8

10 2 0
                                    

"Udah belum?"

Hening tidak ada jawaban. Orang ditanyakan justru tetap menyibukkan diri dengan buku catatannya. Sudah tidak bisa dihitung berapa banyak, karena lebih dari tiga kali pertanyaan itu yang terus diajukan.

Apa penyebabnya? Tentu ketika kejadian tiga hari yang lalu, tepatnya ketika insiden Kim meledak di kelas. Yap! Benar sekali, tentang persetujuan agar Evan mau duduk sebangku dengan gadis itu. Meskipun sempat membuat kumis Pak Ganu keriting mendadak, tapi Kim menyetujui syaratnya.

Jadi, tidak salahkan jika ia bertanya terus? Karena Kim sudah menyetujui apapun yang ia minta, akan dilakukan. Intinya sudah sepakat.

"Udah bel-----"

"Berisik!"

Kim langsung saja mengambil alih secara paksa buku catatan yang sudah Evan sodorkan sejak tadi dengan kesal. Apa lagi? Cowok itu meminta agar Kim yang menuliskan catatannya.

Resek memang.

Evan senyum puas di samping Kim. Boleh juga, mungkin akan sangat berguna jika ia lebih lama duduk bersama Kim. Tidak salah lagi Kim ternyata memang tepat janji.

"Thanks" Ucap Evan. Lalu mengambil rubiknya dari ujung meja.

Kim melirik sinis dari samping sana begitu Evan meraih mainan yang tak berguna sama sekali itu. Ugh! Menyebalkan sekali.

"Kenapa?" Tanya cowok itu disela-sela dirinya yang fokus bermain rubik.

Dih!

Kim kembali memfokuskan dirinya pada buku tulis. Mengabaikan Evan, jika ia layani pasti muncul masalah nantinya. Ogah sekali membuang-buang tenaga hanya untuk bertengkar tak berguna. Ia hanya perlu menyelesaikan tugas konyolnya itu, dan kemudian keluar dari neraka ini bersenang-senang dengan Katya dan Kaya.

"Thanks ya, mau apa nanti?"

Sontak gerak pulpen yang Kim genggam berhenti mendadak. Ia Menghela gusar kemudian melirik Evan dengan sinis yang kedua kalinya.

Nyebelin banget nih makhluk Subhanallah!

Ketika dirasa cowok itu masih saja fokus dengan benda kotak warna-warni itu, Kim memilih kembali fokus pada buku yang tengah ia tekuni.

Kim menggeleng-geleng sambil menghela, tidak akan habis waktunya jika terus menyempatkan diri melayani cowok itu.

"Kenapa Mbak?"

Kim kembali menghentikan pulpen yang baru saja menuliskan satu huruf. Oh ayolah!

Sok tahu aja kalo gue lirik tadi.

Masa bodoh! Kim ingin sekali menuntaskan janjinya saja kenapa sulit sekali begini... Ini lebih sulit dibanding mendapat paksaan agar ia tidak memasak air hingga gosong.

Kali ini Kim mendengus, Lelah.

"Lelah?"

Sontak mata Kim membulat begitu mendengar ucapan Evan. Apa-apaan ini?

Kim sempurna menatap Evan yang masih saja sibuk mengotak-atik rubiknya itu. Mainan tidak berguna.
Tanpa ragu, Kim merampas benda kotak itu dari Evan.

Cowok itu langsung meliriknya sebal, "Balikin," titahnya dengan mengulurkan satu telapak tangan.

Dih! Siapa peduli? Enak saja dia perintah-perintah sesuka hati, memangnya Kim ini asisten bangkunya? Yah, karena berhubung ini zona sekolahan, mungkin bisa disebut asisten sebangku, bukan asisten rumah tangga apalagi partner rumah tangga.

Rain and Winter [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang