33. Memilikimu
Setelah beres-beres kamar Asya segera turun ke bawah. Selagi menunggu Athaya yang tengah mandi, gadis itu memutuskan untuk membantu sang bibi dan sepupunya di dapur.
"Loh, kok, sudah turun?" Bibi bertanya pada Asya yang sudah sampai di sampingnya.
"Mau bantu-bantu Bibi."
"Haduhhh, manten anyar kok gini. Suaminya nanti nyariin, loh." Silvi yang tengah mengiris sayuran menggoda sepupunya itu.
"Apaan, sih," jawab Asya dengan pipi yang bersemu merah. "Lagian Mas Atha masih mandi."
Silvi dan Bibi hanya tersenyum melihat Asya yang salah tingkah.
Sembari mengiris sayuran Silvi kembali bertanya, "Rencana mau pindah kapan, Sya?"
Asya mengingat percakapannya dengan Athaya semalam sebelum tidur. Mereka sepakat akan pindah ke rumah Athaya setelah lima hari pernikahan. Selain dekat dari rumah sakit, Asya sekarang kini telah menjadi tanggung jawabnya.
Saat ini pun Athaya telah menyiapkan rumah baru untuk mereka nanti yang masih dalam tahap penyelesaian. Jadi untuk menunggunya selesai, sementara waktu mereka tinggal di rumah orang tua Athaya. Itu semua adalah ide dari Hanum yang sudah sangat merindukan Asya.
"Rencana lima hari setelah pernikahan," jawab Asya selagi mulai menyalakan kompor untuk menggoreng lauk.
"Kamu ingat, kan, nasihat Bibi dulu sebelum kamu menikah?" tanya sang Bibi tanpa melihat Asya. Karena masih sibuk mencicipi kuah sayurnya.
"Asya pasti akan selalu ingat dan mematuhi nasihat Bibi," balas Asya kalem.
Suara langkah yang menuruni tangga mengalihkan fokus mereka sebentar dari masakan.
Terlihat Paman dan Athaya yang beriringan turun. Saling berbincang akrab layaknya Ayah dan Anak.
Bibi segera menyuruh mereka ke meja makan. Setelah semua masakan siap. Bibi, Silvi, dan Asya membawanya ke meja makan.
Asya mengambilkan nasi sesuai apa yang di lakukan bibinya untuk paman. Silvi yang melihatnya hanya mencebikkan bibir karena hanya dirinya saja yang masih sendiri. Tapi tak ayal membuat senyuman manis terpatri di wajahnya melihat Asya yang bahagia bersama Athaya.
Sarapan di lakukan secara hening. Hanya suara benturan antar sendok dan piring yang mendominasi.
"Nak Athaya." Paman mengawali obrolan setelah semuanya selesai sarapan.
Athaya mengangkat kepala memandang lelaki di depannya yang sudah di anggap istrinya sebagai ayah kandungnya sendiri.
"Paman titip Asya sama kamu. Jangan kecewakan dia, karena selama ini paman pun berusaha untuk tidak melakukannya. Kamu jelas tahu seberapa sayangnya paman pada Asya. Jikalau suatu saat nanti kamu menyakiti Asya. Paman sendiri yang akan menjemput Asya kembali dari kamu. Paham?"
Wejangan panjang paman Athaya balas dengan anggukan mantap. Ia sudah mewanti-wanti dirinya sendiri untuk tidak akan pernah menyakiti Asya barang secuil pun.
"Athaya berjanji paman. Jikalau suatu saat nanti Athaya menyakiti Asya. Jemputlah ia. Karena Athaya tidak mau melihat Asya terus tersakiti karena Athaya sendiri," jawabnya tenang.
Semua yang ada di meja makan tersenyum mendengarnya. Begitu juga Asya yang kini berusaha mati-matian untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. Entah kenapa sejak pernikahannya dengan Athaya dan pengakuan Athaya semalam, Asya merasa takut jika harus kehilangan Athaya.
Pria pertama yang mampu meluluhkan hatinya, dan ia berharap Athaya menjadi pendamping terakhir dalam hidupnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhlaskah Aku?
SpiritualApa Definisi Ikhlas Menurutmu? Kamu dituntut untuk ikhlas ketika suamimu menikahi wanita lain demi sebuah tanggung jawab. Dirimu ingin lepas, tapi keadaan tak membiarkanmu lepas darinya begitu saja. Akhirnya kamu terpaksa berbagi pernikahanmu deng...