2. 🕊

2K 98 1
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم✨

“Benahi hidupmu.
Tak ada makna dari berlalunya waktu, jika tak mendekatkanmu dengan Sang Pemilik waktu.”

(Ustadzah Halimah Alaydrus)

Ophi_16


2. Adik Tersayang

Hari terus berganti. Waktu terus berputar sampai Sang Pencipta yang menghentikannya. Meninggalkan kenangan manis maupun buruk bagi yang melewatinya. Tak menghiraukan cicitan makhluk yang telah membuat cacat setiap detiknya.

Dan Asya bersyukur beberapa hari ini Maira bilang jika teman-temannya sudah tak ada yang mengejeknya. Bahkan mereka sudah pergi ke kantin bersama. Melihat saat Maira yang bercerita dengan binar bahagia membuat Asya tak kalah bahagia. Ia senang sekaligus bersyukur melihat adik tersayangnya bahagia. Ia akan berusaha bahwa senyum dan tawa bahagialah yang keluar dari lisan Maira.

Sebelumnya memang ia sudah menemui wali kelas Maira untuk meminta bantuan memberi pengertian pada teman-teman Maira agar tidak mengejeknya lagi. Dan Alhamdulillah sekarang mereka sudah berteman baik.

Saat ini Asya menemani Maira yang tengah belajar. Maira yang duduk dikursi belajarnya itu menggerak-gerakkan kaki mungilnya. Sedangkan Asya duduk disisi ranjang yang memang berdekatan dengan meja belajar.

"Kak Sya ajarin Mai pertambahan dong." Maira menatap Asya yang tersenyum kearahnya. Menyerahkan buku tulis juga pensil pada Asya.

Asya sedikit mendekat.

"Sini Kakak ajarin," ucap Asya mengambil alih buku dan pensil. Lalu mulai menuliskan sesuatu diatas kertas putih itu.

"Coba Maira jawab dulu nanti kalau ada yang sulit tanya sama Kak Sya," titah Asya sambil meletakkan bukunya keatas meja. Maira memutar tubuhnya kemeja belajarnya.

Mulai menghitung beberapa soal yang diberikan Asya. Sesekali terlihat jari-jari  tangan mungilnya menghitung dengan diiringi gumaman dari mulutnya.

"Enam ditambah lima..., tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas. Sebelas!" Riangnya dan segera menulis jawabannya diatas kertas. Asya tersenyum melihat Maira yang antusias belajar. Bahkan setiap malamnya Maira tak pernah absen memintanya menemani belajar.

"Sembilan ditambah sebelas..., sepuluh, sebelas, lima belas. Eh, kok lima belas." lirih Maira menggaruk rambutnya dengan ujung pensil.

"Kak Sya. Sembilan ditambah sebelas berapa? Jari tangan Mai gak cukup," ucapnya menatap Asya.

Untuk kesekian kalinya Asya tersenyum sambil mengelus pucuk kepala Maira.

"Sini Kak Sya bantu. Kak Sya kebanyakan ya ngasih soalnya." Maira mengangguk polos.

"Kak Sya tambahin sama jari Kak Sya. Coba hitung."

"Sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, lima belas... Dua puluh satu?!" tanyanya antusias. Asya mengangguk membenarkan.

"Yey." Maira bersorak ceria setelahnya segera mengisi jawaban.

Belajar terus berlanjut sampai tak terasa waktu menunjukkan pukul jam 20.45 . Asya menepuk pelan pundak Maira yang sibuk menggambar dibuku gambarnya.

Ikhlaskah Aku? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang