28

3 1 0
                                    

"24 November..." akhirnya Evan bersuara, dia menjeda ucapannya sesaat meskipun sudah bisa Kim tebak apa yang cowok itu pikirkan.

"... Surat itu akan datang lagi."

Surat itu akan datang lagi.

Persis seperti dugaannya. Lalu? Haruskah mereka melakukan sesuatu untuk 'Kedatangannya'?

Kim mengangguk sejenak, "Iya, berkemungkinan besar." jawabnya atas cetusan cowok itu soal tanggal 24 November 2026 yang tertera di novel itu.

"Tapi, kita kan nggak tau cara dia yang lainnya buat ngasih gue surat selanjutnya," ucap Kim sepelan mungkin, karena tempat pilihan mereka sebagai ruang diskusi, mulai di penuhi banyak murid.

Satu, dua, tak banyak yang begitu peka tentang apa yang mereka lakukan. Baguslah, setidaknya mereka tidak terlalu terekspos. Dan hanya segelintir murid-murid yang peka terhadap lingkungan sekitar mereka yang merasa ada yang aneh di antara mereka.

Cowok itu menghela, dia lalu menutup novel itu. Dari gerak-geriknya, terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi Kim rasa dia masih memikirkannya.

"Gue rasa... Kita harus---"

"Barengan."

Apa?

Kim sontak agak terkejut dengan cetusan cowok itu yang jauh diluar dugaannya. 'barengan' disini apa maksudnya?

Terus bersama-sama pada hari itu? Atau dia...

"Maksudnya?" tanya Kim polos. Jujur saja, kata-kata yang tadi diucapkan cowok itu terlalu ambigu baginya.

Mendengar Kim justru bertanya seperti orang bodoh, bola mata cowok itu berputar dengan malas.

Iya Kim tahu dia tipe-tipe orang belet yang sulit memahami kata-kata yang terdengar ambigu baginya. Tapi bukankah justru dia yang salah dengan asal jeplak dengan kata-kata yang singkat.

Seperti biasa, dia memang begitu.

"Tanggal 24 hari itu kita harus bersama-sama terus." jelas cowok itu dengan tampang wajah seolah mengatakan, Udah jelas?

Entah kenapa...

Kim bingung harus merespon apa jika model jawabannya seperti itu.

Tiba-tiba seseorang menghampiri suasana ketegangan di dalam meja bundar antara Kim dan Evan.

"Van... Lo dipanggil Bu Aresty." katanya tanpa ada basa-basi.

Tak ada ucapan lagi, Evan bangkit dari kursinya.

Cowok yang baru saja tiba di perkumpulan Kim dan Evan menatap dua makhluk yang terlihat diam bersitegang itu dengan wajah bingung.

Kedua jari telunjuknya menjentik diudara, jelas sekali dia menunjuk Kim dan Evan sambil memasang wajah bingung.

"Pacarannya nggak asik banget. Diem-dieman." ucap cowok yang Kim kenal bernama Reza yang merupakan teman sekelasnya juga.

Evan mendelik kearah Reza, berisyarat mengatakan untuk diam saja dengan sorot matanya itu.

Reza terkekeh, dia lalu merangkul Evan.

"Gue pinjam dulu ya, nanti gue balik--Argghh!!"

Evan sudah menyeretnya lebih dulu dengan kasar sebelum dia menuntaskan ucapannya. Mendapatkan hal itu, Reza meringis kesakitan sambil mendengus sebal mengikuti cowok itu.

Lalu...

Kini Kim sendirian di mejanya. Dia menghela napas sejenak sebelum menjatuhkan dahinya kepermukaan meja.

Tiba-tiba saja dia teringat sesuatu.

Secara mendadak Kim terkesiap dengan mata berpendar mencari-cari Evan.

"Yahh... laptopnya malah ditinggalin." gumamnya diudara sambil menatap kosong laptop yang layarnya menghitam karena memasuki mode sleep sejak tadi.

Karena Kim rasa tidak ada hal yang bisa dilakukannya, dia memutuskan untuk membangunkan laptop itu-- menyalakan layarnya kembali.

Begitu layar itu kembali muncul, dikali pertama yang Kim lihat dia disuguhkan rekaman CCTV yang tadi diputarnya. Sempat terjeda karena penemuan Evan yang bisa Kim akui itu adalah penemuan besar.

Dia memutuskan untuk melanjutkan menonton rekaman itu. Begitu bunyi klik berbunyi ketika Kim menekan tombol play, secara otomatis rekaman kembali berjalan.

Ya, demi mengisi waktu bosan tidak ada salahnya menonton lebih lanjut rekamannya kan? Hitung-hitung ada kejadian lain lagi yang bisa menjadi petunjuk dari rekaman itu.

Setiap detik yang terlewati, sejauh yang Kim perhatikan tidak ada hal yang janggal. Sesekali Kim meneguk air mineral yang tadi diberikan oleh Evan.

Omong-omong, ada satu hal yang baru Kim tahu dari Evan. Ternyata dia itu orang yang peduli dengan kesehatan juga. Di balik sikapnya yang dingin sampai ubun-ubunnya itu, dia tidak suka minuman berwarna, berasa. Dan Kim lihat dia bukan seorang perokok, itu terlihat dari bibirnya yang merah alami.

Tunggu-tunggu! Kim tahu itu bukan berarti dia memperhatikannya secara seksama. Sungguh, tapi dia hanya tahu saja.

Kim menghela sesaat, membuang jauh-jauh pikiran yang hampir saja mengecoh dirinya sendiri.

Oke, lebih baik kita perhatikan rekaman ya Kim... Nggak usah mikirin Evan mulu, ucapnya pada diri sendiri.

Dia lalu kembali fokus pada rekaman itu. Sesaat, seseorang yang tiba-tiba muncul di rekaman membuat Kim mengerutkan dahinya. mencoba lebih memperhatikan gerak-gerik 'orang lain' yang kini muncul dilayar monitor.

Meskipun Kim tahu siapa yang muncul di rekaman itu, tapi apa salahnya mengetahui apa yang tengah dilakukan petugas kebersihan sekolahnya itu kan?

Petugas sekolah itu sudah Kim kenali, Pak Mul namanya. Di dalam rekaman itu yang Kim lihat dia tengah menyapu dedaunan tua yang mengotori rumput bagian luar area parkir.

Semua berjalan mulus-mulus saja, sampai akhirnya tiba-tiba dia terdiam dengan tangan yang masih menggenggam sapu besar seperti sapu quiditch ala dunia sihir.

Mulai dari sana, Kim semakin memperhatikan sedetail mungkin gerak-gerik Pak Mul.

Rasanya semakin aneh saja begitu lelaki tua itu justru tengak-tengok sekitarnya seolah takut ada sesuatu di sekitarnya yang tahu jika dia ada disana.

Lebih tepatnya, seperti jaga-jaga memastikan tidak ada yang mengetahui apa yang akan dia lakukan itu.

Masih tengak-tengok kesekitarnya yang Kim perhatikan sejauh ini.

Kemudian...

Entah tiba-tiba lelaki itu sedikit membungkuk lalu...

Mengibas-ngibaskan bokongnya dengan satu tangannya begitu saja.

Mendadak Kim mati kutu melihatnya.

Dan semua kembali seperti semula, lelaki itu menyapu dedaunan lagi.

"Kampret! Bengek!!!" ledak Kim setelah paham apa yang dilakukan Pak Mul di rekaman CCTV itu.

___________



Rain and Winter [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang