34. ❄

287 14 3
                                    

Tak terasa pernikahannya sudah menginjak hampir 2 bulan. Selama itu pula Asya sama sekali tidak pernah mendapat perlakuan buruk dari Athaya maupun kedua mertuanya. Mereka begitu baik, dan tulus pada Asya.

Seperti pagi ini, saat tiba-tiba Asya yang mual-mual ketika memasak. Hanum dengan cekatan menggantikan Asya. Membuatkan teh untuk menetralisir rasa mual yang tak kunjung hilang.

Athaya dirumah sakit yang begitu khawatir sampai harus pulang. Karena selama pernikahan baru kali ini Asya sakit.

Sesuai permintaan sang mama. Athaya tak lupa mampir ke apotik untuk membeli testpack. Membuat jantungnya tak tenang. Tak sabar untuk segera sampai rumah, dan memastikan dugaan sang mama benar atau tidak.

Begitu sampai, ia segera menuju kamar. Melihat Asya yang tertidur pulas. Dapat ia lihat jika istrinya begitu pucat kali ini.

"Sayang," panggilnya seraya mengusap pelan bahu sang istri.

Asya segera membuka matanya. Tersenyum tipis melihat suaminya. "Mas Atha kenapa pulang?"

"Mas khawatir sama kamu. Mas jadi gak tenang kerja mikirin kamu terus. Sekarang udah mendingan? Masih mual?"

Asya kembali tersenyum. Meraih kedua tangan Athaya untuk membantunya bersandar pada kepala ranjang.

"Udah mendingan kok, Mas. Cuma masih agak pusing aja."

Athaya tersenyum lega. Lekas membuka kresek yang berisi testpack titipan mamanya.

"Sayang. Mas tadi disuruh mama beliin ini buat kamu. Kamu coba, ya?" pinta Athaya penuh harap. Sungguh kali ini ia sangat siap mendengar kabar bahagia dari sang istri.

Asya menatap Athaya dengan salah satu alisnya terangkat. Penasaran kenapa Athaya tiba-tiba memintanya mengecek kehamilan.

Setelah di ingat-ingat Asya memang belum datang bulan dari beberapa minggu yang lalu. Semakin menguatkan dugaan Hanum jika sang menantu sedang berbadan dua.

"Tapi Mas. Kayaknya belum, deh. Mungkin ini cuma masuk angin biasa." Jujur Asya pun akan sangat bahagia jika memang dirinya tengah hamil saat ini. Tapi bukankah terlalu cepat? Ia takut membuat Athaya kecewa jika nanti hasilnya tak sesuai ekspetasinya.

"Dicoba dulu, oke? Mas gak bakal kecewa kalaupun memang hasilnya negatif," jawabnya begitu tahu jika Asya takut membuatnya kecewa.

Mau tak mau Asya mengiakan. Dengan di bantu Athaya menuju kamar mandi. Asya harap-harap cemas didalam. Atahya yang bersandar di tembok samping pintu, juga tak kalah penasaran  menunggu hasilnya.

Saat tengah menunggu Asya, suara ketukan pintu terdengar. Athaya segera berjalan untuk membukanya. Mendapati Hanum yang menatapnya penasaran.

"Gimana?" tanya sang mama tanpa suara. Athaya balas tersenyum sembari mempersilahkan Hanum untuk masuk.

"Masuk aja, Ma. Asya masih di kamar mandi."

"Ingat. Apapun nanti hasilnya jangan sampai membuat Aysa sedih karena respon kamu," titah Hanum mengingatkan sang putra.

Lagi-lagi Athaya tersenyum seraya mengangguk patuh. Sangat bersyukur karena kedua orang tuanya begitu menyanyangi istrinya seperti anak sendiri.

Suara pintu dibuka berhasil menarik atensi anak dan ibu menoleh pada sumber suara. Mendapati Asya keluar dari kamar mandi tanpa ekspresi. Membuat Athaya seketika mengerti.

Segera saja ia hampiri sang istri. Memeluknya hangat untuk memberi semangat.

"Gak apa-apa. Mungkin memang belum waktunya kita dikasih kepercayaan sama Allah. Sama seperti kata kamu tadi, masih terlalu cepat kalau kita dikasih kepercayaan sekarang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ikhlaskah Aku? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang