuti Kaya, membuat mereka bertiga lari terbirit-birit menjauhi rumah yang ternyata ada pemiliknya di dalam.

Sambil tertawa hebat, Kim, Kaya dan Katya berlari seperti dikejar kecoak. Terlebih Kaya, dia sendiri kesusahan berlari karena satu kakinya tinggal tersisa kaus kaki tanpa sepatu.

"Huaaa... Sepatu gue baru beli seminggu yang lalu masuk pekarangan rumah ber-panuuuu..." rengek Kaya memanjang sambil berlari mengikuti Kim dan Katya dari belakang. Sementara dua gadis di depannya masih berlari dan belum juga berhenti tertawa.


Rain and Winter [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang