10

8 1 0
                                    

"Ini apa?" tanya salah satu murid teman sekelas Evan begitu dia menyerahkan serangkap kertas.

Evan terdiam sejenak menatap si penanya, "Baca."

Si penanya tersebut mendengus begitu mendapatkan jawaban yang terdengar tidak enak dari Ketua Kelasnya. Dia memang selalu begitu, irit omongan. Kemudian semua siswa mengikuti saran dari si Ketua Kelas untuk mempercepat waktu pengisian formulir. akhirnya mulai membuka lembaran itu.

Penerimaan Tamu Ambalan untuk seluruh kelas sepuluh

PTA atau singkatan dari Penerimaan Tamu Ambalan merupakan kegiatan tahunan di SMA Rudolf. Yah, kegiatannya tidak jauh dari semacam anak pramuka, karena mereka akan keluar mengeksplorasi hutan dan pastinya akan berkemah-kemah. Kegiatan ini tidak masalah bagi segelintir orang yang memang benar-benar suka menjelajah tapi kegiatan ini bisa jadi momok bagi kaum rebahan yang lebih suka dirumah. Terlebih, rumornya tempat yang akan mereka kunjungi itu salah satu tempat mistis.

Katanya.

Karena setiap tahunnya ada saja kejadian-kejadian aneh yang menimpa segelintir dari murid SMA Rudolf.

Seluruh murid di kelas X IPA 2 yang telah menerima surat persetujuan langsung mengisi formulir, karena wajib dikumpulkan hari ini juga walaupun tak sedikit dari murid-murid yang mengisi formulir dengan embel-embel terpaksa padahal cukup katakan saja bahwa mereka takut.

Sesimpel itu kan?

Si Ketua Kelas, Evan. Langsung keluar kelas begitu lembar formulir sudah terkumpul lagi setelah diisi. Dikarenakan letak kelasnya yang berada di lantai dua, tentu saja dengan sangat mudah dia langsung bisa menatap hamparan lapangan upacara begitu baru keluar dari kelas. Tapi satu hal yang langsung menjadi titik pusat Evan, yang dia lihat itu...

Cowok itu tersenyum miring begitu menangkap seseorang yang setia berdiri didepan tiang bendera dengan tangan 180 derajat disamping alisnya. Kasihan juga jika dilihat.

Dan kebetulan sekali, di sampingnya terdapat seorang anak kecil yang hendak melaluinya. secepatnya, Evan langsung menghalau bocah itu.

"Dek sebentar."

Bocah lelaki dengan tangan memegang sikat closet itu langsung berhenti. Tidak salah lagi, pasti bocah ini anak penjaga sekolahnya.

"Boleh minta tolong nggak?"

Bocah itu terdiam ditempat tanpa gerak tambahan.

Mau tidak mau Evan harus berjongkok karena tingginya yang terbanting jauh.

"Apa?"

Evan merogoh saku seragamnya, mengeluarkan dompet hitam kemudian mengambil satu lembar uang kertas berwarna ungu.

Tanpa perantara, dia menyodorkan uang kertas itu dihadapan bocah yang masih setia menggenggam sikat closet itu.

Begitu Evan sodorkan uang, bocah itu justru mengernyit bingung, lalu menatap Evan dengan tampang polosnya, "Kakak mau aku sikatin closed punya kakak?"

Sontak Evan berdesis tersenyum tanpa berniat untuk tertawa. Walaupun ini kocak setengah mati!

"Enggak. Kakak cuma mau minta tolong... Kamu lihat orang itu nggak?"

Jari telunjuk cowok itu mengarah lurus kearah lapangan dibawah sana, tentunya bocah itu mengikuti sorotan jari telunjuk itu.

Seorang gadis.

Kemudian bocah itu kembali menatap Evan dengan wajah polosnya, "Habis itu? Kakak mau aku apakan dia?"

Evan kembali menyodorkan uang kertas ungu dihadapan bocah itu lagi yang beberapa menit lalu diabaikan karena bocah itu kira untuk menggajinya atas jasa penyikatan closet.

Rain and Winter [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang