37

5 1 0
                                    

"Kim mau kemana?"

Otomatis langkah kaki Kim berhenti mendadak ketika teman sebangkunya mengajukan pertanyaan. Dia lalu berbalik menghadap tiga gadis yang bergumul di dalam dua meja yang sengaja mereka buat menyatu.

"Umm... Ada urusan sebentar." ungkapnya beralasan.

Setelah meneguk botol air, Hera mulai mengoceh, "Ah payah, nih! Kita lagi konferensi buat nentuin bekal kita buat besok juga Kim."

Kim hanya bisa tersenyum miris membalas Hera. Tentu saja dia tidak bisa mengeluarkan alasan jika dia dengan jujurnya seratus persen beralasan bahwa dia akan menemui Evan di waktu istirahat ini.

Sebenarnya mungkin saja sih, dia mengatakan yang sebenarnya, hanya saja...

Rasanya sungkan. Ya, kurang lebih begitu.

"Eh, Katanya ada anak baru di IPA 1 ya?" tanya Kaya beralih topik.

Astaga, kenapa semua orang membicarakan Katrisa? Bosan sekali dia mendengar orang lain bertanya tentang gadis itu. Bosan disini bukan apa-apa, hanya saja, apakah tidak ada topik lain untuk ditanyakan diluar tentang menanyakan si 'anak baru' yang entah apa istimewanya.

Tak mau menanggapi pertanyaan Katya soal Katrisa, Kim memilih ambil langkah untuk mencari Evan.

"Gue ke kantin dulu yaa... Bye!" ucap Kim berdusta sambil berjalan cepat meninggalkan kelas. Meskipun dia dengar Katya sempat memanggil namanya.

Tokoh baru bermunculan, anggap saja mereka berhubungan.

Tokoh baru? Berhubungan? Ini kali keduanya surat someone berubah setelah selang waktu yang cukup lama dia tidak menerima surat. Kim ingat sekali pertama kali clue surat berubah.

Yap, tepat ketika dia resmi menjadi murid SMA. Saat itu bahasan surat mendadak berubah menjadi tentang 'si pangeran' hingga beberapa bulan yang lalu.

Tapi kemudian surat tidak muncul selama berbulan-bulan setelah kejadian di gedung apartment kala itu.

Dan sekarang? Kenapa berubah lagi? Tokoh baru yang memiliki hubungan dengan semua ini, kan, maksud someone? Dan entah kenapa Kim tidak habis pikir bagaimana Evan mencurigai Katrisa.

Bahwa dia memiliki hubungan dengan semua ini.

Kim mendadak menampar wajahnya sendiri begitu tanpa sengaja dia sadar dia baru saja memikirkan si anak baru itu.

Dalam hati dia meruntuk, Kenapa sih gue sebel banget sama tuh cewek?

"Hey, Kim!" langkah kaki Kim sontak berhenti secara otomatis. lalu dia menoleh kearah suara yang menyapanya barusan.

Lalu senyuman yang sudah dia tampilkan untuk bentuk sapaan pertamanya, agaknya terasa sirna mendadak begitu dia mengetahui siapa yang baru saja menyapanya.

"Hey." sapanya lagi. Senyuman yang dia lempar kepada Kim memaksanya kembali untuk mengembangkan senyum. Membalas Katrisa.

"Hey.." basa-basi Kim agak kaku, "... Katri--"

"Tris." selanya cepat-cepat sebelum Kim menyebut 'Katrisa'.

Dia lalu tersenyum sambil mengedikkan kedua bahu, "Orang-orang manggil gue begitu." jelasnya. Kim hanya mengangguk tanda paham sebagai respon.

"Umm... Lo liat Evan nggak?" tanya Kim sambil sesekali memeriksa dalam kelas IPA 1 dari belakang Tris.

Mendengar Kim bertanya tentang Evan, gadis itu justru terkekeh.

"Dia ke kantin." jawabnya atas pertanyaan Kim. tapi kemudian tiba-tiba mata gadis itu mendadak menyipit kearah Kim seolah tengah menebak sesuatu, "Dia bilang nungguin seseorang,"

Mata Tris benar-benar tidak lepas dari Kim sampai saat ini, "Lo ya?" jari telunjuknya melayang sesaat menunjuk Kim.

Memang benar, mereka sudah janjian hari ini.

Kim agak kikuk menjawabnya, malah jatuhnya dia bersikap seperti orang bodoh yang nyasar. Dengan sedikit perasaan ragu, akhirnya Kim menjawab.

"Iya, gue..." Kim terdiam sejenak, "... Gue ada janji sama dia."

Mulut Tris berbentuk huruf "O" sambil mengangguk-ngangguk ketika Kim menjelaskan tentang maksud jawaban Evan dari Tris.

Tanpa mau berlama-lama, Kim memutuskan untuk segera mencari Evan dan membahas tentang surat someone. Mengingat waktu istirahat cukup singkat, tidak banyak waktu lagi yang tersisa untuk mereka.

"Gue ke kantin ya, Bye!" pamit Kim buru-buru berlari menuju kantin.

Sebenarnya dia agak heran, kenapa hal sekecil itu perlu Tris tanyakan? Memangnya mereka dekat sekali? Hanya karena mereka bertetangga, bukan berarti Evan dan Tris saling mengetahui kegiatan pribadi mereka. Misalnya hal ini.

Urusan pribadi Kim dengan Evan. Hanya mereka berdua saja.

Tepat ketika dia sudah memasuki area kantin, Kim membuang pikirannya jauh-jauh dan beralih mencari sosok Evan di lautan murid-murid yang memadati area kantin.

Sejenak Kim menggerutu, Memangnya tidak ada tempat yang lebih enak ketimbang kantin ya?

Tapi itu bukan masalah untuk saat ini. Akhirnya dia mulai memasuki area kantin lebih jauh, matanya menelusur.

Tepat dikali pertama dia mencari sosok itu, matanya langsung menangkap menunjukan dimana Evan berada saat ini.

Begitu dia menemukannya, Kim tersenyum miring sesaat lalu melangkah mendekati seorang cowok yang duduk sendirian di salah satu fasilitas kantin.

Entah kenapa, semakin hari dia semakin...

Kim menggeleng-gelengkan kepalanya menyadarkan diri. Mestinya dia tidak memikirkan hal itu.

Dasar aneh.

Kim langsung duduk di kursi yang tepat berhadapan langsung dengan cowok itu begitu sampai.

Um, dengan senyuman di wajahnya juga sebenarnya.

Mungkin dia merasakan kehadiran orang lain, akhirnya dia melirik Kim. Mata mereka bertemu begitu saja.

Satu detik...

Dua detik...

Entah kenapa tatapan dingin cowok itu membuat tubuhnya membeku tanpa bisa berkutik. Sejauh ini mereka hanya berperang tatap, meski sebenarnya Kim mati-matian berusaha berontak agar dia tidak terjerumus oleh perasaannya sendiri.

"Gue rasa Katrisa ada hubungannya dengan semua ini."

Mendadak Kim mengerjap begitu Evan membuka celah untuk membebaskan dirinya dari tatapan dingin yang sempat membekukan dirinya beberapa saat.

Sejenak, Kim merasa seperti baru bangun tidur yang tidak dengan mudah mencerna keadaan sekitarnya. Tapi sedetik kemudian dia sadar bahwa Evan kembali membahas Tris sama seperti terakhir kali.

Kim mendengus begitu otaknya kembali normal. Tris lagi? Apa sih hubungannya dengan dia?

"Gue heran, kenapa, sih lo pikir dia ada kaitannya sama semua ini?" tanya Kim jelas sekali seperti resah.

Evan hanya diam dengan wajah datarnya. Seperti biasa, dia akan terdiam dulu beberapa saat sebelum mengatakan sesuatu.

"Lo nggak suka?" tanyanya balik. Tentu mengundang dengusan dari Kim.

Gadis itu memutar bola matanya malas. Meskipun sebenarnya pertanyaan Evan sembilan puluh persen benar, tidak mungkin dia mengatakannya dengan jujur tentang hal itu.

"Bukan begitu," sangkal Kim, ekspresi wajahnya menatap Evan dengan malas, "... Gini loh, kenapa lo pikir dia berhubungan?" tanya Kim dengan penuh penekanan. Tidak mungkin orang sepintar Evan tidak memahami kata-katanya. Kebangetan, pikir Kim.





Rain and Winter [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang