19. 🐰

871 53 3
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم✨

“Cinta itu harus tanpa syarat, kalau bersyarat bukan cinta.
Allah kasih ribuan nikmat baru bilang cinta, kita ribuan nya maksiat Allah tetap cinta.”

(Ustadzah Ruqayyah Assegaf)

Ophi_16


19. Mulai

Setelah sedikit berbincang. Hari pun sudah siang. Asya, Azri, dan Silvi pun undur pamit.

Untuk hari ini Asya mengambil cuti sehari dan sebagai gantinya besok dirinya akan bekerja full day.

Hanum, Raka, juga Maira yang masih memeluk tangan Asya ikut mengantar sampai teras depan.

Berat rasanya bagi Asya berpisah dengan Maira. Begitupun sebaliknya. Tapi setelah sedikit berbincang tadi dan mendengar segala nasehat dari Asya, akhirnya Maira mau.

"Kak Sya jangan pulang sekarang, dong. Kan, gak kerja juga. Daripada dirumah sendirian Kak Sya mending disini dulu," ucap Maira sambil menggerakkan tangan Asya ke kanan kiri.

Asya menghela napas. Dirinya hanya takut saja jika nanti berlama-lama disini Maira semakin tidak mau pisah dengannya.

"Maira dengerin Kak Asya. Sebentar lagi Maira kan mau sekolah. Jadi, Maira bobok siang dulu. Kak Sya ada urusan bentar." Asya berjongkok didepan Maira sambil mengelus kepala bocah itu.

Maira mendengus. "Kan sekolahnya nanti sore. Urusan Kak Sya lebih penting, ya, dari Mai?"

Asya terdiam mendengar pertanyaan Maira. Tentu saja urusannya tidak jauh lebih penting dari Maira. Itu hanya sekedar ucapannya saja agar Maira mau dirinya tinggal.

Waktu ngobrol tadi Maira sempat bilang jika tidak mau sekolah dan tinggal disini. Maira ingin sekolah dan tinggal dirumah saja dengan Asya. Dan itu membuat Asya pusing. Tentang keadaan Maira nantinya.

Anak itu bahkan dua hari sebelumnya mengeluh pusing lagi. Dan hal itu semakin membuat Asya ingin agar Maira tinggal disini nantinya. Dirinya sudah percaya pada keluarga ini. Terutama pada Rama yang dulunya juga dokter spesialis kanker.

"Sya. Kamu disini aja dulu. Nanti pulangnya aku jemput, deh, gak apa-apa. Kasihan Maira," ujar Silvi tak tega sendiri melihat ponakannya yang seperti ingin menangis.

Maira masih menggengam erat tangan Asya. Hanum tersenyum. "Nak Asya. Gak apa-apa kamu disini saja dulu. Nanti masalah pulang gampang. Bisa diantar sopir atau Atha. Kasihan Maira."

Asya mendongak menatap Hanum. Tak ada pilihan lain selain mengiyakan saja. Maira tersenyum melihat Asya mengangguk.

"Yasudah kalau begitu. Tante, Om, saya sama Azri pamit dulu," ucap Silvi sambil menyalimi tangan Hanum juga Rama. Azri pun melakukan hal yang sama.

Silvi mendekat ke arah Maira. Mencium pipi tirus ponakannya. "Maira yang kerasan ya disini. Biar cepat sembuh. Terus kita bisa main lagi. Riki pasti kangen sama Maira. Yang semangat juga sekolahnya."

Semua orang disana tersenyum.

"Oh ya. Mai jadi kangen sama Riki. Kak Azri kapan-kapan ajak Riki main kesini, ya? Boleh kan, Ma?" Maira beralih menatap Hanum.

Ikhlaskah Aku? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang